Dalam waktu satu menit, Rajendra telah tiba di hadapan Eesha dan Nanda yang sedang menunggu kedatangannya.
“Maaf, kondisi kantor sedang penuh keributan saat ini.”
“Tidak apa – apa, Paman.”
Rajendra menatap ke arah Nanda dengan penuh tanda tanya, “Inikah teman yang kamu maksud, Eesha?”
Eesha menganggukkan kepalanya, “Benar, Paman. Namanya Nanda. Dia teman yang aku ceritakan pada Paman.” Eesha memperkenalkan Rajendra kepada Nanda dan begitu pula sebalikanya. “Nanda, ini Paman Rajendra. Meski kami tidak berhubungan darah, tapi aku sudah menganggap Paman seperti keluargaku sendiri.”
“Saya Nanda, Salam kenal, Pak Rajendra.” Nanda menudukkan kepalanya sedikit sembari memperkenalkan diri dan bersikap sopan.
“Kamu bisa memanggilku Paman sama seperti yang Eesha lakukan. . .” Rajendra berusaha mencairkan suasana dan bersikap sa
Think of Each Other in The Heart singer: Ye Xuan Qing * Ketika jalan yang jauh itu hilang dan tidak ada yang melihat Ketika waktu kesusahan sudah berakhir untuk mengenalmu Semua tipuan orang yang dipercayai Hanya hati yang susah diperdaya ** 7 emosi dan 6 keinginan Semuanya di luar jangkauan 1001 pemikiran Bagaimana menenangkannya? *** Cinta memiliki keraguan Itu sebabnya tidak dapat disentuh Siapa yang tahu isi hatiku Aku tidak bisa memenuhi janji pada hubungan lama Reff: Aku hanya bisa melihatmu dari jauh dan menghabiskan hari - hariku dalam ketakutan dan ketidakpastian Sendirian menghabiskan musim dingin akhir tahun Hanya mendesah cepatnya waktu berlalu Jika akhirnya hancur, saya
Nanda yang berusaha mengejar Eesha, mendapati gadis itu sedang duduk di depan kantor polisi dengan wajah yang ditutupi oleh kedua tangannya. Tanpa banyak bertanya, Nanda melepaskan jaket yang dikenakannya dan meletakkan jaketnya di atas kepala Eesha.Nanda kemudian duduk di samping Eesha dan berkata, “Saat menangis, wajahmu yang cantik itu akan berubah menjadi jelek. . .”“Kamu sedang mengejekku?” tanya Eesha dengan suara serak dan sesunggukan.“Tidak. Aku mengatakan yang sebenarnya, karena itulah aku melepas jaketku dan meletakkannya di atas kepalamu agar orang – orang tidak melihat wajahmu yang jelek saat menangis.”“Terima kasih.” Eesha berusaha menutupi wajahnya dengan jaket Nanda yang berada di atas kepalanya.“Bolehkah aku bertanya?”“Apa yang ingin kamu tanyakan?” Eesha berbalik bertanya dengan sesunggukan.&l
Sesuai dengan janjinya, Nanda terus menggendong Eesha hingga tiba di jalanan di dekat rumah Eesha.Begitu melihat bangunan rumahnya yang sudah tidak jauh lagi, Eesha meminta Nanda untuk menurunkannya.“Turunkan aku.”Nanda menuruti permintaan Eesha dan segera berjongkok dan membiarkan Eesha turun dari punggungnya. Untuk sesaat, Nanda merasakan tubuhnya menjadi lebih ringan dari pada biasanya. “Apakah kita sudah sampai?”Eesha memberi tahu Nanda dengan menunjuk ke arah bangunan rumahnya yang serba putih. “Rumah dengan cat putih di sana, itulah rumahku.”Nanda melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Eesha. “Serba putih? Kenapa? Tidakkah kamu khawatir warna putih akan mudah kotor?”Eesha menggelengkan kepalanya. “Tidak. Rumah Kiran di tempat tinggalku dulu juga berwarna serba putih. Hanya bagian atapnya saja yang tidak. Aku meminta ibuku mengecat rumah ini s
Tiga hari kemudian. . . Trika, sahabat Eesha akhirnya diperbolehkan pulang. Setelah mengantarkan Trika bersama keluarganya pulang ke rumah, Eesha menyempatkan diri untuk mampir ke café tempat biasanya Nanda bernyanyi.Selama tiga hari ini, Eesha selalu menyempatkan diri untuk mampir ke café tempat Nanda bekerja namun selalu gagal untuk bertemu dengan Nanda. Dan hari ini begitu tiba di café, Eesha melihat Nanda sedang duduk santai di café sembari memakan es krim rasa strawberry.Eesha masuk ke dalam café dan langsung menepuk bahu Nanda untuk mengejutkan pria itu. “Kamu dari mana saja?”Nanda terkejut dan nyaris menjatuhkan satu suapan besar es krim yang hampir masuk ke dalam mulutnya. Nanda menatap bingung ke arah Eesha. “Aku??”Eesha menganggukkan kepalanya. “Ya, Kamu. Kalau bukan kamu siapa lagi. Selain kamu, aku tidak mengenal siapapun di caf&eac
“Bukankah kamu berjanji akan pulang, Kiran? Bukankah kamu berjanji akan bermain lagi bersamaku, Kiran? Dua puluh tahun aku menunggumu, Kiran. Dua puluh tahun juga, aku mengharapkanmu pulang.”Nanda terus bernyanyi tidak mempedulikan suara Eesha.Tidak berani berharap bisa bersamamu.Hanya bisa menyembunyikan cintaku darimu.Bahkan jika air mata jatuh menjadi hujan.Bahkan jika kata – kata sedingin es.Jika kekasih tidak bisa saling melupakan, kita akan saling mengenang di dalam hati.Eesha masih terus mengeluarkan semua kata – kata yang dipendamnya di dalam hatinya selama ini.“Kiran, kamu selalu menepati janjimu padaku. Kenapa kali ini kamu tidak menepatinya? Kamu jahat, Kiran. Kamu benar – benar jahat, Kiran.”Lebih baik melihatmu dari jauh, tidak berani berharap bisa bersamamu.&nbs
Begitu melihat Bundanya jatuh tertidur karena obat penenang, Eesha menarik lengan Amartya dan keluar dari ruangan tempatnya Bundanya sedang tertidur.“Kenapa kamu menarikku?” Amartya mengernyitkan alisnya melihat lengannya yang sedang ditarik oleh Eesha.“Antar aku pulang sekarang juga, aku harus memeriksa kebenaran dari ucapan Bunda padaku.” Eesha melepaskan genggamannya di lengan Amartya.“Siapa yang kamu ajak kemari hingga Bibi berhalusinasi dan mengatakan bahwa Kiran masih hidup?” Amartya bertanya dengan wajah penuh rasa penasaran.“Aku akan mengatakannya nanti jika aku sudah benar – benar memastikan bahwa ucapan Bunda itu salah. . .”Amartya dan Eesha kemudian berpamitan kepada Eila, Ibu Eesha dan segera bergegas berangkat menuju ke rumah Eesha. Amartya dengan sengaja meminta Ravindra tetap berada di rumah sakit untuk berjaga – jaga jika Ishya bangun dari
Satu persatu kejadian yang baru saja terjadi antara Eesha dan Nanda kini berputar kembali dalam pikiran Eesha. “Apakah sebanding Kiran dengan semua tragedy yang terjadi sebelum ini dan yang mungkin akan terjadi setelah ini? Dua korban sudah jatuh karena pencarianmu ini. Aku tidak bisa mengatakan dengan pasti alasan dari pembunuhan ini, tapi banyak orang menduga lagu itu adalah penyebabnya. Penantianmu terhadap Kiran dan korban – korban yang berjatuhan, apakah itu sebanding?” Eesha mengingat lagi pertanyaan Nanda kepada dirinya mengenai penantiannya terhadap Kiran dan korban – korban yang berjatuhan. Perlahan air mata mengalir di wajah Eesha sama seperti hujan yang jatuh membasahi jendela kaca taksi tempat Eesha berada sekarang. Penantian itu sebanding, Kiran. Kenangan kejadiannya bersama terus mengalir dalam pikiran Eesha. “Mungkin kamu benar. Tapi, setidaknya ada satu orang yang tidak menyur
Dengan mobilnya, Nanda dan Eesha akhirnya sampai di depan rumah sakit tempat Bunda Eesha dirawat. Nanda turun lebih dulu dari mobilnya dan bergegas menuju ke pintu di mana Eesha akan turun dari mobil. Sebelum Eesha membuka pintu, lebih dulu Nanda telah membukakan pintu untuk Eesha.Mobil tipe jib milik Nanda ukurannya lebih tinggi dibandingkan mobil – mobil lainnya dan mobil yang biasa Amartya miliki. Sepatu yang dalam keadaan basah oleh hujan membuat Eesha yang hendak turun dari mobil Nanda sedikit tergelincir dan nyaris membuat Eesha jatuh. Melihat Eesha yang hampir terjatuh, Nanda dengan cepat menangkap tubuh Eesha ke dalam pelukannya dan Eesha secara tidak sengaja menarik kepala Nanda karena berusaha menemukan pegangan.“Kamu baik – baik saja?” tanya Nanda yang membantu Eesha berdiri tegap menemukan keseimbangannya.Eesha menganggukkan kepalanya. “Aku baik – baik saja. . . maaf.” Eesha melirik kepal