Jihyun menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, kesal dengan semua yang sudah terjadi hari ini. Sudah cukup dipermalukan seperti tadi, Jihyun tidak akan mau membaca komik Busan In Action lagi. Sialan, ia tidak menyangka seseorang dengan nama pena Yeosong Bunny itu adalah bocah labil yang punya sepasang gigi seperti kelinci.
Reputasinya sebagai seorang mahasiswa baru hampir saja tercoreng jika tadi dia kelepasan menjewer kuping gadis itu. Dengan penampilan mencolok seperti itu, tentu saja ia akan mudah dikenali orang. Terlebih, lawannya kali ini adalah bocah SMA, bisa-bisa ia dituduh melakukan kekerasan pada anak dibawah umur.
"Hyun Myungsuk dan segala kehidupannya memang gila, arrgh!" Jihyun meracau frustrasi di depan halte bus. Saat bus tujuannya tiba, ia melangkahkan kakinya dengan cepat ke dalam sana dan segera mencari tempat duduk, menyamankan posisinya. Gadis Busan itu memasangkan earphone di telinganya dan mulai mencari channel radio favoritnya. Mendengarkan acara kesukaan di saat penat begini sepertinya adalah ide bagus.
Tak lama kemudian, acara favoritnya benar-benar dimulai. Ah, Jihyun suka sekali mendengar siaran radio ini, apalagi suara penyiarnya. Benar-benar merdu.
"Derap kaki dari beberapa sosok yang beralaskan sepatu menggebu di atas aspal jalanan. Berlari menyusuri setiap sisi jalan yang ramai ... mengabaikan pekikan histeris orang-orang, hanyut dalam dunia mereka dan menjadi gila untuk sekedar menikmati masa muda,"
"Masa muda itu ... sesuatu yang jahat. Aku tidak berpikir kalian semua akan setuju dan mengatakan hal yang sama. Tapi percayalah, hanya ada kegilaan di masa muda dan hal itulah yang membuat hidup kita kuat sampai sekarang."
Jihyun tersenyum dalam diam. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat tiga puluh malam dan bus tampak sepi. Hanya ada penerangan dari lampu jalan yang temaram, menambah sunyinya malam yang ia lewati seorang diri.
"Selamat malam. Bagaimana kabar kalian? Ini adalah siaran rutin dari radio setiap minggu malam. Ya, benar ... kalian sedang mendengarkan suaraku sekarang-"
"-Kembali lagi bersama M, dalam siaran musik sederhana yang kuberi judul I Love You From Daegu."
"Siapa yang ingin kau ucapkan I Love You pekan ini?"
Samar-samar alunan musik klasik kembali terdengar memenuhi indra pendengarannya. Jihyun menunggu suara merdu itu kembali terdengar setelah jeda yang ia buat selama beberapa detik.
"Sebelum menunggu penelepon hari ini, seperti biasa aku akan memutarkan sebuah lagu untuk kalian. Malam ini kita akan berbicara tentang masa muda. Masa muda yang penuh dengan kenangan persahabatan, teman-teman, pencarian jati diri dan sesuatu yang sulit sekali untuk dilupakan sepanjang sisa hidup kita."
"Untuk kalian semua yang sedang mengenang masa muda bersama dengan teman-teman, aku akan memutarkan sebuah lagu dari grup vokal asal Inggris yang sangat terkenal."
"Mari kita dengarkan bersama ... History dari One Direction."
Setelahnya, Jihyun ikut hanyut dalam alunan lagu yang mengalun lembut. Sebenarnya, ia sangat ingin sekali menghubungi acara ini. Yah, sejak kemunculan program ini tiga bulan yang lalu, Jihyun begitu tertarik dengan suara sang penyiar yang memperkenalkan dirinya sebagai M. Menurutnya, orang dengan identitas misterius itu sangat hebat. Suaranya merdu dan ia pintar membawakan suasana. Sesekali, M menyumbangkan suaranya untuk menyanyikan satu lagu. Setelah itu, seorang penelepon yang beruntung akan mendapat kesempatan untuk curhat sejenak pada pemuda bersuara merdu itu, lalu diakhiri kepada siapa ia ingin mengucapkan I Love You. Tak jarang, banyak gadis yang berkata jika mereka ingin bilang I Love You pada M, dan penyiar itu hanya akan menanggapinya dengan suara tawa lembut.
Bahkan Jihyun yakin M adalah sosok lelaki kalem yang banyak digilai wanita di dunia nyata. Sial, ia hanyut dalam lamunannya sendiri. Sampai sebuah pemikiran gila terlintas di kepalanya. Apa orang bernama M ini lebih tampan dari Dantae?
Jihyun tidak tahu.
****
Belum ada dua puluh detik ia kembali memejamkan matanya, sesuatu yang berat terasa memeluk tubuhnya dari samping. Dantae terpaksa kembali membuka matanya dan melihat kekasihnya tengah melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Dantae sambil memasang raut wajah kesal.
"Lepaskan, Jihyun. Aku tidak bisa bernafas." Dantae berusaha menyingkirkan tubuh kekasihnya, namun tak digubris. Yang lebih muda hanya menggeleng kasar kemudian menarik-narik bajunya.
Jihyun membuang nafas. "Banyak hal menyebalkan hari ini, Oppa. Tapi yang paling parah, wajahku disiram kopi oleh bocah kurang ajar."
Dantae mengerjap. Umpatan macam apa ini. Dantae jarang melihat Jihyun marah. Maka, jika kekasihnya tidak sedang dalam mood yang baik, ia tahu tak akan bisa menahan amarah Jihyun. Gadis Busan itu akan melampiaskannya dengan merengek dan mengomel. Dantae harus lari sekarang juga.
Alunan lagu Runaway Baby milik Bruno Mars terdengar memenuhi ruangan, membuat Jihyun dan Dantae sama-sama terperanjat. Sial, kenapa tetangga mereka berisik sekali di jam malam begini. Serius, itu benar-benar tetangga mereka. Entah kenapa Dantae merasa tetangganya adalah seorang cenayang.
"Ceritakan pelan-pelan, Jihyun." Dantae masih berusaha melepaskan pelukan itu dari pingganya, sementara sang lawan bicara masih belum berniat untuk mengubah posisinya.
Sang rapper menghela nafas. "Jihyun, kau boleh bercerita apapun sampai pagi asalkan menyingkir dari tubuhku." Nada bicara itu terdengar begitu jengkel, Jihyun tahu itu. Tapi ia sama sekali tak mau menuruti ucapan kekasihnya.
Yang lebih muda malah menarik-narik baju yang dipakai Dantae, memukul pelan dada bidangnya, menghembuskan nafas kemudian menatap kekasihnya dengan bibir yang mengerucut.
"Kalau begitu Oppa diam saja malam ini." Sekarang gadis berambut merah muda itu melepaskan jaket yang membalut tubuhnya. Akhirnya ia melepaskan pelukannya dari pinggang Dantae. Tapi raut wajahnya masih cemberut
"Mau apa kau?" Yang lebih tua memalingkan wajahnya karena tersipu malu. Wajah cemberut Jihyun terlihat sangat imut di matanya sekarang.
"Memangnya kenapa? Apa yang kau pikirkan!?" Sekarang gadis itu meninggikan nada suaranya. Jihyun pikir Dantae sedang memikirkan sesuatu yang kotor, makanya ia tiba-tiba tersipu begitu.
"Oppa, jangan kau pikir aku membuka jaketku untuk menggodamu, ya!" Ia menunjuk-nunjuk pria itu sambil memeluk dadanya sendiri.
Dantae mengerjap. "Si-siapa yang bilang!?" Ia ikut meninggikan nada suaranya. Yang membuatnya salah tingkah justru bukan tindakan Jihyun, tapi tuduhannya barusan.
"Aku tidak akan mengingkari janjiku sendiri, ya!"
Banyak pasangan yang melakukan hubungan intim dengan kekasih mereka. Tapi Dantae sudah janji tidak akan menyentuh Jihyun sampai mereka menikah. Ia tidak ingin membuat Jihyun canggung atau memaksanya. Ia ingin hubungan ini berjalan pelan-pelan.
"Kau tidak bohong?" Tanya Jihyun sambil melayangkan tatapan sinis, membuat pria berkulit pucat itu kemudian menggeleng cepat. Bisa gawat kalau Jihyun lebih marah daripada sekarang.
"Aku serius, Bae Jihyun. Jangan berpikiran seperti itu, kau tahu sejak dulu aku mencintaimu dengan tulus."
Lee Dantae memang tidak terlihat seperti pria romantis di drama Korea. Tapi sebenarnya, di balik sifatnya yang cuek, ia selalu memikirkan orang-orang di sekitarnya dan peduli pada mereka. Dantae hanya tidak pernah menunjukkannya secara langsung karena ia tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaannya.
Tapi saat bersama Jihyun, dia menjadi pria yang lembut dan penyayang. Ia juga tidak swgan bersikap romantis di hadapan kekasihnya.
"Oppa, jangan tinggalkan aku, ya." Kedua tangan Jihyun kembali memeluk Dantae dengan erat sembari menyandarkan kepala di dadanya. Bibir gadis itu menyentuh kulit dadanya yang terekspos, terasa dingin seperti es, mungkin pengaruh angin malam dan Air Conditioner. Dengan cepat, Dantae segera membalas pelukan itu dan mengelus pelan surai merah muda kekasihnya.
"Aku tidak akan meninggalkanmu, Jihyun. Setidaknya untuk sekarang, sebelum waktunya tiba untukku pergi."
Bisikan itu menggetarkan hatinya, membuat tangisnya nyaris pecah detik itu juga. Ucapan Dantae sontak membuat Jihyun kembali mengingat sesuatu yang ingin dia lupakan. Selamanya.
****
Suara yang dihasilkan oleh ketukan jemari jenjang pada keyboard laptop memenuhi ruangan kamar yang sunyi. Sosok cantik itu tengah asik dengan blognya, mengabaikan satu sosok lagi yang sekarang tengah sibuk menorehkan goresan-goresan kasar pena di atas kertas putih. Seojin tak mau menatap adiknya yang tampak kesal sejak kepulangannya sore tadi. Kalau tidak salah, tiga puluh menit yang lalu Sunmi cerita soal pertemuannya dengan gadis bernama Bae Jihyun yang membuat hatinya panas akhir-akhir ini. Keributan terjadi setelah Sunmi menyiram wajah Jihyun dengan segelas iced americano yang disaksikan oleh puluhan pasang mata. Sungguh, Seojin tidak mengerti jalan pikiran adiknya, dasar bocah. Wanita cantik itu kemudian menutup halaman blognya saat ia sudah menyelesaikan postingannya, kemudian beranjak dari kasur, menghampiri Sunmi yang asik menggambar di kursinya. Helaan nafas berat terus terdengar ketika ia melangkah mendekati s
Sunmi memutar-mutar pensil di tangannya, tak fokus sedari tadi karena mengingat kata-katanya sendiri beberapa hari yang lalu. Sebenarnya ia tak berniat untuk membuat Myungsuk marah, tapi karena perkataannya tempo hari, sampai sekarang kekasihnya itu belum juga menghubunginya.Waktu istirahat akan berakhir sebentar lagi, dan Sunmi masih belum beranjak dari kursinya sejak bel berbunyi. Panggilan dari teman sekelasnya tak ia hiraukan, seolah pikirannya hanya mampu fokus pada satu hal.Pada Hyun Myungsuk yang ia rasa mulai menjauh.Gadis itu menghela nafas berkali-kali, lelah sendiri dengan skenario bodoh yang sudah ia buat. Sunmi mengutuk Myungsuk dalam hatinya. Brengsek, apa dia masih butuh aku, batinnya. Persetan kau, ulzzang brengsek.Lama bermonolog sendiri, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia lekas mengambilnya dan melihat sebuah pesan masuk yang dikirimkan oleh seseorang beberapa detik yang lalu.
Hujan turun secara tiba-tiba malam ini. Padahal, sejak tadi sore belum ada tanda-tanda akan turun hujan, awan mendung pun tak terlihat. Keempat orang yang baru keluar dari restoran itu menatap tak percaya pada jalanan basah di depan mereka. Hujannya sangat deras, dan sialnya Seojin masih punya pekerjaan."Aku harus menyerahkan file ke Bos sebelum dia berangkat ke luar kota besok." Wanita cantik itu mengoceh panjang lebar sejak mereka mendengar suara hujan. Wooseok sudah ingin menutup telinganya rapat-rapat jika saja bukan Seojin yang sedang berbicara seperti kereta api.Aku tidak peduli, Noona. Persetan dengan semua file milik Bos mu, telingaku rasanya mau pecah, batin Wooseok. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk benar-benar meneriakki Seojin karena ia ingat kalau pekerjaan tetap pujaan hatinya selain food blogger adalah Chef di salah satu hotel bintang lima. Dan demi Tuhan, Wooseok pernah tak sengaja membuka salah satu file milik Seojin. S
Inbox (1)From: Kang WooseokHai, Noona ... apa kabar? Hari ini sudah makan berapa kali? Perlu kutemani ke supermarket, mungkin? Kapan kita bisa bertemu?Inbox (1)From: Kang WooseokSeojin-noona, kau ada di rumah? Aku ingin bertemu :) ayo kita makan siang bersama~Inbox (1)From: Kang WooseokNoona, hari ini luang tidak? Ayo temani aku ke toko sepatu. Oppa di rumah, kan? Aku jemput sekarang, ya ....Inbox: (1)From: Kang WooseokNoona, hangout bersamaku, ya? Aku bosan. Miss u Noona :(****"Bagus, Seojin ... bagus. Ya, ke kiri sedikit."
Myungsuk menyelesaikan tugas kuliahnya tepat pukul sembilan malam ini. Inginnya langsung tidur dan memimpikan anak anjing yang lucu seperti kemarin, tapi sepertinya ia harus mengubur semua keinginannya sekarang, karena lagi-lagi sesuatu bernama deadline terus membuat kedua matanya tetap terjaga semalaman penuh.Ia tidak ingat kapan Jihyun kembali ke rumahnya hari ini. Sejak pagi mood pemuda itu benar-benar buruk. Ia mencoret gambar yang sudah hampir jadi, lalu menggambarnya kembali dengan asal-asalan. Tentu saja hal itu membuat Myungsuk semakin lama mengerjakan gambarnya. Belum lagi jam kuliah yang harus ia kejar. Ini semua benar-benar berat jika dipikir berulang kali, tapi mau bagaimana pun, ia sudah terlanjur mengerjakan semuanya.Pertengkaran dengan Sunmi masih belum selesai. Gadis Busan itu bahkan masih belum menghubunginya sampai sekarang. Tadi pagi Myungsuk menemuinya ke sekolah, bermaksud untuk meminta maaf. Namun sepertinya mood Su
"Dantae-ya, kenapa membeli jajangmyeon di jam segini? Apa kau sangat sibuk akhir-akhir ini?"Dantae kenal baik dengan paman penjual jajangmyeon yang ada di kedai ini. Beliau biasa membuka kedainya dari pukul tujuh malam hingga pukul dua pagi. Biasanya, Dantae makan di sana bersama Wooseok atau Seojin. Tapi sesekali saat Jihyun berkunjung ke Seoul sebelum ia pindah, mereka juga suka kencan di sana, atau membeli jajangmyeon untuk dibawa pulang. Tapi malam ini, tidak ada seorang pun yang bersama Dantae hingga membuat lelaki paruh baya itu bertanya."Ke mana Wooseok dan Seojin?" Ia kembali bertanya sebelum Dantae menjawab.Pria Daegu itu hanya tersenyum sambil mengambil uang kembalian yang diberikan si lelaki paruh baya. Kalau Jihyun tidak sedang merengek seperti tadi, ia pasti akan pergi bersamanya ke kedai ini."Mereka sedang tidak bersamaku. Aku membeli ini untuk kekasihku, dia tiba-tiba ingin makan j
Ini sudah satu jam sejak kepergian Dantae, dan Jihyun masih belum mendapati kekasih cueknya itu kembali. Tidak mungkin Dantae diculik, kan. Lagipula siapa yang mau menculik orang kaku dengan raut wajah datar sepertinya.Tapi lama-lama ia kesal juga.Gadis itu mencoba untuk menghubungi kekasihnya lagi. Lima belas menit yang lalu, ia mengirim pesan pada Dantae tapi sama sekali tak mendapat balasan. Kali ini Jihyun mau langsung meneleponnya saja. Percuma dikirimi pesan lagi kalau tidak ada satu pun balasan.Ia mencari nomor Dantae dan menghubungi, namun tak ada jawaban sama sekali. Teleponnya tersambung tapi tidak diangkat. Sial, ke mana perginya pria cuek itu. Jihyun sudah mengantuk sekarang. Padahal ia ingin melupakan kejadian soal pertengkarannya dengan Sunmi di Coffee Shop itu dengan menghabiskan waktu istirahatnya dengan Dantae. Masa bodoh dengan wangi parfum di baju Dantae kemarin, yang jelas sekarang ia perlu kekasihny
Dantae memutar-mutar pensil di tangan kanannya. Pria Daegu itu masih belum menghasilkan lirik apa pun hari ini. Tangan kirinya ia gunakan untuk memijit pelipis yang terasa pening. Pertengkaran dengan Jihyun semalam masih mengganggu pikirannya, membuatnya tidak fokus bekerja. Ini hari minggu, tapi rasanya seperti tak ada libur dalam kamusnya.Wooseok tidak datang hari ini, katanya ada janji makan siang dengan Seojin-noona. Sedangkan dia harus rela pergi ke studio di jam yang sama seperti hari kerja. Mungkin itu juga yang membuat Jihyun tambah marah sekarang. Gadis itu bahkan tega mengabaikan seluruh teleponnya.Dantae ingat apa yang terjadi tadi pagi. Jihyun terus diam dan itu berarti dia benar-benar marah. Pukul empat lebih tiga puluh menit ia memarkir mobilnya di depan kantor penerbit BoRa, dan ia harus memaksa kekasihnya agar mau bicara padanya sepanjang perjalanan. Marahnya Jihyun yang paling menyeramkan adalah diam, dan Dantae sudah ja