“Istriku, carilah rumah di Surabaya. Aku akan membelikanmu sebuah rumah mewah.” Rangga sudah membayangkan akan hidup parlente dengan seluruh uang milik Ratih.Kapan lagi kesempatan ini datang. Setelah berjuang sekian lamanya, akhirnya apa yang dia cita-citakan berhasil dia dapatkan.Tania yang saat itu sedang sibuk di warung segera berlari ke meja kasir saat mendengar suara notifikasi pada ponselnya.Kedua mata Tania pun terbelalak. Ia langsung memekik bahagia. “Ibu! Ibu, sini Bu. Baca ini, pesannya si Rangga! Bu!” teriak Tania sambil mengejar ibunya yang sedang berada di belakang.Marleni yang melihat anaknya sangat bahagia pun langsung tau kalau ada kabar baik. Ia langsung berdiri dan menghampiri Nia dengan gerakan yang sangat cepat Leni segera mengambil ponsel dari tangan anaknya.“Mana?” tanya Leni juga tidak sabaran untuk membaca isi pesan tersebut.“Ini, Bu! Ini, baca pelan-pelan, Bu. Jantungku rasanya mau meledak bahagia membacanya!” pekik Nia dengan kedua matanya yang berbinar
“I love you, Mama.” Deva langsung memeluk Ratih dengan posesif.“Deva, kau!” bisik Ratih sambil berusaha mendorong Deva dan Deva memberikan kode pada Ratih kalau Saka terlihat tersenyum.Hingga akhirnya Ratih tidak kuasa menolak pelukan Deva yang menggetarkan tubuh dan jiwa Ratih saat itu. Saat Deva tidak sengaja menyentuh liontin di leher Ratih saat itulah Ratih mendapatkan kembali kepingan baru ingatan bahagianya bersama Deva.“Deva?” lirih Ratih menatap Deva dengan kedua mata polos dan kebingungan.Deva yang juga berdebar, seketika terhenyak mendapati wajah Ratih yang memerah serta menatap dengan penuh arti.“Sari, tolong bawa Saka ke dalam rumah dan tinggalkan kami berdua,” ucap Deva tanpa mengalihkan tatapannya pada kedua manik hitam istrinya yang sanggup menenggelamkannya dalam gelapnya cinta buta tak berujung.“Ratih? Apa kamu baik-baik saja?” tanya Deva saat menatap Ratih yang terlihat tersengal dan wjahnya memerah, juga keringat dinginnya meluncur begitu saja.Ratih sangat ma
“Apa yang dia inginkan, Deva?” tanya Ratih tidak paham maksud batita yang satu ini.“Saka mau, kita tidur bertiga dalam satu ranjang yang sama,” jawab Deva menatap Ratih dengan tatapan tidak berdosa.Kedua mata Ratih pun terbelalak. “Apa? Kau gila?! Aku, tidak mungkin tidur satu ranjang denganmu!” tolak Ratih mentah-mentah.Saka pun langsung spontan saja menangis histeris. Membuat Ratih seketika panik. “Aku, aku tidak bisa seperti ini,” batin Ratih yang langsung merona menatap wajah Deva.Padahal Deva tidak melakukan apapun. Ia hanya menatap Saka dengan tatapan penuh kasih sambil mendiamkan anak pintar yang seolah paham akan perkataan kedua orang dewasa di hadapannya itu.“It’s okay, Saka. Tenanglah, kita kembali ke kamar kita yah. Tidur sama papa saja, mama lagi lelah dan butuh sendiri,” ucap Deva sambil menimang Saka penuh kasih sayang dan beranjak keluar dari kamar Ratih.Hingga saat selangkah lagi Deva keluar dari kusen pintu tersebut, Ratih langsung memegang tangan Deva dan menah
“Ah … Deva! Ah, Apa yang baru aku lakukan?” Ratih kembali menggila saat Deva justru semakin menekan lebih dalam lagi.“Bercinta, kita sedang bercinta. Aku … cinta kamu,” bisik Deva membuat Ratih meneteskan air mata.Ia merasa rindu dengan suara itu, hingga saat Deva memeluk erat tubuhnya Ratih. Peluh keduanya pun menyatu dan membuat kalung Ratih yang dipakai langsung mengeluarkan sebuah sinar kuning bercampur hijau menjadi satu.Saat itulah Ratih langsung terhentak ke dunia masa lalu. Ia melihat bagaimana dulu dirinya tertarik kembali memutar waktu untuk mengembalikan kehidupan Darman yang meninggal secara tidak wajar.Ia juga melihat bagaimana dirinya memiliki alasan untuk memutar waktu, saat dirinya dihabisi oleh Bagio. Pria yang memukul kepalanya dari belakang, pria yang selama ini dicurigai olehnya sebagai salah satu kaki tangannya Rangga.Ratih menangis dan ia menggeleng tidak percaya. Selama ini, dirinya terperdaya, pada akhirnya seluruh ingatannya pun kembali. Ia, lalu merasa t
“Baiklah Deva, mari kita selesaikan urusan yang sudah tertunda selama empat tahun terakhir ini,” ucap Ratih lalu memeluk Deva penuh kerinduan.Deva pun membalas pelukannya Ratih dengan perasaan yang sangat lega. Ia tidak henti-hentinya merapalkan doa dan ucapan syukur. “Aku cinta kamu,Ratih. Good night,” bisiknya membuat Ratih tersebut sambil memejamkan kedua matanya.Hingga akhirnya keduanya pun terlelap sampai matahari kembali bersinar. Keesokan harinya Ratih yang pada pagi hari itu telah kembali pada kehidupannya yang bahagia. Ia telah mengingat kembali siapa dirinya.Ratih juga sangat bersyukur saat ini dirinya ada bersama dengan Deva. Ratih pun segera menyiapkan sarapan seperti biasanya. Melihat Ratih yang selama beberapa hari ini masih tidak mau menyentuh dapur. Lalu mendadak sibuk dengan segala urusan dapur, membuat Sari bingung.Sari adalah salah satu pelayan setianya Ratih, menatap bingung sampai mengucek kedua matanya. ” Selamat pagi, Nyonya,” sapa Sari melihat Ratih tengah
Akhirnya ia menunjukkan pesan tersebut kepada Leni. “Ibu, lihatlah! Uang yang masuk hanya lima milyar! Aku benci sama Rangga! Kenapa mengurus seperti ini saja dia tidak becus!”Leni yang saat itu sudah terpengaruh dengan bayang-bayang kebahagiaannya pun menjadi tidak terlalu awas dan fokus terhadap perubahan sikapnya Rangga.Ia mengangguk dan menenangkan anaknya. “Sudahlah Nia, kamu tidak perlu menggerutu. Lima miliar bukanlah uang yang sedikit. Ayo, kita cari rumah di daerah Ciputra, kita bisa membayar uang mukanya dulu,”“Separuh uangnya bisa kita gunakan untuk yang lain,” ucap Leni membuat Nia akhirnya mengganggukan kepalanya walau ia masih sangat kesal.“Iyah Bu, aku tahu. Tapi, kalau saja perempuan sialan Ratih itu mengirim langsung dua puluh miliar hari ini. Kan, semua impianku akan terwujud. Aku, tidak perlu terlalu menghemat seperti ini,” keluh Nia tidak tau diri.Sedangkan Leni
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter