Share

Perspektivisme

Sejak kali pertama melihatnya, Arnav punya firasat bahwa gadis ini bisa dia jadikan sebagai targetnya. Kebetulan pula dia memang sedang dituntut untuk memiliki pasangan pengganti. Arnav tidak mengira bahwa dia akan mendapatkan penawaran menikahinya, meskipun hanya sebagai pengganti adiknya yang nakal. Ya, Arnav tidak begitu keberatan. Bukankah dengan ini mereka sama-sama menjadi pasangan pengganti untuk satu sama lain?

Alhasil, pria itu langsung mengambil keputusan demikian begitu wanita asing dengan masker hitam di wajahnya itu tiba-tiba menodongkan pisau lipat dari dalam saku celana yang dia kenakan dan bergerak untuk mengancamnya dari belakang. Atau bahkan mungkin sebelum itu? Seperti saat asistennya mempersilahkan wanita itu masuk kemudian ia dapat mengagumi cara berjalannya yang agresif namun menggoda serta anggun. Semua itu adalah sebuah kombinasi yang komplikatif untuk membangkitkan sesuatu dalam dirinya yang telah padam bertahun lalu, bahkan bisa dibilang telah layu dan dingin.

Mulanya Arnav meragukan apakah semua kualitas yang dilihatnya dari wanita itu adalah sesuatu yang original dimiliknya. Seperti wanita misterius yang secara tidak sengaja meminta sebatang rokok pada dia misalnya? Mengingat kejadian itu dia jadi semakin tertantang. Tidak pernah dia temui tipe perempuan yang sulit ditaklukan. Kucing liar memang lebih menarik dibandingkan kucing mahal rumahan. Itu yang Arnav pikirkan.

Arnav menghentikan buaian nakalnya sampai disitu, tapi godaan berupa sentuhan ringan yang menyentuh kain rompi yang dia kenakan dan juga ucapan wanita itu membuatnya kian bersemangat. Meski begitu, sebagai figur seorang pria yang selalu disegani. Dia tidak diperkenankan untuk cepat memperlihatkan ketertarikan. Karenanya dia membuat sebuah kejutan kecil.

Di saat yang tepat pria itu mengulurkan tangan dan menarik lepas masker berwarna hitam yang berstagnasi di wajah wanita itu. Dia ingin mengungkapkan seluruh praduganya. Ketidak asingan yang aneh diantara mereka membuatnya berharap bahwa wanita ini adalah orang yang sama yang dia temui belum lama ini.

“Apa yang kau lakukan?!” Raellyn berusaha menyambar kembali masker yang telah Arnav curi darinya. Tapi pria itu lebih pintar, dia menyembunyikan masker itu dibelakang punggungnya. Menyimpan disaku belakang celananya dengan sangat mudah.

Arnav menyukai suara Raellyn yang rendah namun tetap tegas meskipun berada dalam situasi kebingungan dan terpojok. Pria itu bahkan lebih lega melihat versi suara ini dibandingkan suara yang beberapa saat lalu dia gunakan untuk menggodanya. Sebab jika betul versi yang awal adalah diri sejatinya, pasti Arnav akan langsung merasa jijik.

Sekarang tanpa masker yang menutup parasnya. Wajah dengan ekspresi keras dan mata abu-abu  yang sejak semula menarik perhatian itu terbeliak. Arnav tahu bahwa ini adalah takdir yang telah digariskan Tuhan. Warna mata mempesona seperti milik wanita ini mungkin hanya satu di dunia. Dan benar saja tebakannya tidak meleset sama sekali.

“Bingo, sekali lagi kukatakan bahwa kita akan bertemu lagi Miss Raellyn.”

“Kau menikmati kepura-puraan ini?!”

“Kau yang lebih dulu melakukan akting murahan didepanku. Seperti yang kau tahu aku adalah seorang director yang tidak akan mudah terkecoh oleh hal kecil seperti itu. Ada lebih banyak akting yang lebih baik daripada milikmu Miss.”

“Bedebah!”

“Kenapa menyalak? Bukankah sudah lumrah bagi seorang pria untuk menatap calon pengantinnya dengan cermat sebelum menjalani pernikahan yang sebenarnya? Terutama untuk situasi kita yang tidak lazim.” Arnav berkata dengan sangat santai. Sembari mengamati nadi di tenggorokan Raellyn yang nampaknya berdenyut cepat.

Pria itu kemudian kembali pada nakas, sambil mengulurkan salah satu gelas yang belum tersentuh dan memberikannya pada Raellyn. “Minumlah!” perintahnya, berharap Raellyn akan mematuhi tanpa dibarengi berbagai tanya.

Arnav bahkan sampai pada titik untuk berusaha keras tidak tersenyum saat melihat wanita itu merapatkan bibirnya. Ia sedikit berharap keberanian wanita itu tidak goyah oleh sebuah gertakan kecil. Sebab nyatanya Arnav punya ego yang tinggi. Ia bukan tipe pria yang akan semudah itu mengubah penawarannya dari uang menjadi sebuah pernikahan meskipun itu tawaran yang sangat menarik.

“Sejak awal aku datang karena memang untuk menuntut sebuah pernikahan.” Suara Raellyn kembali terdengar lagi. Wanita itu bahkan kini menegakan badannya dan melangkah ke depan muka pria itu tanpa keraguan. Dia mendorong gelas yang telah Arnav tawarkan. “Tapi bukan berarti aku menargetkanmu sejak awal. Urusanku disini untuk menuntut Arsene, tapi setelah tahu yang sebenarnya mana sudi aku menuntut pernikahan padanya. Karena itu meski aku meminta kau yang menikahiku, kau jangan besar kepala dulu Tuan! Dan satu hal lagi, aku tidak mau minum dari pemberianmu.”

Nah, itu dia. Semangat yang menggugah seperti itulah yang Arnav harapkan dari diri Raellyn yang membuat dia semakin penasaran dan meningkatkan rasa ingin tahunya. Dia memang berbeda dari perempuan yang mengemis rasa cinta dari permainan handalnya diatas ranjang, atau sekadar meminta beberapa lembar uang kertas murah yang tidak berarti. Nyali yang setinggi itu, juga semangatnya yang begitu bergejolak dalam diri wanita itu membuat Arnav semakin terhipnotis padanya.

“Baiklah. Kurasa aku salah menduga dirimu.”

Tatapan tajam dari mata Raellyn berpindah dari Arnav ke gelas yang beberapa detik lalu pria itu sodorkan. Sebab pria itu menaruh kembali gelasnya di tempat semula tanpa paksaan lebih.

“Ya, kau punya praduga yang terlalu berlebihan.”

“Benarkah?” Arnav terkekeh saat bunyi langkah kaki wanita itu mendekat padanya, membuat sebuah gema layaknya lecut cambuk yang merdu ditelinga. “Kau sangat berani rupanya.”

“Namaku adalah Raellyn, dan aku bukan sembarang wanita yang bisa kau taklukan.” Raellyn mengulurkan tangannya dan meraih dagu pria yang lebih tinggi darinya itu. Menariknya begitu saja hingga pria itu tertunduk dan mereka bisa sejajar. “Panggil pengacaramu sekarang juga. Aku membutuhkannya untuk mendapatkan izin khusus dan juga mempersiapkan kontrak pernikahan kita.”

“Wah, wah ...” Tangan Arnav kemudian balik menyerang wanita itu. Membuat situasi mereka kini terbalik. Pria itu mengitari leher Raellyn dengan tangannya, ibu jarinya meraba nadi yang berdenyut di pangkal leher wanita itu. Raellyn terpaksa membasahi bibirnya lantaran tiba-tiba merasa gugup dan bibirnya mendadak kering.

Arnav bisa merasakan adanya sebuah hasrat yang tiba-tiba menggelora dari dalam diri wanita yang berdiri dihadapannya. Tapi ia bersikeras untuk mengabaikannya. Sentuhan ringan itu terhenti, dan dengan cepat Arnav menyadari akan kesalahannya sebab dua mata yang menatapnya kini jelas dipenuhi oleh letupan emosi yang siap untuk mengamuk.

“Kalau begitu, biar kutebak. Melihat dari tindak tandukmu sekarang nampaknya kau tidak keberatan bila aku mencoba apa yang telah dengan beraninya kau tawarkan padaku, Miss Raellyn.”

Mendengar kata-kata Arnav kontan tubuh wanita muda dihadapannya membeku. Jelas sekali dia tidak suka pilihan kata yang Arnav lontarkan. “Mencoba? Aku bukan wanita murahan!”

“Tentu saja bukan, tapi kurasa ini bukan pertama kalinya untukmu.” Jari Arnav mulai bekerja menelusuri rahang Raellyn. “Aku masih membutuhkan validasi, dan mencari tahu soal siapa dirimu yang sebenarnya, Miss Raellyn.”

“Kepar—umph!”

Arnav cepat membukam makian yang hendak dilontarkan oleh wanita barbar dihadapannya dalam sebuah ciuman apik. Tindakan yang terbilang nekat namun juga punya tujuan pasti untuk mengejutkan seluruh kepekaan yang dia perkirakan sudah pasti telah dimiliki oleh Raellyn. Akan tetapi, yang terjadi justru malah sebaliknya. Arnav-lah yang malah terkejut dengan kenyataan yang dia dapati.

Bibir Raellyn terasa seperti buah cherry yang baru dipetik, tekstur yang begitu indah dan Arnav bertaruh bahwa bibir ini bisa memabukan pria tua dalam letupan gairah. Raellyn hanya bisa terdiam kaku, wanita itu tidak bergeming meskipun kini Arnav telah menangkup wajahnya dengan kedua tangan sambil memiringkan punggungnya. Seolah dengan tamaknya ia hendak menenggelamkan dirinya dalam sebuah ciuman yang lebih menyeluruh.

Ketika Arnav memberi sedikit jeda untuk wanita-nya mengambil napas. Pria itu malah tidak sabar dan langsung mengambil kesempatan yang ada untuk memasukan lidahnya dalam surga.

Arnav benar-benar tertegun menyadari betapa gairahnya telah tersulut sedemikian besar. Namun dia juga tidak menampik bahwa apa yang dia cecap dari diri Raellyn membuat ia geram sendiri. Entah mengapa wanita itu sukses mengirimkan sebuah amarah kedalam darahnya bagaikan sebuah racun berbahaya.

Sebab, setelah melakukan tindakan sejauh ini Arnav hanya bisa merasakan kemurnian wanita itu.

Ia bisa merasakan begitu banyak keraguan yang dia dapati tatkala pertemuan dalam surga terjadi. Mulai dari erangan lembutnya, tangan yang bergetar mencengkram pundaknya, dan tubuh Raellyn yang gemetar hebat. Jelas adalah sebuah jenis respon lugu yang mengungkapkan seberapa murninya wanita itu. Tidak ada kelicikan, tidak ada rayuan, dan tidak ada sedikitpun keahlian yang terlatih di balik reaksi yang nampak sangat alami tersebut. Itu adalah sebuah daya tarik yang sekali lagi membuat Arnav menaruh hati, lebih daripada apa yang pernah wanita lain lakukan terhadapnya.

Kini Rasa lapar kian menggerogoti. Dia bermain-main untuk sedikit membangkitkan indra wanita itu. Hasilnya punggung Raellyn yang melengkung, dan Arnav mengerang tatkala menemukan rintihan wanita itu sukses membuat dirinya tegang.

Kepolosannya membuat pria itu terlena. Namun itu semua baginya dianggap terlalu singkat sebab saat pria itu hendak meraup lebih melalu sentuhan pada lekuk tubuh Raellyn. Wanita itu refleks melepaskan dirinya dari ciuman Arnav yang penuh bahaya. Raellyn bisa melihat banyak sekali emosi yang terpendar dari wajah itu. Entah itu rasa malu, terangsang, marah, terhina, gugup, apapun itu Arnav tidak yakin yang mana yang menjadi jawaban aslinya.

“Kau benar-benar lelaki keparat!” bentak Raellyn.

Warna abu abu yang melekat pada dua netra wanita itu nampak seperti awan badai yang hampir meledak. Melepaskan seluruh amarah yang terikat. Bibirnya berkilauan oleh saliva atas penyatuan, ada seberkas rona merah di pipinya bahkan sampai menyebar turun ke leher dan telinga. Tubuh mungilnya menjadi tegang oleh banyaknya kemarahan.

Anehnya Arnav suka dengan pemandangan itu. Raellyn terlihat dua kali lipat lebih mempesona dan begitu mengagumkan ketika wanita itu dipenuhi oleh amarah.

“Jujur saja, aku sangat suka saat kau sedang marah. Mau langsung lanjut ke ranjang Nona?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status