Pulang dari kantor sang ayah Alvira, langsung bersiap untuk ke rumah sakit menjalankan tugasnya sebagai tenaga kesehatan.
“Bu, aku pergi tugas dulu yah,” pamit Alvira pada Alea yang sedang mengadon kue pesanan.
“Hati-hati sayang,” sahutnya sedikit teriak karena Alvira sudah berjalan keluar rumah.
“Iya Bu,” balas Alvira yang juga teriak agar sang ibu bisa mendengarnya.
Sampai di depan rumah, Alvira melihat pesanan ojolnya belum datang. Tapi malah mobil yang tidak asing baginya terpakir rapi di depan pagar rumahnya itu.
Alis Alvira menukik tajam melihat mobil yang beberapa hari ini selalu dinaikinya. Sebelum Alvira mengetuk kaca jendelanya, kaca itu sudah terbuka menampilkan wajah Daffin yang dingin.
“Ngapain?” tanya Alvira tanpa basa-basi.
“Jemput lo, ayo naik,” titah Daffin yang sudah membukakan pintu mobil untuk Alvira.
“Enggak usah, tuh pesanan ojol gua sudah d
Daffin menghentikan mobilnya tepat di depan "Mimik Resto", yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit.Daffin keluar dari mobil lalu berjalan memutar, membukakan pintu untuk Alvira.“Keluar,” suruh Daffin.Alvira mengikuti perintah Daffin walau dirinya sedikit kesal, karena Daffin tidak pernah bertanya apa dirinya mau apa tidak?Malas untuk berdebat membuat Alvira mengikuti langkah Daffin dari belakang, seperti bos dan seketaris jika melihat mereka.Bagaimana tidak, Daffin menggunakan setelan jas lengkap dan Alvira mengunakan rok dan atasan blouse, apalagi Alvira jalannya mengikuti langkah Daffin di belakang.Tidak ada yang menyangka jika mereka calon suami-istri.“Makan apa?” tanya Daffin dengan datar saat pelayan datang memberikan daftar menu.“Pasti lo belum sarapankan!” lanjut Daffin lagi.Tidak menjawab malah Alvira menyebutkan pesanannya pada pelayan, selesai keduanya memesan maka
Alvira terus mencari di mana letak walk in closet yang dimaksud Daffin, lama iya memperhatikan setiap sudut kamar Daffin, duduk di tepi kasur menjadi pilihan Alvira saat ini.Alvira memperhatikan lemari yang letaknya di sisi kiri ranjang, berjalan mencoba untuk membuka lemari tersebut ternyata itu merupakan pintu menuju walk in closet yang sejak tadi dicarinya. Pintunya didesain menyerupai pintu lemari, siapa yang sangka jika itu sebuah pintu.Alvira lagi-lagi tercengang melihat isi dalamnya, setiap sudut ia jelajahi mengamati satu persatu yang terpanjang rapi di sana. Membuka satu persatu lemari yang ada, mencari letak baju untuk dirinya pakai. Saat Alvira menemukannya, ia lagi-lagi kagum, lemari itu isinya lengkap pakaian wanita hingga dalaman juga ada, lebel harganya juga masih menggantung. Segera Alvira memilih baju dan memakainya, tidak ingin Daffin melihatnya saat masih menggunakan batrobe seperti ini.Selesai menggunakan baju lengkap, Alvira sedikit
Saat Daffin masih dengan tawanyanya yang keras, Alvira langsung menyambar tasnya yang masih dipengang oleh Daffin. Namun, Alvira tetap saja tidak bisa mengambilnya, tas itu dipenggang kuat olehnya.“Makan dulu setelah itu gua antar pulang, “ ajak Daffin yang masih saja tertawa kecil.“Wajahnya yang selalu dingin dan kaku bisa juga tertawa seperti itu?” Batin Alvira.Karena memang perutnya juga sudah lapar ia pun menerima ajakkan Daffin untuk makan. “ Kita makan apa?” tanya Daffin.“Bukannya lo yang ngajakin gua makan?”“Ia tapi nggak ada makanan, soalnya bibi di sini cuman untuk bersih-bersih saja sama nyuci. Tapi dalam kulkas kayanya ada bahan makanan deh,” lanjut Daffin lagi.Daffin membuka Kulkas besar berpintu dua itu, mengeluarkan semua bahan yang bisa dimasaknya.“Lo bisa masak ?” tanya Alvira ragu.“Sedikit,” sahut Daffin si
Tidak peduli dengan perintah Daffin yang menyuruhnya untuk tetap berada di apartemen itu. Alvira kembali melangkah untuk keluar dari ruangan itu, tapi lagi dan lagi Daffin berhasil menghentikan langkahnya.“Lo dikasih tahu susah banget sih, diam di sini aja kenapa? Nanti kalau lo pulang yang ada ibu lo bakal tanyain lo terus kenapa pulang? Lagian kan gua sudah izin,” papar Daffin.Sejenak Alvira diam, mencerna setiap kata yang dikeluarkan oleh Daffin.”Kalau gua pulang, benar kata Daffin ibu bakal enggak berhenti bertanya?” batin Alvira.Alvira menghembuskan nafasnya ia pun kembali ke sofa duduk di ruang tengah dengan kedua kakinya disilang di atas.Menatap lurus ke depan, belum menikah saja Alvira sudah di atur seperti ini. Bagaimana jika sudah menikah?Alvira terus membatin, “sepertinya perjanjian itu tidak berarti.” Gua harus bisa melawan Daffin untuk tidak selalu memaksa gua,” batinnya lagi.
Tubuh Alvira menengang karena Daffin kini melingkarkan tangannya di pinggang Alvira, merapatkan tubuh keduanya. Menghirup dalam aroma vanilla yang menyeruak dari tubuh Alvira. Mencium tengkuk Alvira, membuat Alvira bergendik merasakan hembusan nafas Daffin.Kepala Daffin lama bersembunyi di tengkuk Alvira. Alvira juga ikut hanyut dalam sentuhan Daffin, ada geleyar aneh yang dirasakan Alvira saat Daffin menyentuh lehernya mengunakan bibir.Saat kesadaran Alvira kembali dengan cepat ia berusaha untuk melepaskannya, Alvira berontak hingga kursi yang ada diantara mereka jatuh tersungkur.“Maaf,” lirih Daffin.Alvira tidak mempedulikan ucapan Daffin, disambarnya tas miliknya yang berada di atas meja rias tersebut lalu keluar kamar , dengan membanting pintu itu kencang.Ia meruntuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya ikut hanyut dalam sentuhan Daffin.Di kamar Daffin mengusap rambutnya dengan kasar, kenapa juga ia bisa hilang kendali se
Setelah kemarin seharian berada di apartemen Daffin, hari ini ia berniat untuk langsung pulang ke rumahnya. Ikut dengan mobil Vita.Kedua sahabat itu sedang jalan beriringan,sambil tertawa kecil mereka menuju tempat parkiran. Diam-diam Alvira memperhatikan keadaan sekitarnya takut Daffin tiba-tiba nongol di depannya.Namun, sampainya di pakiran Alvira tidak melihat sosoknya. Alvira langsung bernafas lega, setidaknya ia lepas dari Daffin hari ini.Tapi harapannya itu pupus saat dilihatnya mobil yang sering di gunakan Daffin berada di dekat dengan mobil Vita hanya ada dua mobil yang menghalangi mobil mereka. Dan yang punya mobil tersebut sedang keluar dari mobil berjalan mendekat dirinya.“Ayo,” ajak Daffin yang langsung mengandeng tangan Alvira untuk mengikutinya, tanpa mempedulikan Vita yang berada di sa
Dua wanita yang sama-sama cantik itu kini duduk di kursi mini bar tender. Alea menatap lurus putrinya lalu meneguk air mineral yang memang ia sediakan di meja itu.“Kamu jangan sedih ya, katanya ayah-mu tidak akan menghadiri acara keluarga nanti. Dan kita disuruh untuk tidak menganggu rumah tangganya!” Jelas Alea, yang memberitahu perkataan Maya terhadapnya tentu saja Alea menyembunyikan makian dari Maya terhadapnya.“Tapi Bu, kata ayah kemarin kalau ayah pasti datang,” sela Alvira.“Ya, kita lihat saja nanti. Tapi lebih baik kita tidak usah berharap banyak akan hal itu, kan masih ada ibu juga adik-mu,” sahut Alea, mencoba untuk membuat Alvira tidak kecewa nantinya.“Iya Bu,” sahut Alvira lesu.“Itu yang kamu bawa apaan?” tanya Alea mengalihkan pembicaraan.“Oh, ini Bu makanan dikasih ibu-nya Daffin,” jawab Alvira sambil menyodorkan kotak makanan itu pada Alea.
Reiki menjadi tegang saat melihat daffin mulai serius menatapnya, untung saja makanan yang ada di piringnya sudah habis, perutnya juga sudah kenyang. Kalau tidak Reiki tidak akan fokus dengan apa yang akan di katakan daffin entar. Walaupun nanti Daffin bakal marah-marah sama dirinya, Reiki harus tetap fokus dengan apa yang dikatakan Daffin padanya. Begitulah seorang reiki, walaunpun sudah sering dimarah Daffin tapi Reiki masih saja tetap setia dan mau mendengarkan semua ucapan Daffin. Karena Reiki sudah sejak lama bersama daffin dan tentunya dia tahu bagaimana sikap Daffin sebenarnya.“Saya juga tidak tahu kenapa? Tapi saya ingin mengetahui banyak soal Alvira. Saya rasa banyak yang belum saya ketahui dari dia. Walaupun hanya sebentar kebersaamaan saya nantinya, tapi saya kayanya wajib tahu. Tidak lucu kan jika suatu saat saya ditanya dan nggak tahu soal Alvira,” papar Daffin.Daffin menjelaskan dengan suara yang rendah tidak sesuai dengan pemikiran Reiki ta