seberat menunggu kepastian, hari kamis adalah hari yang terberat untukku. Aku rasa mahasiswa lain juga merasakan hal yang sama denganku. Pasalnya pak Samsul, dosen yang setiap ngajar dikelas selalu bikin spot jantung. Gimana nggak spot jantung, mendadak setiap menyampaikan materi pak samsul kadang-kadang berteriak dengan lantang, terus diakhir materi siapa yang tertangkap ngelamun pasti bakalan ditanya gini "kamu kalau hidup dikubur dimana?"
pertanyaan yang menjebak konsentrasi nggak sih? kan kalau masih hidup kenapa harus dikubur. Nah buat mereka yang emang lagi ngelamun, ini justru jadi jebakan betmen, terus disorakin sekampung deh, maksudnya se isi kelas.
aku fikir kelas hari ini berjalan biasa aja, tidak seperti yang sudah-sudah. Pak samsul dalam mode normal, maksudnya sejauh setengah menit jam pelajaran, pak samsul menerangkan materi masih dengan nada suara yang normal. Aku yang tengah sibuk mencatat apa yang beliau terangkan tiba-tiba kaget,"IKAN PAUSNYA PADA MAMPUS" teriak pak samsul dengan nada suara yang melengking. Jantungku terasa mau copot saking kagetnya, dan gendang telingaku protes karena menerima tekanan suara sebesar itu.
semua mata mahasiswa melotot, suasana menjadi kaku dan tegang, itu pertanda kalau pak samsul mendapatkan mangsanya hari ini. Dan saat itu spidol yang dipegang pak samsul menunjuk reno. Sontak kini semua mata beralih menatap reno, dan keluarlah mantra sakti dari pak samsul "kamu kalau hidup dikubur dimana?" tanya pak samsul, menyatukan kedua alisnya, biar wajahnya terlihat sangar.
aku bisa pastikan, didalam hati semua mahasiswa yang ada dikelas pasti meledek reno, seperti 'Hidup dia berakhir', kira-kira begitulah kalimat yang mungkin diucapkan mereka dalam hati. Karena aku sendiri mengucapkan kalimat itu didalam hati. Sejauh ini reno belum kena imbas sih ditegur pak samsul, meskipun teman-temannya sudah mengisi list teguran pak samsul.
"terus kalau hidup, yang nguburin siapa pak?" jawab reno tenang, kami melongo dengan sempurna. Dia baru saja membalikkan pertanyaan pak handoko, alih-alih merasa deg degan, dari pancaran wajahnya reno malah merasa puas, berhasil menjahili balik pak samsul
"Mana ada yang nguburin orang hidup" jawab pak samsul percaya diri. Situasi semakin memanas, layaknya lomba debat yang sedang beradu argumen untuk memenangkan pendapat. aku menggeleng-gelengkan kepala tidak menyangka, Reno mentalnya terbuat dari apa sih?mengapa bersikap santai?apa urat rasa takutnya kececer disuatu tempat?
"Kalau gitu mana ada orang hidup dikubur pak" antusias, dengan wajah songongnya reno menjawab. Sejenak pak samsul terdiam, sepertinya sekarang giliran beliau menerima spot jantung karena mendapatkan mangsa yang berulah
"Nama kamu siapa?" tanya pak samsul, merubah topik pembicaaraan
"Reno pak"
"nama panjangmu?" lagi pak samsul bertanya
"Renooooooooo pak" jawab reno cengengesan. Aku dan yang lainnya menahan tawa, melihat ekspresi reno memonyongkan bibirnya.
"NAMA LENGKAP KAMU MAKSUD SAYA" teriak pak samsul lantang, meremas dengan geram spidol yang ia pegang sendiri
"Oh dikira bapak suruh saya panjangin nama. Reno Aryanto pak" tegas reno memperkenalkan namanya
"Kamu saya kasih tugas khusus, cuman buat kamu, saya liat kamu ngelamun selama saya menerangkan materi"
"loh? saya nggak ngelamun pak, buktinya saya bisa jawab pertanyaan bapak kan!, cetakan wajah saya emang udah dari sononya pak, makanya sering dikira ngelamun, mau operasi plastik nggak ada uang saya pak, belum lagi saya harus,,,"
"eeh,eehhh kok kamu jadi curhat. Udah jangan membantah saya, dan jangan mengeluh apa-apa lagi" pinta pak handoko mengusaikan perdebatan yang bagi kami, itu sangat mengocok perut. Nggak waras sih Reno, Asli
****
"MASAK AIR BIAR MATANG" ucap rani yang berdiri diatas kursi kantin, sembari memegang sendok garpu ditangannya, menunjuk kesembarang arah dengan sendok itu
"Kamu kalau hidup siapa yang nguburin?" tunjuk rani kearah monik. Sontak monik ikut naik keatas kursi dan memasang wajah lugunya
"hidupku sehari-hari sudah berasa mati pak, gebetanku menghilang seperti ditelan bumi, persoalan yang sulit aku pecahkan hanyalah rumus matematika" Monik ketularan pecicilan Rani.
"hahahahaha, ih malu eh. turun nggak? rann malu ran?" ucapku, berharap monik dan rani berhenti mengenang yang baru saja terjadi. Mereka mepraktekkan apa yang baru saja dilakukan pak samsul dan reno. Ahh urat perutku sudah menegang sempurna karena tidak berhenti tertawa
"maaf ya kak,maaf ya bang,maaf ya dek, maaf mereka bukan teman saya, heheh beneran saya nggak kenal mereka" ucap Laura sembari cengar-cengir, karena memang penghuni kantin yang lain sudah melirik laura dan rani heran.
Laura memukul pantat mereka satu persatu, dengan terpaksa mereka harus turun dari kursi dan duduk dengan anggun " Mak kita galak kan nik?" ucap rani dengan ekspresi yang dibuat-buat, hal itu disambut dengan anggukan setuju dari monik
"Reno beneran kacau nggak sih? dia mungut mental keberanian darimana sih? jadi pengen punya mental kayak gitu" tanyaku, usai tawaku berhenti. meskipun aku masih merasakan geli diperutku, sepertinya ususku pun ikut menjailiku didalam sana
"ya memang ada sih beberapa cowok tipikal kayak reno, santai tanpa beban. Nggak terlalu mikirin masalah" jawab Laura. Ya sepertinya laura sudah mengenal bermacam-macam sifat cowok.
"coba aja gw kayak dia, pas ibuk kos nagih uang kos gw bakalan santai ngejawab, dompetku pun berteriak buk, karena nggak ada isinya, ibuk kasihanilah rakyat kecil ini" sahut monik. Demi ayam jantan yang nggak bakalan bertelur, Monik ekspresinya ngeselin banget. Masih sempatnya curhat sambil ngelawak
"hahahah, rame tau kelas gegara humornya dia" ucapku antusias
"kemaren yang dibilang lucu si Aldi, sekarang yang dibilang humoris si Reno. Lo ngelirik mereka berdua nih ceritanya?" goda rani, menatapku sembari menyipitkan matanya. percayalah tatapan rani kala matanya sipit seperti itu, sangat menyebalkan
"Yee bukan cuman gw kali ran yang menilai gitu, emangnya lo nggak ikutan ketawa kalau sireno sama gerombolannya bikin ulah?" aku mengelak
"Iya sama aja sih, nggak Aldi ataupun Reno kan mereka hidup dikubu yang sama. sifat mereka nggak bakalan jauh beda sih" Laura membelaku. Aku bersorak girang mendapatkan pembelaan, dan sekaligus senang bakso pesananku datang. Ini bakso yang paling enak menurutku, sering banget aku pesan setiap kali ke kantin. sebenarnya makan bakso terlalu sering nggak sehat, tapi yaudahlah ya. Demi memuaskan gairah lidah dan isi perut.
"Bakso mulu?lama-lama pipi lo kayak bakso, terus gw suruh abang baksonya bikin bakso dari pipi lo" cerocos rani.
"ih lo becanda nya kok horor gitu sih ran, gw mau makan nih" keluhku. Selera makan, aku mohon kamu jangan ngambek, kita buang rasa ngeri, dan makan sesuka hati. Jangan pedulikan omongan deterjen.
Pada akhirnya bakso itu mendarat diperutku, sebenarnya hari itu tugas lumayan banyak, cuman masih bisa dikasih ruang lah ya, karena waktu ngumpulin tugas minggu depan. Dari sekian kerusuhan yang aku alami hari itu, tiba-tiba terbesitlah kalimat yang hanya didengar oleh fikiranku, soalnya aku berbicara di dalam hati
'kenapa akhir-akhir ini Aldi jarang kasih kabar ya, Biasanya dia yang paling rusuh nge BBM duluan. Hmmmm???'
Gorengan mang edang itu gorengan terenak yang pernah aku coba, beruntung sekali rasanya dia jualan di sekitar rumah. gorengannya menjadi cemilan wajib garis kreas ala aku. sekalipun pulang kuliah sore, aku selalu nyempetin buat beli. Lebih enak lagi kalau gorengan yang lagi hangat-hangatnya dimakan pake cabe rawit, sebenernya aku nggk terlalu sering makan makanan pedas, tapi sekalinya makan yang pedas-pedas kadang susah berhenti.masalahnya hari itu kenikmatan gorengan mang edang mendadak hilang kurasakan, aku menerima pesan dari Laila, dia sepupu si pangeran merpati putih. Kalian masih ingat kan dengan dia, yang sempat ditanyain monik ke rani itu loh. Iya dia orang yang membuatku gelisah menanti kabarnya. Dan hari itu aku menerima
Sudah tiga puluh menit semenjak kelas pertamaku dimulai, Dosen yang mengajar pelajaran pertama pagi itu membuat kita harus memasang pendengeran esktra. Beliau berbicara dengan nada suara yang sangat kecil, membutuhkan konsentrasi penuh untuk mengdengar setiap penjelasannya, itulah sebabnya beliau dijuluki dosenthe silent. kelas benar-benar penuh keheningan layaknya makam kuburantubuhku sedari tadi rasaanya tidak enak, seperti bara api membakar kulitku dari dalam, keringat dingin mendadak menyelimuti dahiku. Aku mengambil kaca dari dalam tas, i
Geli diperut. Kalau sedang jatuh cinta ada perasaan geli diperutku, intinya bakalan bisa bikin aku tertawa terus. mau ada kejadian lucu atau enggak, tetap bakalan ketawa. Aku duduk dibalkon kamarku sembari telfonan dengan seseorang sudah hampir satu jam. satu jam yang dipenuhi dengan tawa untukku. siapa lagi orang itu kalau bukan Aldihah?kamu pindah haluan?. Intinya aku mulai ngerasa nyaman, dia datang disaat hati ini kosong,sudah kukatakan pemiliknya tidak lagi bertanggung jawab. Jika ada orang lain yang membuatku sebahagia ini mengapa aku harus menaruh harapan untuk ketidak pastian!."Kamu nggak gendut, cuman bulet
Aldi bagaikan jelangkung tampan, dia datang tanpa diundang dan pulang tanpa diantar. Ah kalian jangan berfikiran horor. aku sedang membahas pangeran yang baru saja menetas. Jika kubayangkan Seharian penuh aldi membuatku terjebak dalam dunia yang penuh bunga-bunga, kita jalan-jalan kesana sini, nongkorng di cafe, dan membahas kehidupan masing-masing, nonton film bertema romansa, semua itu kami lakukan dalam satu hari. Anehnya tidak ada lelah, capek, bahkan waktu terasa berjalan sangat cepat. Dasar, sepertinya aku menginjak puber fase kedua.sedari tadi tidak ada satupun penjelasan dosen yang singgah dikepalaku, aku sibuk senyum-senyum sendiri tak karuan. Mataku saja sudah bersikap genit tanpa kuminta, sesekali aku melihat aldi yang d
Aku rasa apa yang aku fikirkan sudah diluar dugaan. apa yang kalian rasakan?, jika seseorang yang pernah selalu ada disaat kalian sedang terpuruk, lalu tiba-tiba mereka menghilang tanpa sebab. tentunya tiang yang tadinya sempat hampir berdiri kokoh akhirnya rapuh lagi. Hari demi hari Aldi kian menjauh. Semakin jauh hingga rasanya sulit aku gapai. Layaknya bulan yang begitu terang menenami langit nan gelap namun tidak bisa kusentuh,Meskipun ia menggelantung indah diatas sana dan tidak pergi kemana-mana.Aku sempat merasakan kembali apa itu rasa luka. Aku yang selalu menghubungi Aldi lebih dulu, karena dia memang terlihat tidak berniat menghubungiku lebih dulu. Pernah aku memberanikan diri bertanya apa yang terjadi, mengapa rasanya tiba-t
Bukan seorang nayna namanya jika menyerah begitu saja, mana mungkin aku mentertawakan diriku sendiri. Meskipun aku tau apa yang aku lakukan adalah suatu kebodohan. orang bilang cinta itu buta, aku rasa itu benar. Bukan buta seperti mata tidak bisa lagi melihat, melainkan hati yang tidak bisa lagi melihat mana sebuah ketulusan dan mana yang hanya sebuah kepura-puraanseperti hari-hari yang sudah berlalu, aku melalui perkuliahan karena memang itu sudah kewajibanku. namun tidak seperti sebelumnya, untuk sekarang kelas terasa gurun pasir bagiku. panas tak berujung, membuat hatiku gerah tidak menentuAldi bersikap biasa-bia
Tidak ada rasa canggung, yang ada hanyalah rasa bahagia. Aku merasa menjadi wanita paling beruntung malam ini, hanya karena hal sederhana. Iya, Aldi datang membawakanku obat dan bakso seperti yang ia janjikan. Dia baru saja menunjukkan perhatiannya padaku, terlepas dari rasa kecewa yang aku rasakan. Atau mungkin memang aku yang terlalu mudah memaafkan“Maaf aku ngerepotin” ucapku memulai obrolan.“Nggak ngerepotin, santai aja” jawab aldi melepas senyum manisnya“kam
sebercanda itukah cinta?. aku yang melihat seorang laura yang selama ini dengan kperibadian yang terlihat bijak menyikapi situasi, justru menyimpan kelemahan yang berhasil ia pendam. dia terlalu pandai bermain dengan drama kehidupannya sendiri. Malam itu saat aku tersentak dari tidurku, aku tertegun melihat seorang wanita yang duduk dibalkon kamarku. aku memastikan teman-temanku, tampak rani dan monik yang tertidur dengan pulasnya. siapa yang tidak ada? ya laura tidak ada disana. aku melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul dua malam.aku bangkit dari tidurku, menghampiri wanita dibalkon kamarku, yang kupastikan ialah laura. saat aku mendekati gadis itu, dia duduk sembari meringkukkan kakinya, angin malam yang sejuk tidak