Sebelum pulang ada sebuah pertanyaan yang masih saja tidak bisa diterima. Bella ingin tahu apa pendapat dari laki-laki itu.
"Kristan, aku mau tanya sampai kapan drama ini selesai?" Bella dengan suara serak menatap intens Kristan yang duduk di hadapannya itu.
Bella benar-benar harus memastikan apa yang ada dalam pemikiran laki-laki dewasa ini. Kenapa ia begitu mau menjalani pernikahan yang hanya sebatas persetujuan semata. Padahal seharusnya ia bisa memilih cara lain. Bella pikir, Kristan merupakan tipe laki-laki yang bisa terlihat lebih dari semua laki-laki punya. Ia mapan, tampan, seorang pebisnis handal, pintar dalam mengolah perusahaan dan yang terpenting adalah ia bisa menaklukkan wanita di luar sana. Bukannya bertindak bodoh dengan menyetujui pernikahan konyol ini.
Kristan melipat tangannya di dada seolah ia sedang terlibat suatu pemikiran yang sulit. Wajahnya juga terlihat begitu serius saat Bella mempertanyakan hal itu. Mungkin pertanyaan Bella di luar dugaannya makanya ia terlihat begitu serius.
"Apa maksudmu dengan drama? Kita akan menjalani pernikahan ini. Bukan menjalani drama."
Bodoh. Bella pikir Kristan itu pintar tapi kenapa harus diperjelas sih. Apa ia tidak sepintar itu?
"Aku tahu kita menjalani pernikahan. Tapi kita tidak saling cinta satu sama lainnya. Jadi kita itu menikah semata-mata hanya menjalani peran saja. Semua tergantung orangtua kita masing-masing. Bukannya begitu?"
"Jadi kamu mau pisah setahun kemudian?"
"Sejak awal kamu bilang kalau pernikahan ini tidak terlalu penting bukan? Itu menurutmu tapi tidak denganku. Maaf, kata pernikahan menurutku adalah hal yang terpenting. Aku tidak mau menikah terus bercerai. Aku tidak mau hal itu terjadi. Dengan kesungguhan hati yang paling dalam. Tolong kamu pikirkan lagi tentang pernikahan. Jika kamu hanya main-main saja, aku tidak mau jadi korban kamu."
"Aku tidak mau memikirkannya lagi. Sudah malas. Aku sudah mengatakan dengan jelas kalau aku akan menikah sama kamu. Jadi, aku tak peduli tentang hal lain."
"Tapi bagaimana kalau aku mencintai orang lain? Apa kamu mau aku duakan?"
Kristan melepas tangannya lalu melihat Bella dengan intens. Ia tahu kalau Bella mengatur pembicaraan ini agar pernikahan ini tidak akan pernah terjadi. Namun ia tidak akan pernah menyangkalnya. Mau bagaimana Bella terus menerus bertanya ia tidak akan pernah meninggalkannya. Titik.
"Kamu berpikir untuk menduakan aku?" tanya Kristan dengan nada tidak percaya.
"Aku tidak peduli mau kamu sakit hati atau tidak. Aku sudah bilang sejak awal sama kamu. Kita ini tidak saling cinta dan yang pasti, kita tidak saling membutuhkan. Jadi kamu menikahiku hanya di atas kertas dan hanya status. Aku butuh cinta murni. Jadi maaf, aku tekankan sekali lagi padamu kalau nanti aku menemukan laki-laki lain. Kamu tidak berhak menekanku."
Kristan terlihat percaya diri. Tidak mungkin Bella akan menduakannya. Kita lihat saja apakah mungkin Bella akan berpindah ke lain hati kalau Kristan akan membuatnya bertekuk lutut.
"Kita lihat saja nanti. Aku akan melakukan apa setelah kamu menduakan aku. Yang harus kamu tau Bella, aku tidak akan pernah mundur. Jadi kamu akan menerima kenyataan bahwa sebentar lagi statusmu tidak lagi sama. Kamu akan menjadi seorang istri. Camkan itu!"
Bella meremas pakaiannya ketika Kristan berkata demi kata dengan suara geraman yang bisa terlihat jelas kalau ia tidak suka Bella mengatakan hal itu. Terserah. Bella hanya mengutarakan apa yang Bella inginkan. Siapa yang mau menikah seperti ini. Ini hanya sebuah mimpi. Mimpi buruk dari sekian yang tidak ingin Bella inginkan. Bella juga punya mimpi. Mimpi mempunyai sebuah keluarga kecil yang bahagia. Tapi bukan sekarang.
"Baiklah. Aku terima."
Dert ... Dert ponsel Kristan berbunyi kemudian dan itu berhasil mengalihkan pembicaraan antara Bella dan ia.
Bella merasa terganggu dengan bunyi itu tapi tidak bagi laki-laki disampingnya. Ia masih menatap intens Bella dan tidak berpengaruh apa-apa.
"Kenapa tidak kamu angkat? Apa itu dari pacarmu makanya kamu takut ketahuan sama aku? Angkat saja aku juga tidak akan terganggu. Aku sudah tahu tidak mungkin seorang Kristan tidak mempunyai wanita."
"Bukan. Dia bukan pacarku."
"Kenapa kamu yakin sekali? Aneh. Oke kalau begitu aku pergi. Selamat malam Tuan Kristan."
Setelah lama Bella berada di sini lebih baik Bella pulang dan beristirahat. Di tempat ini tidak baik untuk kesehatannya. Kristan tidak mau menggagalkan pernikahan ini padahal itu yang Bella inginkan. Semua yang Bella inginkan tidak bisa sesempurna itu.
"Tunggu!"
Dua langkah Bella berjalan akhirnya terhenti begitu ia mengatakan tunggu.
"Aku hanya ingin memastikan sesuatu."
Kristan berdiri lalu menatap intens seperti tadi. Bella yang melihatnya jadi binggung sendiri, sebenarnya apa yang ia inginkan.
"Bisakah kita pergi bersama malam ini?"
"Pergi?" Bella membeo
"Ya aku ingin pergi sama kamu. Bisa?"
Bella melihat jam tangannya. Sudah malam. Bella tidak mungkin pergi malam-malam begini. Apalagi bersama laki-laki ini.
"Aku rasa, aku tidak bisa. Besok aku akan bekerja pagi-pagi sekali dan aku juga tidak terbiasa pergi malam-malam begini."
"Kamu tidak mempercayai aku?"
"Kemana kita akan pergi?"
"Hanya sebuah resto langgananku. Aku hanya ingin berbicara bersamamu."
"Baiklah. Aku akan mengikuti keinginanmu. Aku harap kita tidak akan lama."
"Baiklah. Aku yakin tidak akan lama."
***
Satu jam perjalanan akhirnya mobil pun berhenti di depan sebuah resto yang di bilang Kristan. Bella turun dari mobil dan melangkah ke dalam resto. Seorang pelayan menghampiri Bella begitu Bella sudah masuk ke dalamnya.
"Apakah tuan Kristan sudah datang?" tanya Bella begitu pelayan itu mendatanginya. Bella dan Kristan berjalan sendiri-sendiri karna memang tadi datang ke WO. Kami memakai mobil masing-masing.
Pelayan itu mengernyit dan melihat ke sekelilingnya. Bella pun menunggu jawabannya sembari melihat ke sekeliling resto itu.
"Bella."
Ternyata Kristan ada di belakangnya saat matanya mencari keberadaan Kristan. Ia terlihat baru datang.
"Ayo kita masuk."
Bella pun menggangguk yang berarti setuju.
Sial! Kenapa aku malah harus ke resto ini. Seharusnya aku pulang dan tidur. Kenapa aku malah memilih pergi bersamanya.
"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Kristan menyadari kecemasan Bella saat ini.
"Ah tidak. Kamu berlebihan."
"Kamu mau pesan apa?"
"Terserah saja. Aku hanya ingin minum. Aku tidak lapar."
"Baik kalau begitu. Aku akan pesan anggur untuk malam ini."
"Maaf. Aku tidak suka minum alkohol. Aku tidak suka dengan baunya."
"Anggur tidak akan membuatmu mabuk. Aku yakin itu. Dan kalau pun kamu mabuk. Aku yang akan membawamu."
"Tidak. Aku akan merepotkan kamu. Aku tidak mau merepotkan siapa pun saat ini. Cukup pesankan minuman biasa saja dan aku akan meminum itu. Aku tidak mau kamu menekanku harus meminumnya. Aku sudah bilang kan aku tidak terbiasa jadi tolong kamu pesankan apa yang aku inginkan. Sudah jelas?"
Kristan mengusap rahang kokohnya. Sebentuk seringai terukir di bibir manisnya itu. Berbicara dengan Bella memang sangat menarik. Ia merasa Bella memang wanita yang tidak bisa di taklukkan begitu saja. Ia punya cara tersendiri dan pemikiran yang anggun. Anggap saja ini sebagai tantangan ke depannya. Ia suka wanita yang seperti ini. Well ... tidak terlalu buruk wanita yang di inginkan Papa. Kristan pikir Kristan juga menyukainya ketimbang wanita yang selalu manis di luar tapi pahit di dalamnya.
"Aku ke toilet dulu kalau begitu."
Saat Bella mau melangkah sialnya kakinya tersandung karpet. Bella terjatuh tepat di sebelah Kristan duduk. Bagaimana pun ini sangat memalukan. Bagaimana bisa sepatunya membuat momen memalukan di saat seperti ini. Kristan pasti sedang menertawakannya. Memang tidak ketara, ia masih terlihat biasa tapi bisa saja di dalam hatinya itu ia merutuki kebodohan dari seorang Bella. Sial.
"Kamu sepertinya butuh bantuanku."
Laki-laki itu berdiri di depan Bella yang masih setia di karpet dan mengulurkan tangannya untuk membantu Bella berdiri. Daripada menahan malu, mau tidak mau Bella pun mengulurkan tangan Bella padanya dan detik itu juga Bella pun berdiri atas bantuan dari Kristan."Terima kasih. Terima kasih atas bantuanmu."
Mungkin malam ini momen yang sulit untuk Bella lupakan, kenapa Bella harus bertindak bodoh di depannya. Astaga ini sangat memalukan.
"Tidak masalah Bella. Aku suka membantumu. Apalagi kamu itu terlihat sangat manis saat ini."
Dan yang ia lakukan selanjutnya adalah membuatnya terdiam. Ia mencium tangannya dengan sangat manis. Detik itu juga Bella jadi terkejut dan juga tak menyangka. Apa ini bagian dari sikap Kristan yang ia punya?
Bella mengambil blouse berwarna hitam dan celana bahan dengan warna senada di lemari lalu memakainya. Setelah memastikan pakaian kerja yang Bella pakai tertata rapi dan tidak kusut di tubuhnya. Bella berjalan menuju kaca yang berada tak jauh dari lemari itu untuk memoles wajahnya dengan memakai make up tipis. Bella memang tidak terlalu suka memakai make up yang terlalu tebal. Makanya yang Bella pakai saat ini hanyalah pelembab, foundation, bedak dan terakhir Bella memakai lipstik berwarna nude. Sebelum pergi, Bella mengecek kembali semua riasan itu. Terlihat perfect. Dan terakhir, Bella menggelung rambutnya yang berwarna coklat ke atas supaya saat Bella bekerja, rambutnya tidak mengganggu, apalagi ketika Bella sedang mengetik berkas. Sangatlah tidak mudah. Bekerja sambil menggerai rambut itu membuatnya ribet. Apalagi jika nanti selalu ada berkas yang membuatnya berpikir keras. Bella malah tidak menyukai rambut yang tergerai berantakan. Setel
Langkah kaki terdengar setelah seseorang menutup pintu ruangannya. Kristan tahu siapa ia. Ia adalah temannya sendiri yang super bernama Drew. Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain teman baiknya. "Bisa nggak sih kalau mau masuk itu kamu harus ketuk pintu dulu. Sangat tidak sopan mengetahui ada orang yang sedang bekerja di dalamnya dan kamu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau menolerir siapa pun itu, mau kamu orang terdekat aku atau bukan. Aku rasa kamu tidak pantas melakukannya." Drew mendengus lalu duduk di kursi yang di persiapkan di depan meja Kristan. "Sejak kapan aku bersikap sopan sama kamu Kristan. Lucu, kamu sudah tahu kan siapa aku. Jadi tidak perlu layaknya orang yang baru kenal satu sama lainnya. Terdengar kaku tahu nggak." Kristan menyadarkan tubuhnya di kursi sembari menaruh tangannya di lengan kursi. Matanya menatap tajam teman baiknya itu yang duduk dengan santainya. Penampilan yang bisa terbilang sederha
"Wow ... kamu sungguh luar biasa. Tidak hanya cantik tapi kamu juga sungguh mempesona. Aku yang mendengarnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Tak ku sangka calon istri seorang Kristan ternyata sangat..." "Sangat apa?" pelotot Bella pada Drew. "Sangat mempesona. Hahaha. Kristan ternyata kamu mempunyai pasangan yang luar biasa menarik. Aku yakin dia pasti bisa menyamai sikapmu itu." Bella mulai bosan dengan situasi ini. Kenapa harus ada laki-laki ini di sini. Siapa sih dia. Ikut campur saja saat Bella sedang bicara. Kristan berdiri tak lama kemudian. Melepaskan kancing lengan kemejanya lalu melipatnya sampai sebatas siku yang dapat memperlihatkan betapa kekar tangan laki-laki itu. Lihat saja bagaimana otot-otot keras terlihat di sana. "Maafkan aku Bella, aku sedang banyak pekerjaan sampai tidak melihat ponsel kalau kamu menghubungi aku." Bella menggeram. "Alasan! Aku tidak suka ya alasan kuno seperti itu. Itu sangat me
Pernikahan yang Bella inginkan adalah Bella bisa melangkah bersama dengan pasangan impian yang tidak hanya bisa berbagi dalam suka tapi juga dalam duka, kami bisa melewati pernikahan kami bersama-sama sampai akhir hayat nanti dan juga kami bisa saling cinta, melengkapi dan bisa saling mengerti satu sama lainnya. Simple bukan. Memang itu keinginan Bella sejak dulu. Namun semua yang Bella inginkan hanya ada dalam bayangan semata. Itu hanya ada dalam impian indah saja. Begitu ucapan janji di ucapkan oleh Kristan, laki-laki yang akan menjadi suami seumur hidup dengan lantang. Semua pasang mata yang menjadi tamu keluarga langsung berteriak sah setelah selesai berucap. Bella yang saat itu sedang duduk mendengarkan dengan seksama menjadi tersentak kaget mendengar realita yang sangat jauh dari bayangannya ini. Pasangan yang ada di sampingnya ini bukan seperti yang ada dalam bayangan Bella. Yang Bella inginkan adalah laki-laki yang sudah tahu betul luar dalam. Tapi tidak untu
Mata Bella terbuka dengan tubuh yang terasa remuk redam. Semua terasa begitu menyakitkan sewaktu Bella membuka mata. Rasanya untuk bergerak saja ia tidak sanggup apalagi berjalan ke kamar mandi. Padahal ia butuh ke kamar mandi sekarang. Sinar matahari terlihat dengan jelas saat Bella melihat ke tirai. Sinarnya masuk ke dalam melalui sela-sela tirai dan Bella kembali mengeluh, ternyata sudah beranjak siang, jam berapa ini? Tak pernah Bella bangun jam segini. Bella melihat ke sekeliling ruangan itu yang sekarang tengah ia tiduri lalu menatap langit-langit kamar yang saat ini tepat di atas kepalanya. Bella mengingat kembali atas apa yang telah terjadi pada dirinya kemarin. Bayangan demi bayangan masuk ke dalam kepalanya saat itu bagai film yang ia tonton tanpa jeda sama sekali. Di mulai dari kami berdebat satu sama lainnya, K
"Apa yang kamu lakukan?" Bella mundur selangkah karna tangan Kristan yang terulur itu kepadanya. "Aku hanya ingin mengobatimu. Ada luka di bibirmu itu." Bella mengelengkan kepalanya begitu mengetahui bahwa Kristan ingin mengobati luka yang sudah ia perbuat sejak semalam. Buat apa ia berucap untuk mengobati lukanya kalau kenyataannya ia tidak akan pernah bisa mengubah sikapnya. Benci tetap saja benci tidak bisa mengubah semuanya menjadi sayang kalau ia tidak ada niat dari dalam dirinya sendiri ia akan memperbaiki diri. Dan luka ini, biarlah begini. Ini membuktikan betapa kasarnya yang telah ia lakukan pada Bella. Tak hanya kebenciannya yang terlihat tetapi juga sikap kasarnya juga terlihat jelas. "Tidak perlu. Aku masih kuat menanggung perih ini. Kam
Bella rasa tindakan yang akan Bella lakukan sudah teramat fatal jika Bella dengan suka rela melaksanakan perintahnya. Bagaimana mungkin Bella menelanjangi diri dan dengan senang hati menganti pakaiannya itu di depan Kristan. Memang benar ia adalah suaminya. Tapi sudah sangat jelas bukan kalau yang ia perintahkan adalah tindakan untuk mempermalukannya dan juga secara tidak langsung membuat harga diri Bella terluka. Membuang semua gengsi dan harus mengikuti aturannya. Ia masih waras untuk melakukan hal itu. Bella bukan wanita yang tidak punya rasa malu. Ia punya dan ia tidak mau mempermalukan diri sendiri apalagi di hadapan Kristan. Lupakan! Seumur hidup Bella tidak akan pernah mau mempermalukan diri sendiri. Bella harus memikirkan cara lain supaya Bella tidak menemui jalan buntu. Lebih baik Bella memikirkan ide lain daripada harus bertemu dengan rasa malu pada diri sendiri. "Aku akan tidak mau membuka baju demi hasratmu semata. Aku bukan wanita yang dengan senan
Saat Bella mau duduk di kursi yang ada di sana. Tiba-tiba saja pandangan matanya langsung menggelap dan tak lama kemudian Bella terjatuh tak sadarkan diri. Kristan yang melihat Bella pingsan langsung terburu-buru mendekatinya dan berjongkok kemudian. Ia memeluknya sembari menepuk pelan pipi Bella untuk membangunkannya. Sementara itu Biantara yang melihat cucu kesayangannya terjatuh tidak sadarkan diri terlihat begitu panik. Ia juga menghampiri Bella dan menyentuh tangan Bella. Mencoba untuk membangunkannya. "Kenapa Bella bisa pingsan? Apa yang kamu lakukan sampai ia bisa pingsan begini? Apa Bella tidak makan. Makanya bisa pingsan? Oh aku tidak percaya ini." Kristan yang masih mencoba membangunkan Bella tidak mampu menjawab pertanyaan Biantara. Ia mencoba cara ini supaya Bella bangun. Namun cara itu tidak mampu membangunkannya. "Aku akan membawanya ke rumah sakit kenalanku Kek. Aku akan beritahu nanti bagaimana kondisinya setelah dokter mem