“Buka matamu, Amber.” Serangan kasar sang lelaki tak meninggalkan ruang bagi Amber yang kini berada tepat di depan cermin besar untuk menjawab. Dia hanya bisa memberikan balasan melalui lenguhan dan desahan selagi menyerahkan diri sepenuhnya untuk lelaki yang terus menggerayangi tubuhnya
Desakan dari Dominic memaksa Amber untuk membuka mata. Netranya disambut oleh pantulan tubuhnya yang berada di bawah kungkungan pria tersebut. Terlihat Dominic menarik kedua tangan rampingnya dan menahannya dari belakang, membuat Amber tak bisa berkutik.“Mengapa dirimu yang menikmati ini, Amber? Tidakkah memuaskan tamu adalah tugasmu, bukan tugasku?” Dominic bertanya dengan seringai licik di wajah tampannya. Amber tahu lelaki ini hanya menggodanya, dan itu menunjukkan bahwa dirinya telah kalah telak dalam pergumulan keduanya.‘Sial!’Sejujurnya, Amber merasa harga dirinya tersakiti. Selama ini, dirinya selalu melayani klien-kliennya dengan kuasa. Namun entah apa yang merasuki dirinya, kali ini dia benar-benar tersihir di bawah sentuhan dari sosok Dominic Grey.Malu dengan kekalahannya yang tertampang jelas di cermin, Amber ingin menutup matanya kembali. Akan tetapi, ego menguasai dirinya.Dengan lincah, kaki Amber melilit kaki Dominic. Dalam hitungan detik, dia membalikkan keadaan dan berkuasa di atas pria itu.Keterkejutan yang terpampang di wajah pria tersebut membuat Amber memasang wajah penuh kemenangan. Dia mendekatkan diri kepada Dominic dan mulai menggigit gemas bibir pria itu.“Di tempat tidur, hanya aku yang boleh berkuasa, Dominic.”...Entah berapa lama mereka melakukannya, tapi yang jelas Amber harus mengakui bahwa dia kehilangan rasa pada kakinya. Dia yang berbaring berlapis selimut tebal hotel itu sekarang sedang menikmati sentuhan jari-jari milik pria yang berada di sisinya.Setelah yakin kekuatannya telah kembali–juga khawatir akan menyesali suatu hal yang lain–Amber memutuskan untuk bangkit meninggalkan tempat tidur. Namun, belum sempat dia menginjakkan kaki ke lantai, sebuah lengan kekar melingkar di pinggangnya dan menarik tubuh wanita itu kembali ke ranjang.“Aku belum mengizinkan kamu pergi,” ujar Dominic, menyematkan kuasa dalam nada bicaranya. Bibirnya sekarang menyapu pundak Amber yang mulus.“Satu janji temu, satu kali kepuasan, itu aturannya, Tuan Dominic.” Amber melepaskan cengkeraman pria itu dari pinggangnya dan kembali berusaha berdiri. Namun, Dominic malah memasang wajah dingin dan menariknya kasar ke dalam pelukan. “Tuan Dominic!” teriak Amber.“Tidak ada yang pernah menolakku,” ujar Dominic di telinga Amber, memeluk wanita itu dari belakang.Merasakan jari-jari pria itu menyusuri beberapa bagian tubuhnya, tubuh Amber bergidik, merasakan nafsu kembali berkumpul di inti tubuhnya. “Kalau begitu, aku akan menerima kehormatan untuk menjadi yang pertama,” balasnya ketus.Getaran rendah yang dihasilkan akibat tawa sang pria membuat Amber mengerjapkan mata, merasa dirinya diremehkan. “Tetap di sini,” Dominic mengulangi titahnya.Perintah itu serta kecupan-kecupan yang diberikan oleh Dominic di punggungnya membuat isi kepala Amber penuh dengan dilema. Dia tidak pernah sekalipun berlama-lama dengan klien. Satu kali bercinta, Amber biasanya langsung memaksa klien manapun untuk pergi, tak peduli seberapa menarik tawarannya.‘Tidak ada bedanya dirimu dengan pria lain, Dominic …,’ batin Amber. Walau hatinya memaki pria itu, tapi tubuhnya seakan larut di dalam segala sentuhan yang diberikan oleh Dominic.“Tidak perlu bercinta, temani dan bicaralah denganku,” ucap Dominic, membuat Amber mengerutkan keningnya, tidak menduga permintaan semacam itu akan lolos dari bibir tipis pria tersebut.“Bicara?”“Ya, bicara. Dan aku akan membayar dua kali lipat untuk itu,” jelas Dominic seraya menatap ekspresi wajah Amber yang terlihat tak percaya.Jawaban Dominic yang terdengar tegas, ditambah dengan tawaran yang menarik, membuat Amber merasa tergugah. Lagi pula, Dominic hanya meminta wanita itu untuk berbincang dengannya. Tidak ada yang salah, dan dia tidak menyalahi aturan … bukan?Sebuah senyuman manis terpasang di wajah Amber. “Tanpa sentuhan dan percintaan,” Amber mengutarakan syaratnya, diikuti dengan anggukan kepala Dominic yang langsung menjauhkan diri dari wanita itu.Di luar dugaan, Amber membalikkan tubuh dan menempelkan diri pada dada Dominic. Pria itu menaikkan alis dan bertanya, “Ini yang dimaksud tanpa sentuhan dan percintaan?” Ada godaan dari nada bicara pria tersebut.“Kecuali aku yang memulainya,” balas Amber, mendapatkan senyuman nakal dan menggoda dari pria di hadapannya.Amber tahu bahwa apa yang dia tawarkan bisa jadi sebuah permainan yang berbahaya. Namun, siapa yang tahan untuk tidak menyentuh lelaki itu dengan segala miliknya yang … menggiurkan?Di luar ekspektasi Amber yang mengira “berbincang” hanyalah akal bulus seorang Dominic yang manipulatif, ternyata pria itu sungguh tidak menyentuhnya dan hanya berbicara. Pembicaraannya yang serius membuat Amber gemas, menahan gairah yang muncul di sekujur tubuhnya. “Kurasa kedudukanku sebagai CEO dan penerus perusahaan Grey tidak mencapai telingamu.”“Aku tidak begitu peduli dengan dunia bisnis dan segala dramanya,” balas Amber yang sibuk menggunakan jari-jari lentiknya untuk menyusuri dada pria di hadapannya. “Aku hanya menginginkan uang,” imbuhnya seraya menghembuskan napas menggoda di leher Dominic. “Dan tentu kepuasan.”Sejauh ini, Amber tetap berusaha menjadi pendengar yang baik untuk Dominic. Dia berharap bisa mendapatkan informasi penting dari mulut sang lelaki yang mungkin akan berguna untuknya di kemudian hari.“Bagaimana denganmu?” Dominic berujar, kali ini tangannya mengangkat dagu Amber untuk menatapnya dalam. Tidak ada yang sensual dari gerakannya, tapi tatapan pria itu membuat tekad wanita itu sedikit goyah. “Kenapa kamu berakhir di sini?”Manik kuning keemasan Amber terarah pada bibir Dominic yang menggoda. “Terlalu panjang untuk diceritakan.”“Aku ingin mendengarnya.”Sebuah dengusan terlepas dari sisi Amber. Dia tidak percaya lelaki di hadapannya ini tertarik untuk mendengarkan kisah hidup orang lain. “Intinya, ini semua untuk bertahan hidup.”“Teman?”“Tidak ada.”“Saudara?”“Tidak punya.”“Orang tua?”Detik itu juga, keheningan menyelimuti ruangan tersebut.Dominic merasa dirinya telah menanyakan sesuatu yang tidak seharusnya ditanyakan. Namun, ekspresi yang ditampakkan wanita itu membuat dirinya merasa terpancing untuk mengetahui kisahnya lebih lanjut. “Amber?” panggilnya, menyadarkan Amber dari lamunannya.Amber hanya bisa tertawa palsu, menutupi rasa perih dan benci yang muncul di dalam hatinya. “Tidak punya ….”“Tidak ada yang tidak memiliki orang tua.”Pandangan Amber terangkat, menatap Dominic dengan tajam, dan dia pun berkata, “Bisa jadi aku yang pertama, Tuan Dominic.”Tak ingin memberikan informasi terlalu banyak kepada pria itu, Amber menekan Dominic ke ranjang dan menaiki tubuh pria itu. “Sepertinya, ada hal lain yang lebih menarik untuk ‘dibicarakan’, bukan begitu?”Tangan kekar pria itu menyusup ke dalam selimut, menyusuri ujung kaki hingga pangkal paha Amber, membuat wanita itu tak mampu menahan sebuah lenguhan untuk kabur dari bibirnya yang ranum. “Kalau tidak salah kuingat, kamu mengatakan ‘tidak ada sentuhan dan percintaan’?”Amber memberikan senyumannya yang menggiurkan. “Kecuali aku yang memulai, ingat?”Kedua orang itu pun kembali bergumul di tempat tidur, mengesampingkan segala niat untuk berbincang. Desahan dan lenguhan memenuhi ruangan, menutupi kesadaran.Namun, di balik ekspresi penuh kenikmatan yang dia tampakkan, sesuatu kembali menghantui benak Amber. “Tidak ada yang tidak memiliki orang tua,” Apakah ayah yang membuang anaknya sendiri bisa dibilang sebagai orang tua“Memalukan!” Teriakan seorang pria paruh baya dalam ingatannya membuat tubuh wanita itu menggigil. “Pergi dari sini dan jangan tunjukkan wajahmu lagi!’Ruangan yang tadinya hening tiba-tiba diisi dengan suara tamparan yang terdengar nyaring, tepat mengenai wajah Amber. “Dasar kamu anak tidak tahu diuntung! Kamu benar-benar mempermalukan Ayah, Amber!” Rasa perih dari tamparan oleh gadis-gadis di sekolah sebelumnya semakin menjadi-jadi, tapi itu tidak sebanding dengan hatinya yang tersayat kata-kata sang ayah.Mendengar amarah ayahnya membuat Amber tidak bisa berkutik, hanya air mata yang turun dari wajahnya yang bisa menggambarkan isi hatinya. Gadis itu menatap nanar ayahnya. Ketika dia pikir akan mendapat dukungan dari keluarga satu-satunya yang ia miliki, dia justru mendapatkan hinaan dan tamparan dari ayahnya sendiri. “Bukan aku yang memulai semua ini! Aku tidak bersalah! Gadis-gadis itu yang melakukan ini karena—“ Belum selesai Amber menyelesaikan pembelaannya, sang ayah sudah menyela dengan kasar. Tidak berniat untuk mendengarkan Amber lebih jauh.“Tutup mulutmu!” geram sang ayah sembari menatapnya nyalang. “Pers*tan dengan apa
Seringai terpasang jelas di wajah Dominic, menggenggam sebuah kartu memori sambil keluar dari pintu lobi hotel. “Hah, dasar jal*ng kecil” batinnya. Netra cokelat muda milik lelaki itu ditundukkan ke kartu kecil di tangan kanannya.Aktivitasnya terhenti ketika sebuah mobil sedan hitam terparkir di depannya, menunjukkan seorang lelaki dengan setelan formal dan rambut yang disisir ke belakang. Lelaki yang merupakan asisten pribadi Dominic itu bergegas membuka pintu mobil dan mempersilakan dirinya untuk masuk.Sepanjang perjalanan, mata Dominic disibukkan oleh banyak pesan di ponsel pribadi miliknya. Barulah ketika selesai, pandangannya terangkat ke arah Will, asistennya. “Bagaimana dengan urusan muncikari di Kota B kemarin?” tanya Dominic.“Ulahnya mempengaruhi banyak klien dan juga wanita-wanita kita, Tuan. Sudah saya bereskan, kita tidak akan berurusan dengannya lagi.” jawab Will. Matanya masih fokus ke jalan sambil sesekali melirik ke atasannya.“Bagaimana dengan wanita-wanita di bawa
“Kamu mengatakan bagaimana dia bisa mengetahui identitasku? Seharusnya aku yang bertanya padamu, Will!” teriak Amber, masih merasakan kesal karena rencananya yang gagal. “Oh ayolah, Amber. Sekarang kamu melemparkan kesalahanmu itu kepadaku? Seharusnya kamu bisa lebih berhati-hati. Aku sudah beberapa kali mengingatkanmu, kan?” ucap Will sembari memutar bola matanya.Tak pernah sekalipun terlintas di kepalanya kalau Dominic akan mengetahui identitas wanita itu terlebih dahulu. Amber merasakan amarahnya meluap mendengar jawaban dari lelaki itu, mengingat ketika Selena menghampiri Amber di kamar hotel dan memberi informasi baru terkait pekerjaan Dominic yang sebenarnya. “Hati-hati? Kamu bahkan tidak memberitahuku sosok Dominic yang sebenarnya, Will! Apa kamu pikir bisa semudah itu untuk mengetahui profil lelaki yang ternyata merupakan seorang mafia bengis?!” Amber mendengus kesal di telepon.Meskipun kesal, Amber tidak akan melupakan sosok Will yang merangkulnya dulu. Ketika SMA, hanya W
Brak!Suara gebrakan di meja cukup menyita perhatian beberapa pengunjung yang ada di dalam restoran. Bukan hanya gebrakan, tapi dua orang lelaki menawan dengan warna mata yang sama itu memang sudah cukup menarik perhatian bagi siapapun yang melihat keduanya.“Perjodohan? Ayah sudah gila, ya? Memanfaatkanku sebagai alat transaksi?” Dominic sedikit mencondongkan tubuhnya, kedua matanya menatap tajam ke lelaki paruh baya dengan rambut sedikit memutih yang ada di hadapannya. “Kecilkan suaramu,” balas lelaki itu, seraya memberikan Dominic segelas air mineral dingin dan meletakkan di depan Dominic. Dominic merasakan wajahnya memerah, melihat ayahnya sendiri memasang wajah yang santai, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Zaman sekarang, mana ada lelaki yang ingin dijodohkan? “Aku tidak akan pernah setuju.” tegas Dominic sekali lagi, tidak ingin menerima perintah ayahnya. Dominic bukanlah pria menyedihkan, untuk apa mengikat diri dengan satu wanita, jika dengan wajahnya saja dia bisa mendat
Dominic mendongak cepat, terkejut melihat sosok wanita yang kini ada di depannya. Netranya disambut oleh manik keemasan milik Amber yang menatapnya dengan menggoda.Amber menaikkan satu alisnya sambil menyeringai, seakan mengejek Dominic dengan kehadirannya.“Kenalkan, ini putri saya, Amber Moore. Amber, ini Dominic Grey. Dia yang akan menjadi pasanganmu nanti.” Lelaki paruh baya dengan setelan berwarna biru dongker itu dengan bangga memperkenalkan putrinya pada kedua pria berbeda generasi di hadapannya saat ini. “Dominic Grey,” ucap Dominic seraya menyambut uluran tangan Amber. Keduanya beradu tatap, bersandiwara seakan tidak pernah mengenal satu sama lain. Jabatan itu tidak langsung dilepas, Dominic bahkan sempat mengelus jemari Amber sebelum melepas tangannya.Suasana di ruangan privat restoran itu terasa dingin ketika semua sudah duduk. Kedua lelaki paruh baya yang sudah lama tidak bertemu itu disibukkan dengan pembicaraan bisnis, membiarkan Amber dan Dominic. Amber membolak-bali
“Lakukan dalam dua minggu lagi.” Ucapan yang dikeluarkan dari mulut Dominic membuat Amber terkejut. Maniknya bergerak ke arah Dominic, mencari isyarat dari lelaki itu yang menunjukkan bahwa dia hanya bergurau. Namun, yang Amber dapatkan hanyalah wajah tampan Dominic yang menatapnya tanpa ekspresi. “Dua minggu? Apakah kamu yakin dengan keputusan itu?” tanya Jonathan, tidak percaya bahwa perjodohan atas dasar kerja sama perusahaannya akan berjalan dengan mudah. Ketika menjabat tangan Dominic untuk pertama kali, dia merasakan aura yang kuat dan dingin dari lelaki itu. Seakan, apa yang dia inginkan, pasti dia dapatkan. Oleh karena itu, Jonathan merasa terkejut dengan Dominic yang menerima perjodohan itu dengan senang hati.“Sangat yakin, Tuan Jonathan. Bahkan, saya sudah bicarakan ini dengan putri Anda tadi. Benar, Amber?” Dominic melirik Amber, menunggu jawaban. Wanita itu menatap Dominic dengan kilatan emosi di matanya, mencoba menahan amarah dengan menggigit bibirnya yang merah. Domi
Kedua mata Selena membelalak tidak percaya, belum lagi dia merasa telinganya barusan pasti salah mendengar.“Maaf, apa aku tidak salah mendengar nama yang baru saja kamu sebutkan?” Selena bertanya pada Amber, karena dia ingin meyakinkan dirinya jika telinganya tidak sedang bermasalah.Amber menggeleng singkat.“Bagaimana bisa, Amber?”“Sebuah keajaiban mungkin? Selena ... ucapkan selamat, aku akan menikah dengan pria itu. Jadi setelah ini kamu tidak akan bekerja mengurus masalah klien ranjangku,” kata Amber.Selena mendesah pelan, dia hanya mengikuti apa yang diinginkan Amber, karena selama ini dia hanya bekerja pada wanita itu.“Lalu?”“Lalu, kamu akan tetap menjadi sekretarisku. Kamu tenang saja, Selena. Kemana pun aku pergi, kamu akan tetap ikut,” jawab Amber dengan yakin.Setidaknya Selena sedikit merasakan lega, dia tidak akan kehilangan pekerjaannya.“Hilangkan apa pun pikiran buruk yang ada di dalam otakmu, Selena. Kamu tidak akan pernah beranjak dari sisiku. Hubungan profesion
“Tu-tunggu sebentar, Ayah mengundang mereka?” tanya Amber. Seringai tipis tersirat samar di wajah cantik Amber.Sungguh tidak terduga sama sekali dia akan bertemu kembali dengan Dominic dalam keadaan ‘normal’, bukan pertemuan yang menciptakan hawa panas dan juga penuh gairah. “Maaf, Ayah tidak memberitahumu. Awalnya aku ingin memberikan kejutan padamu, Amber. Tetapi setelah mendengar semua ceritamu, mari kita mengubah segalanya, apa kamu bahagia?” Jonathan bertolak pinggang, dengan anggun Amber menggandeng tangan kokoh ayahnya.“Hm, aku sudah tidak sabar.”Keduanya menuruni satu per satu anak tangga.Ada sedikit perasaan lega di dalam hati Amber, setidaknya akan ada Jonathan yang membantu meluluskan semua rencananya setelah ini. Berdamai dengan ayahnya, tetapi belum dengan masa lalu. Karena masa lalunya masih belum juga tuntas bagi Amber.“Maaf membuat kalian menunggu.” Kalimat Amber adalah pembuka percakapan di antara mereka malam ini.Kedua mata Dominic terpana untuk sesaat melihat