Share

Chapter 2

Apasih arti persahabatan bagi kalian?. masing-masing ikatan hubungan bagiku beda bentuk dan beda rasa. Jika ditanya hal terkonyol, manakah yang lebih penting bagiku, sahabat atau pacar?. Hmmm jujur saja aku kesulitan untuk menjawab ini. Sesulit ngejawab cepat kalau ditanya 1453x123, Kenapa? Karena aku punya sifat jelek yaitu hanya bergantung dan merasa nyaman untuk satu orang saja tanpa bisa berpindah ke orang lain. 

Maksduku, jika aku sudah nyaman dengan satu orang maka aku akan tetap bersama orang itu. inilah kelemahanku yang tidak bisa aku kendalikan. Meskipun aku sadar kelak kelemahan ini akan merusak diriku sendiri, percayalah aku sudah mencoba untuk menghilangkan hal ini. Entah mengapa rasanya aku tidak bisa.

Terkadang aku iri sama Rani, mengapa dia begitu leluasa dalam bergaul?. Hari ini saja dia mengajakku, monik dan laura jalan-jalan di mall bareng. Aku menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dalam hubungan persahabatan ini, meskipun aku masih belum yakin untuk mengatakan bahwa monik dan laura sudah sampai pada fase Seorang sahabat untukku. Terbesit keraguan kalau Rani akan meninggalkanku jika ia terlanjur nyaman berteman dengan yang lainnya, jikalau itu terjadi aku rasa seorang  Nayna akan benar-benar menjadi penyendiri nantinya

“Enak ya kalian, nggak perlu ngekos. Tinggal dirumah milik sendiri, nggak perlu ngontrak. Padahal keluarga kalian dijakarta kan yah?” ucap monik memulai obrolan, lelah sudah kami keliling mall dan aktivitas selanjutnya jelas yaitu ngafe

“hah? Kok menurut gw biasa aja ya?, kan bagus mereka nggak perlu susah nyari kos-kosan” sahut laura. apa yang dia bilang bener adanya. Nggap gampang sih hidup ngekos.

“sebenernya gw juga mau ngerasain ngekos itu gimana, cuman yah,nih anak kesayangan banget sih” sahut rani menyenggol lenganku,

“apa sih ran?, kesannya gw semanja itu, orang tua gw itu nggak punya waktu buat ngawasin gw, makanya nyokap kasih saran buat tinggal dirumah itu aja sama rani. Kebetulan rumah itu memang sengaja dibikin sih, nggak tau buat apaan. Kan lumayan irit juga” ucapku membela diri

“Seru nih, Eh Kita boleh nggak ngekos disana nay?nanti uang kosnya gw cicil deh” pinta monik padaku

“hah? kredit nampan kali dicicil, Lagian maksudnya kita? Kan lo tau gw nggak ngekos nik. Gw tinggal ama tante gw” protes laura

“yahh, penonton kecewa seribu bahasa” keluh monik sembari memukul jidatnya. Sontak kami tertawa melihat tingkahnya. Sekedar menghibur monik,akupun sepakat dengan rani mengajaknya untuk nginap dirumahku. Jelas ia mengangguk setuju dengan antusiasnya.

Persoalan manja, entahlah. Orang-orang yang menilaiku dari luar saja memang kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa aku hidup bahagia karena kedua orang tuaku pengusaha yang cukup sukses. Namun ini tidak seindah itu, bergelimang uang tidak menjamin kebahagiann untukku. Bukan aku tidak mendapatkan perhatian. Hmmm bagaimana ya aku menceritakan ini pada kalian?, intinya apa yang aku minta selalu aku dapatkan, hanya saja ketika aku meminta sedikit waktu dari orang tuaku meskipun hanya sekedar mengobrol biasa, ini agak sulit. Jawaban yang akan selalu aku terima adalah ‘sayang bunda lagi kerja, kamu sabar dulu ya nak, bunda cari uang juga buat kamu kan’. gerah nggak denger jawaban yang selalu sama?

Aku rasa kebiasaan buruk soal diriku yang terbiasa bergantung sama orang lain berawal dari ini, dari lingkungan keluargaku sendiri. Secara kasar aku bisa katakan bahwa aku bergantung bukan kepada perhatian kedua orang tuaku, melainkan uang yang selalu mereka berikan dan membuatku tidak kekurangan apapun itu dari segi materi.

Yah mungkin ini hanya pendapat yang aku bentuk sendiri

**************

“Arghhhh gw nggak kuatt nayyy, nggak mau lagiii, setannya jail nay, ngagetin mulu, banyak dosa dia nay” teriakk monik. Sontak aku dan rani kembali tertawa dibuatnya. Awalnya dengan percaya diri monik menantang aku dan rani untuk nonton film horror sembari lampu kamar dimatikan. aku mengangguk antusias, film horror itu menarik, melatih diri sendiri untuk mengontrol rasa takut.

Nyatanya?, justru monik yang berteriak paling keras setiap kali ada adegan horor yang muncul, suasana yang seharusnya menegangankan justru dipenuhi tawa bagiku, “Kan lo duluan yang nantangin, sekarang malah nyerah, gimana sih nik?” protesku.

“udah nay udahh, gila parah sih, ngeri woii gw nontonnya, matiin nggak tu TV, gw banting nih lama-lama” teriak monik makin histeris, membenamkan wajahnya kedalam bantal.

“nonn?nonn? ada apa?” Tanya mbok arsih. Simbok ini asisten rumah tanggaku sekaligus menjagaku disini. Beliau sudah lama bekerja dengan kedua orang tuaku, dan memang hanya dengan mbok arsihlah aku paling dekat.

“nggak apa-apa mbok, maaf ya rusuh” jawabku menatap mbok arsih yang kini berdiri didepan pintu kamar. Mbok arsih menyalakan lampu untuk memastikan keadaan kami

“ahh mbokk, peri penyelamatku” ucap monik tiba-tiba memeluk mbok arsih

“Kenapa non?Aduh non, sudah malam ini. Besok kan kuliahh, tidur ya non,” pinta simbok. Kami mengangguk setuju. Hampir saja lupa waktu. Simbokpun berlalu meninggalkan kamarku

“yaudah gih tidur, kapok gw nonton film horor. Nggak lagi deh. jantung gw sesak, berasa liat mantan nikah ama pacar barunya” monik membaringkan badannya diatas kasur

“hahaha, kapan-kapan laura juga kita ajak yah” ucapku. Anehnya monik dan rani saling bertatap muka kemudian mereka menaik turunkan bahu, aku tidak mengerti untuk tingkah ini. tanpa membalas ucapanku mereka menarik selimut untuk kemudian berbaring. Sebelum tidur aku melihat hanphoneku, mungkin saja ada pesan dari seseorang yang aku tunggu-tunggu, berharap sih, sangat

“dia masih belum ada kabar?” Tanya Rani padaku, hal itu sontak membuat monik menatapku melotot.

“dia siapa? Kabar apa?” monik menghujamku dengan pertanyaan penasarannya

“Jadi tuan putri kita ini sedang menunggu kabar dari pangeran merpati putih” ejek rani padaku

“Lah? Lo udah punya pacar nay?” tampa basi-basi monik menanyakan hal itu

“ha?enggakk, bukan pacarr nik” aku mengelak

“Terus? “ monik memasang wajah penasarannya. Aku menatap sayu kearah rani, memberikan isyarat agar ia membantuku lepas dari situasi yang canggung ini.

“Hmmm nik lo tau nggak kebiasaan si mbok, tiap pagi kalau kita bangun telat dia bakalan nyiram kita pake air kobokan” rani menyipitkan matanya menunjukkan ekspresinya agar monik mempercayai ucapannya. Monik melongo sudah, tanpa membatantah ia memejamkan matanya serapat mungkin. Dan yeahh itulah rani yang mengerti keadaan yang tidak bisa terucap olehku

Rani melepas senyum padaku kemudian iapun menyusul monik memejamkan matanya, Aku menghela nafas kecewa, lebih baik aku mematikan ponsel dan mengontrol perasaanku sendiri. Terlalu berharap untuk keadaan yang tidak pasti hanya membuat luka yang tumbuh semakin dalam. Bukan aku tidak ingin menjawab pertanyaan Monik, siapa pangeran merpati putih yang dimaksud rani, hanya saja aku sedang tidak ingin mengenang. Menjelaskan dirinya yang kini membuatku kecewa.

Ada seseorang yang membuat hatiku patah, membuatku setiap hari menanti kabar darinya, sekalipun hanya sekedar say hello, itu sudah cukup membuat senyumku lepas tanpa tertahan. Kalian pahamkan maksudku? Aku tidak ingin mengenang orang yang sebegitunya aku harapkan, setidaknya untuk saat ini saja, entahlah dilain hari.

Ah kalian bisa menilai kelak masing-masing karakter dari sahabatku, yang pasti sekarang aku masuk kedunia baru yang masih samar-samar kupijak. Semakin sering waktu berlalu semakin banyak memori usang yang akan terlupakan perlahan, jika kita tidak menyimpannya dengan baik. Yeah terkadang memang harus ada memori usang yang pantas dibuang

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status