"Kita harus bicara soal keinginan nenek. Ini memang rumit, dan ...."
"Ini bukan masalah rumit, Kak. Kakaklah yang membuat ini jadi rumit" potong Nur cepat."Apa maksudmu?" Wahyu membalas tatapan Nur yang terarah tepat ke matanya."Pilihan ada di tangan Kakak. Jika Kakak tidak menginginkan memiliki anak dariku, kita bisa berpisah, dan Kakak bisa mencari wanita la ....""Kau gila, Nur!" Wahyu menatap tajam bola mata Nur. Ia tidak menyangka, Nur akan berani mengatakan hal itu."Aku gila? Selama ini aku diam, karena aku tidak ingin ibuku juga tersakiti, kalau pernikahan ini berakhir. Tapi tadi siang ibu mengatakan, apapun yang bisa membuatku bahagia, ibu akan mendukungku. Kalau Kakak merasa jijik terhadapku, untuk apa ...."
"Tidak!" Wahyu bangkit dari duduknya, Nur ikut bangkit juga. Tatapan mereka berkonfrontasi. "Kenapa tidak, selama ini Kakak tidak pernah memberi aku kesempatan untuk melakukan tugasku sebagai seorang istri, jadi ....""Allah membenci perceraian, Nur!" Seru Wahyu, seakan ia seorang pria labil yang sedang bingung dalam mengambil sikap.
"Lalu, apakah Allah suka melihat sepasang suami istri yang terikat janji pernikahan, tinggal satu rumah, tapi bagai dua orang asing yang tidak saling mengenal, jawab aku, Kak!" Mata Nur yang menatap lekat mata Wahyu berkaca-kaca. "Tidak! Aku tidak akan menceraikanmu, tidak untuk saat ini. Karena aku tidak ingin melukai perasaan nenek. Nenek sedang sakit, aku tidak ingin penyakitnya tambah parah." Wahyu menurunkan nada suaranya.Nur memejamkan mata, lalu menarik napasnya dalam, dan ia hembuskan dengan perlahan.
Wahyu menatapnya dengan perasaan yang ia sendiri bingung untuk mengungkapkan."Aku ingin kita memenuhi keinginan nenek," ucap Wahyu pelan. Nur mendongakan wajah, ditatapnya Wahyu dengan seksama."Apa maksud Kakak, keinginan nenek agar kita segera memiliki anak? Kakak yakin ingin memiliki anak dariku, sedang Kakak sendiri merasa jijik melihatku?" Tanya Nur dengan nada sinis. Tatapannya tajam menikam ke bola mata Wahyu. "Aku akan mencoba untuk menyukaimu, Nur" jawab Wahyu dengan nada gamang. Wahyu tahu, ia harus menurunkan ego demi kebahagiaan keluarganya."Menyukai untuk sementara, sampai tujuan Kakak terpenuhi. Tidak Kak, jangan paksakan diri Kakak. Lebih baik kita katakan jujur saja pada semuanya, bahwa pernikahan kita selama ini tidak berjalan sebagaimana seharusnya" ucap Nur dengan nada mantap.Wahyu melangkah maju untuk mendekati Nur, mereka berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat. Wahyu menundukan kepala, sementara Nur mendongakan ke arahnya. Tatapan mata mereka bertemu, sesaat saling memaku. Tubuh mereka berdiri membeku.
"Aku tahu, selama ini aku sudah bersalah karena mengabaikanmu. Aku hanya tak ingin berpura-pura, aku hanya ingin kau tahu, kalau aku ti ....""Aku tahu Kak. Perpisahan kita akan melepaskan Kakak dari semuanya. Itu yang terbaik menurutku, Kakak bebas ... aww!" Nur menjerit, karena tiba-tiba Wahyu mencengkeram kuat bahunya."Dengar Nur!" Wahyu memegang bahu Nur dengan kuat."Aku tidak akan menceraikanmu!" Ucap Wahyu tajam, setajam tatapannya yang menghujam ke bola mata Nur."Jangan pernah mengungkit masalah perceraian, di depanku, apalagi di depan orang tua dan nenekku. Kau dengar! Jika kau melakukannya, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Aku akan membuat hidupmu tidak tenang disepanjang sisa usiamu!" Ancam Wahyu dengan nada geram.
Mata Nur mengerjap berulang kali, ia berusaha menahan air matanya."Jadi Kakak ingin terus memejarakan aku dalam pernikahan yang tidak punya masa depan ini? Aku tahu, tidak mudah mengubah rasa, aku tahu tidak mudah menumbuhkan rasa cinta. Aku tidak menuntuk Kak Wahyu untuk mencintaiku, karena aku juga belum bisa mencintai Kakak. Tapi setidaknya jangan anggap aku seperti sampah bau yang ingin Kakak hindari. Aku punya perasaan, aku punya harga diri. Andai Kakak tak bisa menerimaku sebagai istri, setidaknya anggaplah aku sebagai teman Kakak."Wahyu melepaskan pegangannya di bahu Nur. Terdengar ia menarik napas.
"Aku tahu, tak ada satupun dari diriku yang bisa dibandingkan dengan Cantika. Aku tahu, aku bukan siapa-siapa. Tapi bukan berarti Kakak bisa terus memperlalukan aku semau Kakak. 1 tahun itu lama Kak. 1 tahun aku hanya diam, dan memendam semuanya, dan hari ini aku putuskan untuk mengungkapkan semuanya.""Apapun yang kau katakan Nur. Aku tidak akan menceraikanmu, dan kau tidak boleh pergi dariku, sebelum aku mengijinkanmu pergi, paham!" Wahyu menudingkan telunjuknya ke arah Nur, tatapan dan suaranya sama tajamnya. Tanpa menunggu jawaban Nur, Wahyu ke luar dari kamar. Meninggalkan Nur yang berdiri diam dalam ketidak pastian.Ia sudah berbohong pada Wahyu tentang cerita soal ibunya. Ia tidak sanggup menceritakan masalahnya pada ibunya. Hanya cerita karangan fiksi yang bisa ia kisahkan. Tentang kebahagiaan dalam rumah tangganya. Semua itu ia lakukan agar bisa melihat senyum di bibir ibunya, dan air mata bahagia bukan kesedihan mengalir di pipi ibunya.
'Maafkan aku Bu. Biarlah aku sendiri yang terluka, biarlah aku hadapi semua ini sendiri saja, sampai batas dimana kesabaranku tak bersisa.'
☘☘🏵☘☘
Nur terbangun karena suara petir yang sangat nyaring terdengar. Dibarengi dengan padamnya listrik. Beruntung di rumah Wahyu jika listrik padam maka genset akan langsung menyala. Jadi mereka tidak perlu dalam gelap berlama-lama.
Nur menatap ke arah ranjang, tapi ranjang itu kosong, Wahyu tidak ada di sana. Nur ingin kembali membaringkan tubuhnya, saat matanya menangkap sosok Wahyu yang berdiri mematung di dekat jendela. Pandangan Wahyu tertuju ke luar jendela yang hordennya ia buka. Nur tidak tahu apa yang membuat Wahyu termangu di sana.
Apakah tentang keinginan neneknya, ataukan tentang pembicaraan mereka sebelumnya.Tiba-tiba Nur merasa ingin buang air kecil. Setelah merapikan letak jilbabnya, dengan perlahan, agar tidak bersuara, dan Wahyu tak bisa mendengar gerakannya, Nur berdiri, dan melangkah dengan hati-hati untuk masuk ke dalam kamar mandi. Diliriknya Wahyu sesaat, baru ia membuka, dan menutup pintu kamar mandi dengan sangat pelan, untungnya suara deras hujan menyamarkan suara-suara yang ia timbulkan.
Selesai buang air kecil, Nur ke luar dari kamar mandi. Tapi ia terlonjak mundur, sambil menutup mulutnya, untuk meredam teriakannya. Wahyu sudah berdiri di hadapannya, menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk dipahaminya.
"Ya Allah, Kak Wahyu membuat aku terkejut saja! Haahhh, Kakak ingin ke kamar mandi, aku sudah selesai" Nur ingin melangkah melewati Wahyu, tapi Wahyu seakan menghalangi langkahnya. Nur ke kiri, Wahyu bergerak ke kanan. Nur ke kanan, Wahyu bergerak ke kiri. Nur mendongakan wajahnya, tidak mengerti kenapa Wahyu menghalangi langkahnya.
"Ada apa Kak?" Tanya Nur bingung.Wahyu menundukan kepalanya, tatapan mereka bertemu. Nur mengerutkan keningnya dalam, ia dilanda kebingunan akan sikap Wahyu kepadanya. Ditatap wajah Wahyu seksama, tapi ia tidak menemukan jawaban apapun di sana. Wajah Wahyu datar, sedatar tatapannya."Aku mau lewat Kak, Kakak mau ke ka ...."
☘☘🏵BERSAMBUNG🏵☘☘
"Aku mau lewat, Kakak mau ke ...." Nur menghentikan ucapannya, saat Wahyu berbalik dan pergi meninggalkannya. Wahyu ke luar dari kamar tanpa mengucapkan apa-apa. Nur menatap punggung Wahyu dengan resah di dalam dadanya. Sampai subuh Nur tak bisa memejamkan matanya, dan Wahyu kembali lagi ke dalam kamar saat waktu azan subuh sudah terdengar dari musholla.Tak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Saat sarapan Nur sesekali melirik ke arah Wahyu, ia sungguh penasaran apa yang sebenarnya ada di dalam benak Wahyu semalam."Nur, hari ini kamu dan Wahyu harus memeriksakan diri ke dokter. Ibu yang akan menemani kalian" ucapan ibu Wahyu membuat keduanya terjengkit kaget. Tatapan mereka bertemu, lalu keduanya sama-sama mengalihkan pandangan mereka."Aku rasa itu tidak perlu, Bu" ujar Wahyu menanggapi ucapan ibunya."Itu perlu Wahyu" sahut Neneknya."Bagaimana kalau salah satu diantara kami bermasalah?" Tanya Wahyu.Ibu Wahyu d
Nur dan Wahyu sudah berada di dalam mobil Wahyu. Sikap keduanya lebih canggung dari biasanya. Tak ada satupun yang bersuara, bahkan diantara mereka berdua, seperti tak ada yang terdengar bernapas saja. Sunyi senyap di antara mereka berdua. Wahyu memarkir mobilnya di garasi rumah orang tuanya. Nur ke luar dari mobil diikuti oleh Wahyu. Ini malam terakhir mereka menginap di rumah orang tua Wahyu. Karena besok Nur harus kembali bekerja, ia hanya ijin tidak masuk kerja tiga hari saja.Nur langsung menuju dapur, untuk melihat apakah ada yang bisa dikerjakannya. Tapi semua pekerjaan sudah selesai, akhirnya Nur menemui nenek Wahyu di dalam kamar beliau."Assalamuallaikum Nek" salam Nur setelah ketukannya di pintu mendapat sahutan agar ia masuk."Walaikum salam, sini Nur" nenek Wahyu menggapaikan tangannya. Nur duduk di tepi ranjang, tangannya bergerak memijit kaki nenek tanpa diminta."Sebenarnya nenek ingin kalian tinggal di sini saja, Landa
"Baiklah, aku pergi. Tapi jika Kak Wahyu membutuhkan bantuanku kapanpun juga, aku akan selalu siap membantu" tanpa rasa malu sedikitpun, Henny bangkit dari duduknya. Wahyu tetap diam di kursinya."Aku pergi""Hmmm" Wahyu menganggukan kepalanya. Ditatapnya punggung Henny yang ke luar dari ruangannya. Sepupunya itu usianya dua tahun lebih muda darinya, Henny lama tinggal di Jakarta, gaya hidupnya bak sosialita, barang branded menempel dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Kekayaan yang ia dapat dari harta gono gini perceraiannya dengan seorang pengusaha kaya raya dua tahun lalu.Wahyu tahu Henny jatuh cinta padanya sejak lama, tapi akhirnya ia memilih menikah dengan pria kaya yang merupakan rekan bisnis boss tempatnya bekerja. Yang Wahyu tidak mengerti kenapa Henny memilih pulang kembali, dan seakan kembali berusaha mengejar cintanya lagi.Wahyu menepati janjinya, untuk pulang dan makan siang di rumah, meski hujan lebat tengah me
Listrik belum menyala juga. Nur meletakan di atas meja 3 batang lilin yang masing-masing ia tempatkan dibekas kaleng kue berwarna biru tua yang berukuran kecil. Kue kering yang di atasnya bertabur gula, kue kering paling digemari oleh Wahyu. Nur tahu itu, karena Wahyu selalu membuang kalengnya di tempat sampah. Dan Nur memungutnya untuk tempat lilin.Dua mangkok sop daging yang masih mengepulkan asap, dua piring nasi, dua gelas air putih, semangkok besar nasi, semangkok kecil sambel, beberapa iris jeruk nipis di atas piring kecil, dan sebotol kecap manis tertata juga di atas meja. Siap untuk di santap mereka berdua.Keduanya menikmati makanan mereka dalam diam. Keadaan cahaya yang remang menciptakan suasana yang berbeda, bukan hanya berbeda pada keadaan ruang makannya, tapi juga terasa berbeda di dalam hati mereka. Suara hujan dan petir masih terdengar dari luar, namun tak mengganggu mereka dalam menik
Suara ketukan di pintu kamar mengagetkannya. Nur membuka pintu kamar dan menemui Wahyu yang berdiri di depannya."Oleskan salep ini di kulitmu yang terkena air panas tadi" Wahyu mengangsurkan salep di tangannya pada Nur."Terimakasih Kak" Nur menerima salep yang disodorkan Wahyu."Aku kembali ke kamarku""Ya Kak" Nur menganggukan kepalanya. Ia menunggu Wahyu masuk ke dalam kamarnya, baru ia menutup pintu kamarnya sendiri.Wahyu duduk di sofa kecil yang ada di dalam kamarnya, ada segelas kopi dan sekaleng kue kering bertabur gula kesukaannya. Ditangannya ada ponselnya yang menyala, ia tengah berselancar di dunia maya untuk mengusir keresahannya.Kejadian di kamar mandi tadi adalah hal yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di dalam hidupnya.Meski selama ini ia mencintai Cantika, tapi ia cukup bandel juga. Meski ia selalu mengatakan cintanya untuk Cantika, tapi ia suka bermain mata dengan wanita lain juga. Sejak SMA, Wahyu s
Nur menatap mobil Wahyu sampai hilang dari pandangannya.Nur masuk lewat pintu yang ada di samping butik."Assalamuallaikum" Nur mengucap salam begitu membuka pintu."Walaikum salam, diantar siapa Nur?" Tanya Bunda Aira."Kak Wahyu" jawab Nur dengan rona merah di wajahnya."Tumben diantar suami""Karena hujan Bunda, jadi diantar""Ehmm, ayo Nur masuk ke ruanganku. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu" Bunda Aira menggamit lengan Nur."Ada apa ya Bunda?""Jangan tegang dan cemas begitu, ayo duduk" Bunda Aira mempersilahkan Nur untuk duduk di depannya."Begini Nur, butik kita akan meluncurkan produk terbaru, dan aku butuh bantuanmu untuk itu" "Butuh bantunku bagaimana ya Bunda? Aku kan kerja di sini, sudah pasti aku akan membantu Bunda semampu aku bisa" "Ini bukan tentang pekerjaanmu memasang payet, kancing, dan sebagainya, Nur""Lalu tentang apa, Bunda?""Aku ingin kau jadi model produk terbaru butik kit
Nur pulang ikut dengan Lisna, teman kerjanya yang naik motor. Tapi hujam yang mendadak turun membuat mereka harus berteduh di emperan sebuah ruko. Dan seperti beberapa hari yang lalu, Nur kembali bertemu dengan Raffi di situ. Raffi tidak sendirian, ia bersama Arif temannya. Merekapun terlibat pembicaraan yang mengasyikan, sambil menunggu hujan mulai reda. Tapi, hari mulai gelap, hujan tak kunjung reda juga, justru seperti bertambah derasnya. Nur jadi khwatir kalau Wahyu lebih dulu tiba di rumah sebelum dirinya.Tiba-tiba sebuah mobil berbelok ke halaman ruko tempat Nur berteduh. Nur tahu betul siapa pemilik mobil itu. Nur melangkah untuk mendekati mobil. Dan benar dugaannya, kalau Wahyulah yang berada di dalam mobil itu."Kak Wahyu!""Masuk""Sebentar Kak, aku pamit dulu sama temanku" sahut Nur, Nur berpamitan pada Lisna, Raffi, dan Arif. Setelah itu baru ia masuk ke dalam mobil Wahyu. Nur melirik Wahyu ya
Makan malam mereka berjalan dalam kesunyian, sesekali Wahyu melirik Nur. Ia gemas sekali melihat pipi Nur saat Nur mengunyah makanannya. Pipi itu benar-benar seperti bakpao berwarna coklat saja. Jemari Nur yang pendek dan terlihat gemuk tidak luput dari rasa gemasnya. Rasanya Wahyu ingin menggigitnya.'Argghh, ini semua karena mimpi tadi, kenapa semua yang ada pada Nur jadi terasa menggemaskan. Padahal selama ini aku sukses mengabaikannya, tapi...argghhhh'Tanpa sadar Wahyu menggerutukan giginya, karena kesal pada dirinya sendiri. Niatnya mendekati Nur agar rencananya untuk membuat Nur hamil sebelum 6 bulan terlaksana, tanpa harus ada embel-embel cinta. Tapi sekarang justru hatinya yang mulai liar, tak bisa untuk diperintah otaknya.Nur menjilat bibirnya, lalu meneguk air minumnya. Wahyu menundukan kepalanya, menutup matanya, mengutuki dirinya.'Ya Allah, apa ini hukumanmu atas sikapku