Share

Part 2 : Birthday Gifts

Darren Revano Abrata. Pria yang sangat Mikaela cintai, tujuh tahun lalu, hingga sekarang. Mikaela tetap mencintai pria itu. Tapi sekarang dia tidak akan berharap lagi, sejak Rendy mengatakan bahwa Darren sudah menjalin hubungan dengan dokter yang merawat Daffa tiga tahun yang lalu. Kemudian sekarang, Rendy mengatakan bahwa mereka sudah bertunangan dan akan segera menikah.

Mikaela tau semua kabar Darren dari Rendy, dan tentunya kedua sahabatnya yang ada di Indonesia, Tiwi dan Siska. Kalau Rendy tidak memberitahu apa yang Mikaela ingin tau tentang Darren, maka kedua sahabatnya yang akan mencari tau, karena Tiwi bekerja di kantor Darren. Sedangkan Siska adalah rekan bisnis Rendy yang juga tetangga dekat Rendy. Seperti informasi jika Tiwi pernah memergoki Darren berciuman di kantor dengan wanita yang sekarang sudah menjadi tunangannya. Dan itu hanya membuat Mikaela tersenyum miris. Darren mungkin sudah melupakannya dan menganggapnya tidak penting, berbeda dengan Mikaela.

Jika Mikaela boleh memohon, dia tidak ingin bertemu dengan Darren lagi, selamanya. Atau mungkin sampai Darren menikah dan Mikaela juga sudah menikah dengan pria yang akan dia cintai kelak, saat itu mungkin Mikaela akan muncul di hadapan Darren dan meminta maaf padanya. Untuk sekarang dia tidak siap. Hatinya tidak siap melihat pria itu bahagia dengan wanita lain.

Darren sudah berubah. Dia seorang boss besar sekarang. Mikaela tau dia sukses memimpin perusahaan ayahnya dan menjadikan perusahaan itu besar setara dengan perusahaan ayah Rendy. Mereka benar-benar orang hebat, sedangkan Mikaela? Dia merasa kecil sekarang.

Jika bukan karena Rendy yang telah membiayai hidupnya, mungkin Mikaela tidak akan bisa melanjutkan study di tempat impiannya ini. Mikaela bersyukur ia mengenal pria sebaik Rendy. Sampai kapanpun dia tidak akan melupakan itu. Dia akan membalas Rendy suatu hari nanti.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Rendy membuyarkan lamunan Mikaela.

Gadis itu menengok ke kiri dan ke kanan karena mobil yang dia tumpangi sudah berhenti.

"Kita sudah sampai airport, kau mau sampai kapan terbengong seperti itu."

"Aku..."

"Apa kau memikirkan dia?"

"Tentu saja tidak kak. Ayo turun."

Buru-buru Mikaela menarik Rendy turun, cowok itu pasti tau dia sedang memikirkan Darren. Rendy sama bahayanya dengan Darren, kadang dia dapat membaca pikiran Mikaela.

Lagi-lagi Darren yang ada dipikirannya.

"Aku ingin memberimu sesuatu." ucap Rendy sambil berjalan disamping Mikaela yang mengantarnya ke Bandara setelah berjam-jam mereka mengobrol.

"Apa itu sebuah hadiah?"

"Berbaliklah ke belakang. Itu hadiah ulangtahunmu."

Mengikuti kata Rendy, Mikaela langsung menengok ke Belakang, tapi dia tidak menemukan hal apapun.

"Ada apa kak? Aku tidak melihat apapun."

"Benarkah? Coba kau lihat baik-baik."

Mikaela menengok lagi, kali ini dengan lebih teliti memperhatikan belakangnya. Tapi dia tetap tidak menemukan apapun juga. Dengan malas-malasan dia berdecak dan kembali membalikan badan ke arah Rendy. "Kak, kau ingin..."

Kata-kata Mikaela terhenti seketika melihat sosok dihadapannya. Bukan Rendy, tetapi pria yang memakai mantel hijau army dengan senyum merekah hangat yang sudah berdiri disamping Rendy.

"Kau tidak mengenaliku lagi setelah setahun lalu kita bertemu, Mika?" ucap Daffa, pria yang sudah berdiri di depannya sekarang.

Mikaela hampir menangis ketika Daffa memeluknya. Dia benar-benar terkejut dan tidak menyangka Daffa juga ada disini, datang untuk menemuinya.

"Tentu saja aku mengenalimu kak, kau adalah pengantin baru dengan pesta yang sangat meriah dan diliput banyak media disana, bagaimana mungkin aku tidak mengenalimu, wajahmu banyak terpampang di internet."

Tertawa mendengarkan ucapan Mikaela, Daffa melepas pelukannya dari gadis itu kemudian menengok ke arah Rendy. "Cepatlah pergi, atau kau akan tertinggal pesawat."

Rendy mendengus. "Kau benar-benar tidak tau cara berterimakasih, seharusnya aku tidak mengajakmu kesini." umpatnya.

"Aku bisa datang sendiri."

"Aku tidak akan mengizinkanmu menemui Mikaela kalau begitu."

"Wow, siapa kau?"

"Hentikan kak! Kalian benar-benar tidak berubah." ucap Mikaela menghela napas.

"Baiklah, aku akan pergi sekarang." Rendy mengecek jam tangannya. "Hey Daffa, ingat, istrimu sedang menunggu di rumah."

Daffa meninju bahu Rendy pelan. "Kau yang paling tau kenapa aku menikah. Safe flight."

"Terimakasih kak, kau benar-benar paling bisa memberi kejutan padaku."

"Enjoy your time Mikaela, hadiahmu yang lain sudah menunggu di apertemenmu, jadi jangan lama-lama bersamanya, lagipula dia sudah punya istri sekarang, tidak baik berduaan dengan suami orang lain." Rendy melirik Daffa yang menatap tidak suka padanya. Dia terkekeh.

"Baiklah kak. Tenang saja, aku bisa menjaga diri."

"Aku akan datang seminggu lagi untuk menemuimu." Rendy mengacak rambut Mikaela sebelum beranjak dari tempatnya.

Mikaela tersenyum hangat. "Hati-hati kak."

Lambaian tangan Rendy pada Mikaela dan Daffa menghilang perlahan. Kini fokus Mikaela ke pria disampingnya, pria yang sekarang terlihat baik-baik saja, dengan badan yang sudah berisi bahkan berotot, sangat berbeda dengan badan kurusnya yang dulu.

Pria itu Daffa Revano Abrata, cinta pertama Mikaela, sahabat Rendy, kembaran Darren, dulu dia sangat menyukai Daffa, sampai akhirnya Darren datang di kehidupan Mikaela sebagai Daffa, karena pada saat itu Daffa sedang sakit dan koma, Darren datang menggantikan Daffa, tanpa Mikaela ketahui, dan Darren berhasil merebut hati Mikaela dari Daffa tanpa memerlukan waktu yang lama.

Mikaela tidak tau, Darren mencintainya atau tidak. Yang Mikaela tau, bahwa seseorang yang mencintainya tidak akan menyerahkannya pada siapapun, termasuk pada Daffa, saudaranya. Tanpa memikirkan perasaan Mikaela, Darren menyuruhnya untuk bersama Daffa, yang waktu itu juga mencintainya.

Ini adalah hubungan yang sangat rumit. Mikaela tersenyum mengingatnya, mengingat bagaimana cinta monyetnya dengan Darren dan Daffa. Ia memalingkan wajah pada Daffa yang tengah menatapnya.

"Kau apa kabar kak? Bagaimana kau bisa disini?"

"Apa sebaiknya kita mencari tempat untuk mengobrol?"

"Ide yang bagus, mau ke apertemenku?"

Sebenarnya Mikaela ingin cepat-cepat pulang untuk melihat hadiah apa yang akan ia terima di apartemennya seperti ucapan Rendy. Lagipula Mikaela ingin mengobrol banyak dengan Daffa. Lebih leluasa jika mereka mengobrol di apartemennya.

"Baiklah, aku rindu pada bi Salma dan juga masakanmu."

.

"Kau lebih berisi dari setahun yang lalu kak."

"Ya, makanku sangat banyak dan selalu pergi berolahraga."

"Pantas saja sekarang kau sangat sexy." Mikaela memperhatikan tubuh Daffa yang hanya berbalut kaos lengan panjang.

"Apa kau berubah pikiran setelah melihatku dan menyesal sudah menolakku waktu itu?" goda Daffa sambil menumpuk piring bekas makannya.

Salma hanya tersenyum melihat mereka yang sedang mengobrol di meja makan. Ia membantu membereskan piring-piring kotor yang ada di atas meja.

"Hmm, mungkin aku akan menyesal, tapi mungkin tidak karena kau adalah pria beristri sekarang." Canda Mikaela membuat Daffa dan Salma tertawa. "Istrimu sangat cantik kak."

"Bagaimana kau tau? Kau belum bertemu dengannya."

"Aku melihatnya di internet. Seorang pewaris tunggal perusahaan besar, M.S group Company. Kau harus mengenalkannya padaku nanti."

"Pasti, aku akan mengenalkannya padamu."

Mikaela bangkit ingin membantu Salma yang sedang berkutat mencuci piring tidak jauh darinya.

"Lanjutkan saja pembicaraan kalian, biar bibi saja yang membereskan semuanya."

Mendengar penolakan Salma Mikaela melengos mengambil gelas. "Aku tidak ingin membantumu bi, aku hanya ingin minum air."

Gadis itu kembali lagi duduk di meja makannya. "Kau yang mengurus perusahaan milik istrimu kak?"

"Ya, untuk sementara."

"Kenapa?"

Daffa menumpukan pipinya pada telapak tangan dan memandang Mikaela. "Apa kau sangat ingin tau?"

"Sebenarnya iya."

"Tunggu saja, jika sudah saatnya nanti aku akan memberitahumu."

"Apa kau mencintainya kak?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Karena pernikahanmu sangat mendadak."

"Tidak mendadak juga." Elak Daffa.

Mikaela memandangnya dengan saksama, dengan tatapan curiga lebih tepatnya.

"Apa.. kau sudah menghamilinya kak?"

Mendengar pertanyaan Mikaela, Daffa yang tadinya ingin minum meletakan gelasnya kembali. Dia merasa geli melihat Mikaela yang memajukan badannya hanya untuk mencari kesalahan di wajah Daffa.

"Apa aku terlihat seperti pria macam itu?"

Mikaela kembali menegakkan badannya. "Tidak sih, kau pria baik-baik kak. Tidak mungkin kau melakukan itu."

"Apa kau baik-baik saja?" Kini giliran Daffa yang mengajukan pertanyaan.

"Maksudmu?"

"Tentang Darren. Apa kau baik-baik saja dia sudah bertunangan dengan dokter Caroline?"

"Tentu saja aku baik-baik saja kak. Aku senang melihatnya bahagia."

"Baguslah, aku juga senang melihatnya. Caroline adalah wanita yang baik Mikaela. Dia adalah dokterku."

"Aku tau, bukankan kau sudah menceritakan padaku dulu?" Mikaela tersenyum.

Ternyata memaksakan senyum itu sangatlah menyesakkan dada. Tidak bisa dipungkiri hati Mikaela merasa sakit. Tapi disisi lain, dia harus merelakan hal itu, hidupnya akan terus berjalan walau tanpa Darren, bukan waktunya untuk memikirkan percintaannya yang menyedihkan.

"Aku harus berterima kasih kepada Rendy, karena dia telah menjagamu selama ini."

"Dia benar-benar malaikat penolongku kak."

"Aku tau, dia yang selalu aku andalkan untuk menjagamu sejak dulu."

"Benarkah?"

"Ya, sejak kita sekolah dulu, hanya dia yang aku percaya untuk menjagamu."

"Pantas saja dia sangat baik padaku sejak dulu kak."

"Maafkan aku tidak bisa menjagamu dulu, aku.."

"Sudahlah kak, aku tidak terlalu memikirkan hal itu, yang terpenting sekarang bagaimana aku akan menjalani hidupku dan aku sangat bersyukur kau sudah sembuh total kak."

"Apa kau mau bekerja di perusahaanku? Maksudku perusahaan istriku?"

Mikaela menggeleng cepat. "Tidak, aku ingin bekerja dengan hasil usahaku dan prestasiku. Aku ingin membuktikan kehebatan dan kemampuanku tanpa campur tangan kalian."

"Kalian?" Daffa mengerutkan kening.

"Kak Rendy juga mengatakan hal yang sama denganmu."

"Oh, seharusnya aku sudah bisa menebaknya."

Ponsel Daffa bergetar hebat di saku mantel yang ia letakkan di kursi sebelahnya. Daffa segera mengambil ponsel itu, sebelum mengangkatnya, Daffa melirik ke arah Mikaela. "Darren." ucapnya kemudian menggeser simbol dengan warna hijau.

Jantung Mikaela berdetak tak karuan ketika mengetahui bahwa Darren sedang menelpon Daffa sekarang. Walau dia tidak bisa mendengar suara pria itu sama sekali.

"Aku sedang di Paris."

"......"

"Menemui rekan bisnisku."

"......"

"Aku akan kembali besok."

"......"

Daffa menutup teleponnya.

"A..apa yang.. dia katakan kak?" Tanya Mikaela terbata.

"Dia bertanya aku ada dimana."

"Lalu?"

"Mungkin ada sesuatu yang terjadi di perusahaan dan dia butuh bantuanku."

"Oh, begitu."

Suasana kembali hening sampai Salma datang membawakan beberapa potong kue dan kopi panas untuk Daffa.

"Makanlah, Bibi akan keluar sebentar ke supermarket." ujarnya sambil mengambil mantel.

"Hati-hati bi." Mikaela membantu Salma memakaikan mantelnya.

Setelah wanita itu pergi, Mikaela kembali mendekati Daffa yang sedang sibuk dengan ponselnya.

"Apa kau mengirim pesan untuk kak Darren?"

"Apa kau penasaran?"

"Tidak, aku hanya ingin tau."

Daffa tersenyum kemudian meletakkan ponselnya.

"Apa yang kau tulis untuknya?" Mikaela tidak menyerah mencari jawaban.

"Aku mengirim pesan pada Shine."

"Oh, pada istrimu."

"Kau terlihat kecewa."

Mikaela menjadi salah tingkah. "Kecewa untuk apa?"

"Apa kau ingin mendengar tentang Darren."

"Aku hanya penasaran, apa dia masih pemarah seperti dulu?"

"Ya, kadang-kadang."

"Apa dia masih sangat cuek seperti dulu?"

"Itu ciri khasnya Mika."

"Apa dia masih sangat egois?"

"Tidak juga."

"Apa dia masih suka memerintah sana sini."

Daffa tertawa. "Itu sifatnya sejak lahir."

"Apakah dia masih tidak memikirkan perasaan orang lain dan ingin menang sendiri?"

"Apa dia selalu berbuat seperti itu padamu?"

"Aku tidak bicara seperti itu. Lupakan itu kak."

"Kau juga tidak berubah Mikaela."

"Apa wajahnya masih mirip denganmu kak?" Mikaela tidak ingin mengalihkan pembicaraan tentang Darren.

"Menurutmu?"

"Pasti iya. Apa dia lebih tinggi darimu?"

"Ya, sedikit lebih tinggi."

"Dia tampan?"

"Hey, lihat aku."

Kali ini Mikaela yang terkekeh.

"Kau tidak melihatnya di internet? Dia sering masuk pemberitaan juga. Pria sukses yang tampan."

Bukan tidak pernah melihatnya di internet, sejak Darren dikabarkan mempunyai kekasih, Mikaela memutuskan untuk tidak lagi melihat berita tentang pria itu di internet.

"Tidak pernah. Tapi.. Aku yakin dia tampan sepertimu kak."

"Ah, aku lupa mengucapkan sesuatu." Daffa menegakkan tubuhnya masih memandang Mikaela dengan senyuman.

"Apa itu tentang kak Darren?"

Terdengar tertawa renyah dari mulut Daffa. Sepertinya bukan tentang apa yang Mikaela harapkan.

"Happy Birthday Mikaela."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status