Chapter 10
Tidak ingin mengingkari janji, Yuna berjalan santai ke parkiran. Sebenarnya sudah lewat 30 menit dari jam pulang. Sengaja gadis itu keluar lebih lama untuk menghindari tatapan tidak menyenangkan dari rekan rekan kerjanya. Selain Lalice dan Sicheng tentunya.
"Maaf malah jadi kau yang menunggu," ucap Yuna melihat Jeffrey bermain ponsel dengan bersandar di depan mobilnya.
Pria itu tersenyum hangat, "Tak apa. Menghindari teman temanmu kan?"
Yuna mengangguk. Jeffrey tentu paham dengan ini. Seorang bos yang terkenal cukup ramah dengan karyawannya dirumorkan mengalami cinta lokasi dengan sekretaris yang bahkan baru beberapa bulan bekerja di sini. Terlebih, sebagian besar wanita di kantor mengagumi Jeffrey lebih dari apapun. Hal itu membuat Yuna kerap kali mendapat pelototan sinis dari kebanyakan mereka.
"Jadi, bagaimana? Tinggalah di rumahku. Ayo kita rencanakan sebuah pernikahan," ucapan Jeffre
Chapter 11Awalnya memang Jeffrey sengaja berjalan mendahului Yuna. Tapi ketika melewati lorong sepi, ia berhenti sejenak untuk menyejajarkan langkahnya dengan Yuna, kemudian merangkul gadis itu."Kau mungil. Menyenangkan saat aku merangkulmu. Terlebih memelukmu," ucap Jeffrey mendaratkan kecupan singkat di pelipis Yuna."Haruskah aku menghentikan dietku?" ucap Yuna."Diet? Kau diet?"Yuna mengangguk. Sebenarnya tidak benar benar diet. Acap kali ia kedapatan makan gorengan di pinggir jalan. Meski begitu, ia tetap menyebutnya diet selama tidak memakan nasi."Entah bagaimana caramu diet, tapi lekuk tubuhmu terlihat jelas dan berisi. Yah walaupun lengan serta tulang rusukmu yang terlihat tidak memiliki daging,"Yuna terkikik. Baru saat ia sampai di ruangan CEO, Jeffrey memutar tubuh Yuna untuk menghadap ke arahnya. Ia sempat tersenyum sebelum menyambar bibir Yuna. Dari
Chapter 12Aroma stella yang sengaja dipasang di depan AC memenuhi seisi ruangan. Sepi, sunyi, hanya ada bunyi detik jam dan suara ketikan keyboard komputer dari beberapa karyawan. Sesekali terdengar suara lembaran kertas yang dibolak balik secara kasar.Ah, siapapun benci hari senin. Tidak peduli ia masih sekolah, kuliah, bekerja, bahkan menganggur. Seperti di dalam kantor ini. Yuna sendiri lebih sering diam akhir akhir ini. Bahkan mengabaikan Lalice yang sedaritadi bicara panjang lenar yang entah apa intinya.Ia menjadi murung setelah kejadian tiga hari yang lalu di ruangan Jeffrey. Tidak sedikit rumor jahat yang beredar. Meskipun dikatakan jahat, tapi faktanya seperti itu.Yuna bangkit dan memutuskan mengurung dirnya di toilet barang 5 menit saja. Untuk sekedar duduk di salah satu kamar toilet yang kosong, memejamkan matanya, dan mengulas kembali kejadian di ruangan Jeffrey. Alih alih menangis, gadis itu tersenyu
Chapter 13"Kakak mau kemana?"Hendery, adik Yuna kini tengah mengamati kakaknya bersama sang nenek. Mereka duduk di ranjang Yuna, memperhatikan langkah demi langkah gadis itu bersolek di depan meja rias. Gadis itu menggulung tinggi rambutnya dan membiarkan poninya berjatuhan. Sejak ia duduk di bangku SMA, Yuna tidak pernah sekalipun meninggalkan poninya. Padahal dahinya tidak juga lebar."Mau bertemu paman Jeffrey," ucap Yuna.Paman? Yah, wajah Jeffrey bukannya terlihat tua. Tapi dari segi postur tubuh, bentuk rahang, dan stelan kemeja yang digunakannya, Hendery lebih senang memanggil Jeffrey dengan sebutan 'paman'"Paman Jeffrey pacarmu kak?" tanya Hendery lagi.Yuna tentu mengangguk senang. Ia memastikan penampilannya lagi. Sempurna. Gaun navy dengan karet di bagian perutnya dan terbuat dari sutra. Melekat apik di tubuhnya. Tidak terlihat ramai, tapi cukup untuk memberi kesan 'ma
Chapter 14"Singkat? Yuna, jangan bilang kau–" ucapan Mark menggantung."Aku apa? Aku hanya mengatakan yang ku rasakan sekarang. Mengingat batas semua tugas tugasku adalah 3 bulan, dan aku tidak cukup dengan itu," tutur Yuna.Mereka semua mendesah kecewa."Ah, jangan kau samakan pernikahanmu dengan tugas," ucap Mark dibalas anggukan yang lain.Ruth menepuk pelan pundak Yuna, "Pernikahan jelas berbeda dengan dateline tugas. Pernikahan akan membawamu dalam kebahagiaan. Terlebih dengan seseorang yang kau cintai. Kau bebas melakukan apapun dengan suamimu, tanpa ragu dia akan pergi setelah ini karena pernikahan adalah sesuatu yang serius. Percayalah, Jeffrey bukan pria yang suka memainkan perasaan wanita. Jika sudah memilih satu, dia tetap akan jadi pilihannya,""Jadi, mantannya–" ucapan Yuna menggantung. Ia melirik Jeff yang sama sama tengah memperhatikannya.Taei
Chapter 15Matahari pagi menelusup masuk lewat jendela, mengusik tidur kedua pasangan yang masih terlelap dengan saling memeluk satu sama lain. Awalnya mereka tidak peduli, tapi semakin lama, cahaya menjadi lebih terang membuat Yuna melenguh.Gadis itu membuka matanya, masih menemukan Jeffrey yang terlelap di sampingnya. Wajah pria itu sangat tenang. Hampir saja ia terlena dan melupakan bahwa Jeffrey harus kerja hari ini.Dengan lembut, Yuna menepuk pelan pipi Jeffrey, "Jeff, bangun. Kau tidak kerja?"Jeffrey melenguh. Ia malah semakin mengeratkan pelukannya dengan Yuna membuat gadis itu menahan nafas sejenak sebelum kembali menepuk pelan pipi Jeffrey."Jeff. Cepatlah bangun," ucap Yuna."Kenapa? Perusahaan itu milikku. Aku bisa berangkat kapan saja," jawab Jeff dengan suara serak khas bangun tidur."Baik jika itu maumu. Dan seperti katamu kemarin, aku ambil cuti ha
Chapter 16Hari ini Lalice dan Sicheng sudah mulai mengambil cuti menyisakan Yuna yang semakin sibuk di setiap menitnya. Bahkan ia rela melewatkan jam makan siangnya lagi demi setumpuk map yang sebagian besar belum ia sentuh."Lihat siapa yang akan lembur hari ini," ucap Johnny, bukan, lebih tepatnya pria itu mengolok olok Yuna sekarang. Bahkan dengan entenganya pria itu terkikik.Yuna mendengus, "Ada beberapa yang malam ini juga harus di serahkan,"Gadis itu meregangkan otot ototnya sejenak sebelum menghela napas dan menyeruput kopi panas."Kalau begini jadinya, bisa bisa aku pulang larut," lanjutnya.Johnny terkikik, "Mau ku temani? Aku menganggur di rumah,""Kalau tidak membantuku percuma saja," ucap Yuna.Lagi lagi pria di sampingnya terkikik riang, "Setidaknya kau tidak sendiri di sini. Aku bisa kau ajak bicara kalau kalau bosan,"
Chapter 17Pagi ini masih sama sibuknya dengan kemarin. Tapi setidaknya, Yuna bisa menyempatkan makan siang dan pulang seperti biasa nanti. Tidak ada Lalice dan Sicheng rasanya sangat sepi. Biasanya mereka akan bergurau sejenak atau memakan permen karet diam diam. Tapi kini, saat waktu luang Yuna hanya memainkan ponselnya. Saling berkirim pesan dengan Jeffrey. Yah, seperti yang dikatakan Jeffrey semalam, tugas mereka saling terikat langsung.Hingga sebuah email masuk, berisi undangan observasi salah satu cabang proyek Jeffrey di pulau Jeju, Korea Selatan. Dengan cekatan ia meneruskan pesan itu ke Jeffrey dan berakhir ia harus ke ruangannya."Masih kurang jelas?" tanya Yuna begitu ia duduk di hadapan Jeffrey.Jeffrey terkekeh, "Sudah. Tapi, ada satu hal yang harus aku bicarakan langsung denganmu,"Tidak menjawab, Yuna lebih memilih untuk menunggu kalimat yang Jeffrey ucapkan selanjutnya.
Chapter 18"Huh! Kau bukan Yuna!" erang Jeffrey melihat sosok tadi, kini berada di depannya lagi.Tidak ada jawaban. Sosok itu malah tersenyum miring, dengan membawa sebuah batu. Sedetik kemudian gadis itu mengangkat batu tinggi tinggi, menghantamkannya tepat mengenai kepala Jeffrey. Oh tentu saja tidak segampang yang kalian pikir. Jeffrey segera berlari tunggang langgang dan memasuki area gereja. Baru bisa ia bernafas lega melihat sosok tadi berbalik menuju hutan."Hey,""Yuna!"Jeffrey tersentak kala Yuna tiba tiba sudah berada di belakangnya, menepuk pundak Jeffrey pelan. Meski begitu, cukup untuk membuat Jeffrey terlonjak."Aku mencarimu ke parkiran, dan ternyata kau di sini. Acaranya sudah mulai. Ayo," ucapnya.Kini mereka berjalan menuju acara resepsi Lalice dan Sicheng. Menjadi saksi mata janji suci yang diucapkan, hingga cincin yang disematkan. Dan saat yang