Share

Resmi Dimadu

Setelah pernikahan usai, Bagas dan Andin langsung pergi bulan madu. Sementara, Eriska kembali menatap kepergian mereka. 

 

"Mbak ... kok bisa sih, mbak?" heran tetangga yang tempo hari bertanya. 

 

"Takdir," jawab santai Eriska. Dia memang sudah ikhlas, lagipula apa yang bisa dilakukannya selain berlapang dada?

 

"Mbak harusnya nolak, jangan mau dimadu. Kenapa nggak minta cerai?" Sederet pertanyaan yang mewakili rasa bingung juga heran Nina-tetangga dekat Eriska yang sekarang menjadi ibu satu anak. 

 

Eriska membuat garis senyuman yang begitu tulus. "Nggak apa-apa, anggap aja ladang amal buat aku." 

 

"Ya ampun mbak ...." Nina geleng-geleng kepala mendengar jawaban Eriska yang jauh dari dugaannya. 

 

Eriska dan Nina adalah teman sebaya. Mereka sama-sama berusia dua puluh lima tahun. Namun, tentu nasib rumah tangga mereka berbeda. Nina berhasil melahirkan anak dari suaminya, berbeda dengan Eriska. Usianya dan Bagas terpaut lima tahun, suaminya memang cukup berumur wajar saja jika pria itu tidak sabaran ingin menimang bayi. Pikir Eriska. 

 

Sekarang Eriska sendiri di dalam rumah, dia kembali menangis selagi meraup dadanya yang penuh luka. "Semoga kamu bahagia, mas. Semoga Andin nggak akan pernah ninggalin kamu." 

 

Sejauh yang Eriska tahu, sosok pelakor adalah wanita tidak baik. Banyak contoh bahwa kaum mereka hanya melakukan pernikahan semata-mata untuk uang. Prasangka itu muncul kala mengingat usaha Bagas yang sedang naik daun. 

 

Bagas dan Eriska bukanlah berasal dari keluarga sederhana, bisa dikatakan mereka orang berada. Namun, Eriska selalu berpenampilan sederhana dan jarang mengenakan make up. Dia adalah gadis dengan wajah cantik alami walau tanpa sentuhan make up, wajahnya sudah sangat memesona bagi siapa saja yang memandang bahkan Adam-temannya Bagas juga menyukainya.

 

Eriska bekerja di restoran milik Adam, mereka memang jarang bertemu. Namun, Adam mengenal betul sosok Eriska yang rajin dan mandiri. Pria itu juga hadir di pernikahan. Dia berdecak kesal pada Bagas, "Tega dia perlakukan Eriska kaya gini, kenapa nggak cerai aja!" 

 

Adam sesumpar sepanjang pesta pernikahan dan kali ini dia memberanikan diri menekan bel rumah Eriska setelah tahu Bagas pergi bersama istri keduanya. 

 

Ting tong

 

Bel ditekan perlahan takut mengganggu orang rumah. Adam berkeliling pada persekitaran selama menunggu pintu terbuka, tatapan matanya menyapu lingkungan tempat Eriska tinggal. Setelah cukup lama menunggu, pintu terbuka. 

 

"Eh, Mas Adam," sapa Eriska selagi mengontrol suara parau sisa menangis.

 

Adam sedang berdiri membelakangi pintu, dia segera menoleh kala mendengar suara Eriska. "Eriska, apa kabar?" tanya basa-basinya.

 

"Aku baik-baik aja, mas. Mas bisa lihat sendiri." Eriska terkekeh renyah.

 

Bahkan saat seperti ini kamu masih bisa tertawa. Hati Adam yang justru merasa membatin.

 

"Maaf, mas. Di rumah lagi nggak ada Mas Bagas. Maaf, Mas Adam harus duduk di luar," ucap Eriska menjaga fitnah.

 

"Oh iya, nggak apa-apa." Adam menyematkan senyuman kecil. 

 

"Silahkan duduk, mas. Tunggu sebentar aku ambilkan minum." Eriska berlalu ke dapur setelah mempersilahkan Adam. 

 

Adam bergumam kala duduk sendiri di luar, "Kamu wanita yang kuat, setegar ini kamu menghadapi Bagas." 

 

Tidak lama dua gelas jus jeruk hadir di meja kecil yang memisahkan pemilik rumah juga tamunya. "Ada apa Mas Adam kesini? Mas Bagas sedang ...." 

 

Adam segera memotong kalimat Eriska, "Iya, aku tahu Bagas sedang pergi. Aku ... cuma mau ketemu kamu."

 

Eriska tersenyum kecil selagi menunduk. "Ada perlu apa mas, sama aku?" 

 

Adam menggaruk kepala tidak gatal, tidak mungkin dia mengatakan ingin bertemu karena iba melihat Eriska apalagi menyatakan cintanya. "Eu-ah, iseng aja. Lagian kan kamu karyawan aku." Pria itu terkekeh. Dia seumuran dengan Bagas, sekarang usianya tiga puluh tahun.

 

"Oh ...," sahut datar Eriska, "silahkan diminum, mas," tawarnya pada Adam.

 

"Iya, makasih." Adam meraih gelas itu lalu menyesapnya sedikit. "Oh iya, kok bisa sih, Bagas ... menikah lagi?" tanyanya ragu karena ini adalah privasi rumah tangga walau dia masih lajang, tapi dia mengerti adab rumah tangga. "Maaf, nggak dijawab juga nggak apa-apa, kok." Adam kembali menggaruk kepala tidak gatal. 

 

"Ini udah takdir," jawab Eriska sama pada saat menjawab Nina.

 

Adam mengangguk-anggukan kepalanya perlahan selagi melirik Eriska yang hanya menatap kosong ke depan sana. 

 

Bagas emang bodoh, sia-siain Eriska. Batin Adam berdecak sangat kesal. 

 

Bersambung ....

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status