Share

BAB. 8

"Kita harus bicara soal keinginan nenek. Ini memang rumit, dan ...."

"Ini bukan masalah rumit, Kak. Kakaklah yang membuat ini jadi rumit" potong Nur cepat.

"Apa maksudmu?" Wahyu membalas tatapan Nur yang terarah tepat ke matanya.

"Pilihan ada di tangan Kakak. Jika Kakak tidak menginginkan memiliki anak dariku, kita bisa berpisah, dan Kakak bisa mencari wanita la ...."

"Kau gila, Nur!" Wahyu menatap tajam bola mata Nur. Ia tidak menyangka, Nur akan berani mengatakan hal itu.

"Aku gila? Selama ini aku diam, karena aku tidak ingin ibuku juga tersakiti, kalau pernikahan ini berakhir. Tapi tadi siang ibu mengatakan, apapun yang bisa membuatku bahagia, ibu akan mendukungku. Kalau Kakak merasa jijik terhadapku, untuk apa ...."

"Tidak!" Wahyu bangkit dari duduknya, Nur ikut bangkit juga. Tatapan mereka berkonfrontasi. 

"Kenapa tidak, selama ini Kakak tidak pernah memberi aku kesempatan untuk melakukan tugasku sebagai seorang istri, jadi ...."

"Allah membenci perceraian, Nur!" Seru Wahyu, seakan ia seorang pria labil yang sedang bingung dalam mengambil sikap.

"Lalu, apakah Allah suka melihat sepasang suami istri yang terikat janji pernikahan, tinggal satu rumah, tapi bagai dua orang asing yang tidak saling mengenal, jawab aku, Kak!" Mata Nur yang menatap lekat mata Wahyu berkaca-kaca. 

"Tidak! Aku tidak akan menceraikanmu, tidak untuk saat ini. Karena aku tidak ingin melukai perasaan nenek. Nenek sedang sakit, aku tidak ingin penyakitnya tambah parah." Wahyu menurunkan nada suaranya.

Nur memejamkan mata, lalu menarik napasnya dalam, dan ia hembuskan dengan perlahan.

Wahyu menatapnya dengan perasaan yang ia sendiri bingung untuk mengungkapkan.

"Aku ingin kita memenuhi keinginan nenek," ucap Wahyu pelan. Nur mendongakan wajah, ditatapnya Wahyu dengan seksama.

"Apa maksud Kakak, keinginan nenek agar kita segera memiliki anak? Kakak yakin ingin memiliki anak dariku, sedang Kakak sendiri merasa jijik melihatku?" Tanya Nur dengan nada sinis. Tatapannya tajam menikam ke bola mata Wahyu. 

"Aku akan mencoba untuk menyukaimu, Nur" jawab Wahyu dengan nada gamang. Wahyu tahu, ia harus menurunkan ego demi kebahagiaan keluarganya.

"Menyukai untuk sementara, sampai tujuan Kakak terpenuhi. Tidak Kak, jangan paksakan diri Kakak. Lebih baik kita katakan jujur saja pada semuanya, bahwa pernikahan kita selama ini tidak berjalan sebagaimana seharusnya" ucap Nur dengan nada mantap.

Wahyu melangkah maju untuk mendekati Nur, mereka berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat. Wahyu menundukan kepala, sementara Nur mendongakan ke arahnya. Tatapan mata mereka bertemu, sesaat saling memaku. Tubuh mereka berdiri membeku. 

"Aku tahu, selama ini aku sudah bersalah karena mengabaikanmu. Aku hanya tak ingin berpura-pura, aku hanya ingin kau tahu, kalau aku ti ...."

"Aku tahu Kak. Perpisahan kita akan melepaskan Kakak dari semuanya. Itu yang terbaik menurutku, Kakak bebas ... aww!" Nur menjerit, karena tiba-tiba Wahyu mencengkeram kuat bahunya.

"Dengar Nur!" Wahyu memegang bahu Nur dengan kuat.

"Aku tidak akan menceraikanmu!" Ucap Wahyu tajam, setajam tatapannya yang menghujam ke bola mata Nur.

"Jangan pernah mengungkit masalah perceraian, di depanku, apalagi di depan orang tua dan nenekku. Kau dengar! Jika kau melakukannya, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Aku akan membuat hidupmu tidak tenang disepanjang sisa usiamu!" Ancam Wahyu dengan nada geram.

Mata Nur mengerjap berulang kali, ia berusaha menahan air matanya.

"Jadi Kakak ingin terus memejarakan aku dalam pernikahan yang tidak punya masa depan ini? Aku tahu, tidak mudah mengubah rasa, aku tahu tidak mudah menumbuhkan rasa cinta. Aku tidak menuntuk Kak Wahyu untuk mencintaiku, karena aku juga belum bisa mencintai Kakak. Tapi setidaknya jangan anggap aku seperti sampah bau yang ingin Kakak hindari. Aku punya perasaan, aku punya harga diri. Andai Kakak tak bisa menerimaku sebagai istri, setidaknya anggaplah aku sebagai teman Kakak."

Wahyu melepaskan pegangannya di bahu Nur. Terdengar ia menarik napas.

"Aku tahu, tak ada satupun dari diriku yang bisa dibandingkan dengan Cantika. Aku tahu, aku bukan siapa-siapa. Tapi bukan berarti Kakak bisa terus memperlalukan aku semau Kakak. 1 tahun itu lama Kak. 1 tahun aku hanya diam, dan memendam semuanya, dan hari ini aku putuskan untuk mengungkapkan semuanya."

"Apapun yang kau katakan Nur. Aku tidak akan menceraikanmu, dan kau tidak boleh pergi dariku, sebelum aku mengijinkanmu pergi, paham!" Wahyu menudingkan telunjuknya ke arah Nur, tatapan dan suaranya sama tajamnya. Tanpa menunggu jawaban Nur, Wahyu ke luar dari kamar. Meninggalkan Nur yang berdiri diam dalam ketidak pastian.

Ia sudah berbohong pada Wahyu tentang cerita soal ibunya. Ia tidak sanggup menceritakan masalahnya pada ibunya. Hanya cerita karangan fiksi yang bisa ia kisahkan. Tentang kebahagiaan dalam rumah tangganya. Semua itu ia lakukan agar bisa melihat senyum di bibir ibunya, dan air mata bahagia bukan kesedihan mengalir di pipi ibunya.

'Maafkan aku Bu. Biarlah aku sendiri yang terluka, biarlah aku hadapi semua ini sendiri saja, sampai batas dimana kesabaranku tak bersisa.'

☘☘🏵☘☘

Nur terbangun karena suara petir yang sangat nyaring terdengar. Dibarengi dengan padamnya listrik. Beruntung di rumah Wahyu jika listrik padam maka genset akan langsung menyala. Jadi mereka tidak perlu dalam gelap berlama-lama.

Nur menatap ke arah ranjang, tapi ranjang itu kosong, Wahyu tidak ada di sana. Nur ingin kembali membaringkan tubuhnya, saat matanya menangkap sosok Wahyu yang berdiri mematung di dekat jendela. Pandangan Wahyu tertuju ke luar jendela yang hordennya ia buka. Nur tidak tahu apa yang membuat Wahyu termangu di sana.

Apakah tentang keinginan neneknya, ataukan tentang pembicaraan mereka sebelumnya.

Tiba-tiba Nur merasa ingin buang air kecil. Setelah merapikan letak jilbabnya, dengan perlahan, agar tidak bersuara, dan Wahyu tak bisa mendengar gerakannya, Nur berdiri, dan melangkah dengan hati-hati untuk masuk ke dalam kamar mandi. Diliriknya Wahyu sesaat, baru ia membuka, dan menutup pintu kamar mandi dengan sangat pelan, untungnya suara deras hujan menyamarkan suara-suara yang ia timbulkan.

Selesai buang air kecil, Nur ke luar dari kamar mandi. Tapi ia terlonjak mundur, sambil menutup mulutnya, untuk meredam teriakannya. Wahyu sudah berdiri di hadapannya, menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk dipahaminya.

"Ya Allah, Kak Wahyu membuat aku terkejut saja! Haahhh, Kakak ingin ke kamar mandi, aku sudah selesai" Nur ingin melangkah melewati Wahyu, tapi Wahyu seakan menghalangi langkahnya. Nur ke kiri, Wahyu bergerak ke kanan. Nur ke kanan, Wahyu bergerak ke kiri. Nur mendongakan wajahnya, tidak mengerti kenapa Wahyu menghalangi langkahnya.

"Ada apa Kak?" Tanya Nur bingung.

Wahyu menundukan kepalanya, tatapan mereka bertemu. Nur mengerutkan keningnya dalam, ia dilanda kebingunan akan sikap Wahyu kepadanya. Ditatap wajah Wahyu seksama, tapi ia tidak menemukan jawaban apapun di sana. Wajah Wahyu datar, sedatar tatapannya.

"Aku mau lewat Kak, Kakak mau ke ka ...."

☘☘🏵BERSAMBUNG🏵☘☘

Comments (11)
goodnovel comment avatar
Feri Sari Irawan
bun..kpn up...
goodnovel comment avatar
Lina Rosmiatie
aku penasaran bgt sm cerita ini ,soalna di wattpat udh gak utuh
goodnovel comment avatar
Kirana Anasta
up bund aq jd penasaran sampe kpnku akan ku perjuangkan?(mdadak dangdut)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status