Share

Sikap Aneh Sang Tuan

"Menurutmu?" 

Suara dingin Raymond membuat Rara semakin yakin jika yang kini ada di atasnya adalah Raymond bukan halusinasi belaka.

Tak lama dari kalimat itu, tubuh Raymond mengguling ke samping Rara. Peluh di tubuh, juga napas yang memburu menjadi saksi bagaimana pria itu mendapatkan kepuasan, meski si gadis kecil tidak melakukan apa pun. 

Apa Raymond sudah gila? Atau kecanduan dengan tubuh Rara yang terus membuatnya jatuh kepayang tanpa usaha?

Saat Raymond mulai memasuki alam mimpi, Rara yang tidur di sebelah pria itu justru terjaga. Keningnya mengerut dalam. Sebersit rasa kecewa tiba-tiba muncul di hatinya. 

'Kenapa sudah pulang? Bukankah pelayan bilang jika dia meeting diluar negeri?'

Rara memandangi wajah Raymond yang terlihat lelah kemudian dia meringkuk membelakangi sang Tuan. Air matanya merembes keluar membasahi pipi. Gadis itu menangis dalam diam, hingga tertidur karena kelelahan. 

Meski sudah berkali-kali disetubuhi Raymond, hati Rara rasanya masih saja sakit. Padahal dia sudah memutuskan untuk berdamai dengan semua, menerima semua takdirnya tapi entah mengapa dia masih sulit menerima nasibnya yang 'kotor' karena jamahan pria matang itu di sekujur tubuh.

Pagi harinya, Raymond menjadi orang pertama yang lebih dulu membuka mata. Dia tersentak kaget mendapati hari sudah siang, ditambah posisi tidurnya yang tidak biasa. "Bagaimana bisa aku memeluk wanita ini?" gumamnya dengan heran. Tangannya yang semula membelit posesif pinggang Rara, kini dia tarik secara perlahan.

Merasakan pergerakan yang mengganggu, Rara pun turut membuka mata. Tubuhnya ikut tersentak ketika melihat jam. Dia pasti akan kena marah oleh Raymond, pikirnya.

"Maaf Tuan, saya bangun kesiangan."

Raymond tidak mengacuhkan permohonan maaf Rara. Dia justru melenggang tanpa suara ke arah kamar mandi. Sementara Rara langsung membersihkan tempat tidur mereka. Tak lupa dia mengganti seprei karena begitulah titah Raymond sebelumnya, mengganti seprei setiap hari.

Beberapa saat kemudian, Raymond keluar kamar mandi hanya dengan handuk kecil yang melilit di pinggangnya. Terlihat jelas bentuk perut Raymond yang seperti roti sobek, ditambah rambut basah juga air yang menetes, semakin membuat Rara melongo menatap sang Tuan.

"Siapkan pakaianku." Suara bariton Raymond membuyarkan lamunan Rara.

"Sa-saya?" Dia menunjuk dirinya memastikan ulang perintah Raymond siapa tau bukan dirinya yang dimaksud.

Raymond berdeham, sambil menatap Rara yang masih berdiri di tempat. Tatapan ringan namun penuh penekanan, membuat orang yang ditatap ketakutan setengah mati.

Segera, Rara masuk ke area wardrobe. Dia mengambil setelan jas warna hitam lalu membawanya keluar.

"Ini Tuan." Dia menyodorkan setelan jas kepada Raymond.

Raymond yang tidak protes membuat Rara berpikir pilihannya cukup sesuai dengan selera pria itu. Terpujilah matanya yang sempat memperhatikan bagaimana pria itu berpakaian jika hendak bekerja. 

Bagai personal assistant, Rara diminta mengatur semua benda yang akan dipakai Raymond hari itu. Jam, dasi, sepatu ... Bahkan yang membuat Rara tercengang adalah, pria itu tidak ragu mengganti baju di hadapannya.

"Kenapa memutar badan?" Raymond bertanya ketika melihat Rara yang langsung memutar tubuh membelakanginya, saat dia melepaskan belitan handuk di pinggul. "Bukankah kamu sudah familiar?" Pertanyaan Raymond membuat Rara memejamkan mata.

Raymond berjalan mendekati Rara dan membuat tubuh gadis itu kembali menghadapnya. "Atau ... Kamu takut tergoda?"

Senyum tipis di bibir Raymond benar-benar membuat semu di wajah Rara semakin kentara. Pria itu ... Apakah terbiasa menghadapi wanita, membuat dia tidak lagi punya rasa malu saat berkata sevulgar itu? 

Rara tidak menjawab, tentu saja. Namun, raut wajah Raymond justru terlihat terhibur dengan kediaman dan sikap malu-malu gadisnya.

"Setelah ini, temani aku sarapan."

Rara kembali heran. Ada apa dengan sang tuan hari ini? Kelihatannya hari ini Raymond agak berbeda. Tidak ada omelan dari pria itu, dia meminta disiapkan pakaian, dan saat ini malah mengajaknya makan bersama. 

Namun, meski bingung melihat perubahan Raymond, Rara memilih menurut saja karena ya memang itu opsi yang dimiliki.

Begitu Raymond turun dari kamarnya, semua pelayan dan juga koki pribadinya berdiri di sekitar meja makan, mereka bersiap melayani Tuannya.

"Tetap di tempat, jangan ada yang melayani aku pagi ini." Suara bariton Raymond membuat semua pelayan maupun koki mengangguk pelan. Semuanya menurut, mereka tidak berpindah dari tempat sedikit pun. Tangannya menunjuk Rara yang berdiri tepat di sampingnya. "Kamu, layani aku." 

Kata layani begitu mudah Raymond katakan, apa selama hidupnya dia harus dilayani? tidak bisakah Raymond melakukan sesuatu sendiri tanpa harus dilayani? apakah semua orang berkuasa seperti itu? ataukah hanya Raymond saja?

"David, siapkan mobil." Kini tatapannya beralih ke Rara "Kamu, kembalilah ke kamar."

Sebelum Raymond bangkit dari kursi, Rara sudah melenggang pergi kembali ke kamar.

**

"Bersiaplah, kita akan keluar negeri."

Titah dingin dan mendadak membuat Rara terus menatap Raymond dengan ekspresi yang sulit diartikan. Usai sarapan tadi, tuannya itu sudah akan berangkat ke kantor. Namun, Rara tak tahu kenapa sekarang pria itu justru kembali lagi ke kamar? ada apa? 

Dan, apa katanya tadi ... 'Keluar negeri?' Rara keheranan. "Maksudnya, Tuan?"

"Aku ada business trip keluar negeri, dan aku ingin kamu ikut denganku."

Mata Rara sontak membulat. Setelah kemarin pulang lebih cepat dan tiba-tiba, sekarang, mengapa sang Tuan mengajaknya turut serta dalam perjalanan bisnis?

"Tapi, saya tidak memiliki dokumen-dokumen sebagai syarat masuk negara orang, Tuan."

Raymond berdecak, kesal. Dia sama sekali tidak kepikiran, bagaimana seseorang yang tinggal di kota besar tidak memiliki paspor? 

Seketika Raymond memijat pelipisnya. "Sebenarnya, seberapa miskin dirimu?!" Ungkapan mengejek keluar begitu saja dari mulut Raymond.

Rara memercing kesal ketika bibir Raymond mengejeknya, memang dia sangat miskin tapi bukan bearti Raymond bisa mengejeknya dengan ucapan yang menusuk hati.

Kendati kesal karena rencananya harus molor karena Rara tidak memiliki passport, Raymond tetap mengusahakan sang gadis bisa pergi bersamanya. Dia menekan angka dan menghubungi David lagi. "Urus paspor gadis itu. Aku hanya akan berangkat jika dia ikut bersamaku."

David yang menerima titah tersebut mulai curiga, apakah Rara alasan berubahnya sikap sang Tuan belakangan ini?

Entahlah tapi yang jelas lagi-lagi David dibuat kelabakan dengan titah Raymond, membuat paspor jelas memerlukan waktu, sedangkan mereka harus berangkat siang ini.

Ilmu uang dan kekuasaan lah kini yang bekerja. Sehingga kurang dari dua jam paspor Rara sudah dicetak dan siap digunakan.

"Tuan semua sudah beres, saatnya kita berangkat."

Di hadapannya, Rara mengerjap. Raymond benar-benar berkuasa. Kekuatan uang dan juga jabatan Keluarga Corner memang benar-benar tidak terbendung. Terbukti, kurang dari 2 jam, persyaratan Rara untuk mengikuti Raymond perjalanan bisnis telah rampung. 

"Bersiaplah, ayo kita berangkat."

Titah Raymond benar-benar seperti titah raja, tidak ada yang mampu menghentikannya, bahkan keadaan bisa dimanipulasi sedemikian rupa agar keinginannya terwujud.

Singkat cerita mereka telah berada di kabin pesawat jet pribadi milik pria dingin itu tapi Rara mematung di samping pintu.

"Pesawat ini tidak akan lepas landas kalau kamu masih berdiri terus disana."

Raymond menatap kesal pada Rara yang masih mematung di dekat pintu pesawat. Binar kekaguman di mata gadis itu begitu kentara.

Namun, Raymond tidak tahu kalau di balik tatapan kekaguman akan kekayaan Raymond yang memiliki pesawat pribadi, tubuh Rara bergetar hebat. Degup jantung wanita itu terus memacu, membuat keringat dingin mulai mengucur deras dari sela pori-pori.

Dengan pelan Rara berjalan dan duduk di samping Raymond, melihat luar jendela semakin membuatnya tak karuan, matanya mulai terpejam, wajahnya yang semula masih ada semburat merah kini memucat.

Raymond yang duduk di samping Rara mengerutkan dahi, heran melihat sikap Rara yang tidak biasa. "Kamu kenapa? Apa kamu sakit? Apa yang kamu rasakan?" Dia membombardir Rara dengan banyak pertanyaan.

Tangan Rara yang mengepal kuat sembari menggenggam sabuk pengaman diraih oleh Raymond. Dingin, sangat kontras dengan kulit pria itu yang begitu hangat. "Sa-saya takut, Tuan."

Meski suara Rara terdengar nyaris seperti bisikan, Raymond bisa menangkap ketakutan gadisnya. Segera, pria itu mendekatkan diri pada Rara, dan merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya.

"Tenanglah. Kamu akan aman jika bersamaku."

Dari kursi yang tak jauh dari mereka, sepasang mata terus menatap dengan tatapan menyelidik. Kerutan demi kerutan bermunculan di dahinya, merasa bingung dan heran akan sikap sang Tuan yang menurutnya jauh berbeda.

"Sejak kapan Tuan Raymond bisa bersikap hangat pada wanita seperti ini?"

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Oma Zian
lama" Raymond jatuh cinta ama Rara
goodnovel comment avatar
Libra Girl
sejak dulu kala david
goodnovel comment avatar
Dewi Ratna
lanjut thor....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status