Perjalanan yang ditempuh cukup jauh sehingga Lara tertidur di dalam mobil. Mereka menyusuri jalanan yang di sisi kanan dan kirinya terdapat perkebunan teh dan juga kabut yang lumayan tebal karena hujan yang baru saja berhenti. Matahari mulai bergerak untuk tenggelam dan udara semakin terasa dingin. Beno memarkirkan mobilnya lalu keluar dan meninggalkan Lara yang masih tertidur. Terasa getaran saat Beno menutup pintu mobil membuat Lara terbangun dan terdiam sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya kemudian keluar mobil karena melihat Beno tengah berdiri tak jauh di depan mobil.
“mas, kita dimana?” tanya Lara sambil mendatangi Beno, “saya gatau tepatnya dimana, saya ga pernah mau cari tahu, yang pasti tempat ini dari dulu jadi tempat saya melarikan diri Ra” jelas Beno
“dari apa?” tanya Lara
“apapun” jawab Beno
“terus kenapa ajak saya kesini?” tanya Lara, “karena.. kamu satu-satunya orang yang ingin saya bawa pergi—melarikan diri maksudnya, saya paham be
PlakkkBeno ditampar keras oleh kakek di depan ruang ICU yang di dalamnya terdapat Lara yang sedang ditangani oleh dokter.“Ga becus! Salah saya nikahkan kamu dengan cucu saya!” Ucap kakek lalu terduduk di salah satu kursi di depan ruangan itu dan Beno hanya mampu tertunduk karena memang ia merasa tidak benar menjaga LaraTak jauh di sana terdapat Al yang menyembunyikan diri di balik tembok tak sengaja mendengar ucapan kakek tadi.Cukup lama Lara berada di dalam ICU, membuat Beno, kakek dan Al semakin khawatir dengan keadaannya. Dokter pun keluar dari ruangan itu dengan pakaian yang dominan hijau itu.“Bagaimana dok?” tanya kakek sambil berdiri begitu pula Beno dan Al menunjukkan dirinya“Tidak ada luka yang serius, hanya saja patah tulang hidung, sayatan pada dahi dan beberapa memar pada kaki” ucap dokter dan mereka bertiga pun serentak membuang napas lega“kalau begitu, saya pindahkan ke ruang perawatan&r
Beno membuka pintu rumah dan tampak Lara juga Al yang melangkah memasuki rumah Lara dan Beno itu.“Saya buatkan minum dulu ya” ucap Beno lalu pergi ke arah dapur membuatkan minum untuk Lara yang baru kembali dan Al yang baru pertama kali datang.“Kamar kalian dimana?” Tanya Al pelan“Itu kamar gue—” tunjuk Lara ke pintu yang dekat dengan ruang tamu, “itu kamar mas Beno” tunjuk Lara ke pintu dekat dapur yang terlihat dari arah ruang tamu“Ga sekamar?” Tanya Al, “enggalah” jawab Lara tegas“Loh bentar, kalau ga sekamar berarti ga pernah—” ucap Al terpotong, “enggalah!” ucap Lara emosi, “terus kalian udah ngapain aja?” tanya Al penasaran“ya… pegangan tangan, dicium—” ucap Lara terpotong, “bibir?!” tanya Al semangat, “dahi doang” jawab Lara lalu Al membuang napas dan menurunkan bahunya
Keesokkan harinya Lara tidak keluar kamarnya untuk pergi ke kampus. Beno pun yang akan pergi ke kantornya itu tidak yakin dapat meninggalkan Lara saat keadaannya seperti ini yang bahkan ia tidak tahu karena apa. “Halo, selamat siang” ucap Beno “Selamat siang dengan Bank Cahaya Ilahi, ada yang bisa kami bantu?” “Saya Rendhika Beno, izin untuk tidak datang ke kantor hari ini dikarenakan ada keperluan mendesak dengan istri saya sehingga tidak bisa ditinggal” “Baik pak, akan saya informasikan kepada hrd” “Baik. Terima kasih—tut!” Setelah selesai menelpon pihak kantornya untuk tidak hadir, Beno langsung melepas jas berwarna hitam dan melonggarkan kembali dasinya kemudian menyimpannya di bahu kursi di ruang tamu. Tokk—tokk—tokk “Lara” ucap Beno dan tidak ada jawaban Ceklek “Lara..” panggil Beno kepada Lara yang terduduk di kursi belajarnya,
Sidang diadakan dengan dihadiri oleh ketua jurusan, ketua himpunan jurusan, orangtua atau wali masing-masing pihak, perwakilan dari pusat pengaduan, Arya, Beno, Al, Rey dan terakhir Lara yang penampilannya terlihat berantakan—wajah yang pucat, pandangan mata yang kosong dan tubuh yang gemetar karena menjadi pusat dari semua orang di ruangan ini.“Kepada korban silahkan untuk menyampaikan kronologi kejadiannya” ucap seseorang yang berasal dari pusat pengaduan mahasiswa“Saya...dipang..gil untuk... keru..agan” ucap Lara patah patah“Dimohon untuk berbicara dengan jelas” ucap orang itu tegas“maaf menyela—“ ucap Beno lalu orang dari pusat itu mempersilahkan Beno untuk berbicara“—saat ini Lara sedang terguncang dan saya rasa itu terlalu sulit untuk menceritakan kronologinya, saya mohon untuk pihak lain mengerti dengan keadaannya” jelas Beno“baik, apakah dari pihak korban dapat menjelaskan kronologi kejadiannya? Selain dari korban”Rey mengacungkan tangannya
“Mas Beno itu siapanya Lala sih Al?” Tanya Igoy“Mas Beno?” Tanya Al lagi menyakinkan dan Igoy balas mengangguk, “ya kakak” jawab Al“Bukan kakak kandung kan?” Tanya Igoy lagi, “kenapa lo mikir gitu?” Tanya Al sambil menengok ke arah Igoy yang fokus dengen laptopnyaIgoy terdiam sambil menatap ke arah langit-langit ruangan himpunan “Ya.. gue rasa.. sayangnya dia ke Lala beda” Al pun ikut menatap ke arah yang sama, “iya sih, gue juga ngerasa gitu” ucap Al, “jadi gimana?” Tanya Igoy lagi, “gimana apanya?” Tanya Al heran“ada peluang buat gue dapetin Lala?” tanya Igoy, “nol besar, Goy” jawab Al dan terdengar hembusan napas Igoy kasar, “ya mencintai ga harus memiliki kan?” jawab Igoy pasrah dengen keadaanCeklek!Pintu ruangan himpunan dibuka kasar oleh Akew.“rusuh!” ketus Al kepada Akew yang ngos-ngosan“Gue.. dapet.. info” ucap Akew patah patah sambil menyodorkan sebuah flashdisk kepada Al“sini!” ucap Igoy sambil merebut flashdisk dari tangan Akew yang tid
“La, ini sidang terakhir, semoga kita bisa menang. Terus lo bisa balik lagi ke kampus kaya biasa, gue kangen banget makan soto bareng lo di pujas” ucap Al saat mereka berjalan menuju ruangan sidang yang sudah tidak asing Lara hanya bisa tersenyum tipis dan tidak berani berharap bahwa kemenangan berada di tangannya karena semua jalan nihil dan buntu untuk membuat Lara keluar dari masalah ini. “La la la, senyum dong kangen nih” ucap Igoy, “sempet sempetnya anjir” ketus Al, “La sini duduk bareng gue aja” ajak Akew lalu Lara menurut. Tak lama setelah Lara duduk, pihak Arya datang dengan wajah yang berseri. Sidang terakhirpun dimulai. Pihak Arya semakin gencar memojokan Lara bahwa Lara yang mendatangi Arya atas dasar kemauan sendiri agar nilai mata kuliahnya aman. “saksinya jadi dateng ga kew?” tanya Al, “jadi jadi, dia bilangnya jadi” ucap Akew panik, “tapi ini udah mau beres belum muncul juga” ucap Al Ceklek Pintu
Setelah dari kediaman Iki, Beno memutuskan untuk kembali ke rumah saja karena ia merasakan badannya sangat lelah dan juga kepalanya terasa memutar. Ia mengendarai mobilnya dengan perlahan karena pusing yang ia rasakan semakin hebat dan tak jarang ia hampir menabrak orang di depannya. Namun untungnya ia selamat sampai rumah.Beno membuka pintu rumah yang dikunci, itu berarti dua kemungkinan yaitu Lara di rumah atau Lara pergi keluar. Ia menghembuskan napas lega, karena mendapati Lara tetap pada posisi terakhir ketika ia tinggalkan. Dengan berjalan sambil terhuyung huyung ia menghampiri Lara yang masih terlelap.Mengusap pelan kepala Lara serta merapihkan rambut yang menutupi wajah Lara agar ia jelas melihat wajah istrinya itu. Merasa terusik, Lara pun membuka matanya pelan lalu terbangun cepat dan berlari menjauhi Beno.“Ra, kenapa?” ucap Beno masih dengan posisinya melihat Lara menjauh“Diem disitu” ucap Lara sedikit
“I don’t deserve to love to anyone” ucap Lara setelah isak tangisnya sedikit mereda, “saya.. bodoh, saya lupa tujuan saya apa dan sekarang saya kehilangan kesempatan itu mas” jelas Lara tanpa konteks tentang apa yang dimaksudnya namun Beno merespon anggukan bahwa ia paham apa yang dikatakan Lara. Beno memilih untuk tidak berbicara apapun dan yang bisa ia berikan hanya sentuhan fisik untuk menenangkan Lara. Karena jika ia berbicara, itu seakan terasa salah. Beno tidak menutupi perasaannya bahwa ia senang jika Lara tidak berakhir dengan Rey namun ia juga tidak ingin jika caranya itu dengan menyakiti hati Lara. “do you really love me?” tanya Lara tiba-tiba, “ya, tentu” jawab Beno sambil menghapus sisa air mata di pipi Lara, “don’t give me hope” ucap Lara pesimis, “I don’t give you hope, this is real and I meant it, it’s about you to trust me or not but this is about me to love you truly, Ra” jawab Beno “jadi Ra, can you love me to? And I’m sorry, please fo