Share

Part 3 : Propose

"Kaaakk! Kak Daffa!"

Suara teriakan Shine menggelegar memenuhi ruangan.

Merasa namanya terus dipanggil dengan tidak sabar, Daffa dengan segera turun dari tangga kamar sambari mengancingkan lengan kemejanya.

"Ada apa Shine?" tanyanya mendekat.

"Apa-apaan ini kak?" Shine menunjuk dua pria berbadan kekar berpenampilan rapi dan berkacamata hitam yang berdiri tegap menghadap Shine.

"Oh, mereka yang akan menjagamu." jawab Daffa santai, sambil berlalu ke meja makan.

Shine membuntutinya.

"Jadi, ini hukuman yang kau berikan padaku kak?" tanyanya geram.

Senyum Daffa tersungging manis, ia menatap Shine, lalu menambahkan satu slice keju ke dalam rotinya. "Tidak ada yang akan menghukummu, aku hanya ingin mereka menjagamu. Tidak ada yang salah dengan itu." Daffa memasukkan potongan roti besar-besar kemulutnya.

"Aku tidak mau--"

"Tidak ada bantahan Shine." potong Daffa cepat memandang Shine tajam.

Gadis itu menciut, hanya beberapa detik hingga Daffa kembali tersenyum ke arahnya.

"Baiklah kak." tukasnya menyerah, ada sedikit nada kesal diucapannya.

"Makanlah sarapanmu Shine. Mereka akan mengantarmu ke sekolah."

Shine mendelik. "Bukankah kau sudah berjanji akan mengantarku hari ini kak?"

"Aku akan menjemput ayah dan ibu pagi ini Shine, aku tidak bisa mengantarmu."

Mendengar ucapan Daffa, seketika wajah kesal Shine berubah menjadi ceria. "Mereka sudah pulang?" tanyanya.

"Ya."

"Kalau begitu aku ikut denganmu kak."

"Tidak boleh."

"Ku mohon kak, aku merindukan mereka." Rengek Shine menyatukan kedua telapak tangannya.

"Tidak, kau bisa bertemu mereka sepulang sekolah."

"Tapi aku sangat rindu pada mereka kak!"

"Kau sudah membolos kemarin, jadi hari ini kau tidak boleh absen lagi."

Shine tidak dapat membantah, memang benar kemarin adalah kesalahannya sendiri, karena mengikuti ide gila Vonie.

"Baiklah, aku berangkat." ucap Shine lemah, ia menyambar tasnya masih dengan perasaan kesal, tanpa menoleh kembali ke Daffa.

Shine melangkah dengan cepat ke mobil yang akan membawanya ke sekolah, bersama dengan kedua bodyguard barunya.

Shine benar-benar tidak menyangka dengan jalan pikiran Daffa. Lebih baik pria itu memarahi Shine seharian karena ulahnya kemarin dari pada ia harus merenggut kebebasan Shine. Daffa benar-benar tau dengan persis bagaimana hukuman yang dapat menyiksa Shine pelan-pelan.

Dia benar-benar kejam!

.

Daffa memasang seatbeltnya, setelah memastikan Brata dan Ema duduk dengan nyaman di dalam mobil. Ia mulai melajukan mobilnya pelan-pelan keluar area bandara. Sesekali ia melirik ke arah kaca depan, nampak Ema dengan wajah yang masih kelelahan bersandar, juga Brata tepat duduk disebelahnya. Wajah mereka masih nampak pucat.

"Apa kita harus mencari makan terlebih dahulu?" tawar Daffa.

"Tidak usah, ibu rindu masakan bi Inah." tolak Ema, memijat keningnya.

"Apa dia mencoba menghubungimu Daff?" Brata mengalihkan pembicaraan, sepertinya ia tidak sabar ingin menanyakan beberapa pertanyaan pada Daffa.

"Siapa maksud ayah?"

"Lionel."

"Tidak, maksudku, dia belum menghubungiku atau mencariku."

Brata memandang Daffa yang masih fokus dengan kemudinya.

"Dia terus menghubungiku dan menanyakan Shine Daff, aku yakin tidak lama lagi ia akan menuntut hak asuh Shine pada pengadilan."

Setir Daffa berbelok ke kanan. "Mungkin tidak secepat yang ayah perkirakan, aku dengar dia masih harus mengurus hutang-hutangnya pada bank."

"Justru itu yang ayah khawatirkan, dia akan dengan cepat mencari Shine untuk melunasi hutangnya."

"Lalu? Apa yang akan ayah lakukan?"

Brata terdiam, Daffa mencuri pandang pada Ema. Wajahnya nampak khawatir mendengar pembicaraan antara ayah dan anak itu.

"Jangan khawatir bu, aku tidak akan membiarkan pria itu mengambil Shine."

Lampu merah menyala ditengah-tengah kemacetan, memaksa Daffa untuk berhenti.

Ema mendekatkan tubuhnya di antara Brata dan Daffa.

"Kau tau, aku sangat menyayanginya, dia sudah seperti putriku." ucapnya meremas bahu Daffa.

"Ya, ibu, dia adalah adikku, aku tidak akan membiarkan siapapun mengambilnya." Daffa menenangkan Ema dengan menggenggam tangannya.

"Kau harus cepat-cepat mengurus adopsi resminya sayang." Pinta Ema, kini pada Brata.

"Akan aku usahakan." jawabnya lemah.

.

Setelah mengantar orangtuanya ke rumah, Daffa kembali melesatkan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi.

Disepanjang perjalanan yang ia lakukan hanya melamun, memikirkan apa yang ada di otaknya selama ini, yang belum pernah ia katakan pada siapapun sebelum ia memastikan sesuatu terlebih dahulu.

Daffa memasuki kompleks pemakaman dan memarkirkan mobilnya sembarang dipinggir jalan.

Ia berjalan pelan ke salah satu makam yang berada di tengah.

Ya, makam Edward.

Daffa memandangi makam itu tanpa bicara sepatah katapun, kemudian ia berjongkok disebelahnya.

Makam yang sangat terawat dengan rumput hijau yang rapi, penjaga makam benar-benar menjaganya dengan sangat baik.

Daffa mengusap debu halus yang menempel di makam tersebut, kemudian ia meraba dadanya pelan.

"Disini berdetak lebih kencang ketika aku mengkhawatirkan Shine." ucapnya.

"......."

"Apa itu reaksimu ketika kau melihat adikmu?"

"......."

"Apa kau melihatnya dari sana? Kami merawatnya dengan sangat baik bukan? Kami semua menyayanginya sesuai keinginanmu."

"........."

"Jadi... kau tidak perlu khawatir, beristirahatlah dengan tenang Ed, aku dan Darren yang akan mengambil tugasmu."

Daffa kembali menekan dadanya kuat-kuat.

"Lihat? kau seperti masih hidup dalam tubuhku." Pria itu tersenyum. "Mari kita jaga dia bersama-sama."

"........."

"Sebelumnya, aku minta maaf, aku tidak bisa selalu mengunjungimu disini..."

Daffa menjeda ucapannya.

"Tapi.. aku ingin mengatakan satu hal lagi padamu Ed."

"......."

"Aku sudah memikirkan hal ini semalaman."

"........."

"Aku ingin menikahi Shine."

Jantung Daffa kembali berdetak lebih kencang ketika mengatakan kalimat itu. Ia meredam rasa yang sedikit menyesakkan didadanya.

"Paman kalian akan mengambilnya, bukan untuk sesuatu yang baik, dan aku akan mengambil hak asuh Shine dengan cara itu, jadi bisakah kau mengizinkanku menikahinya?"

Daffa diam untuk beberapa menit.

"Ini demi kebaikannya Ed, kau yang paling tahu, kau dan aku sama-sama menyayanginya."

"......."

"Jadi tanpa persetujuanmu atau tidak, aku akan tetap menikahi Shine."

Ucapan terakhir Daffa sebelum ia kembali menegakkan kakinya dan melangkah pergi.

Di dalam mobil, Daffa menggenggam erat ponselnya, antara ragu dan tidak. Ia menekan nomor Ema.

Hanya selang beberapa detik, panggilan itu sudah terhubung.

"Ibu..."

.

Hujan turun dengan derasnya. Shine menengadahkan tangannya menatap ke langit yang diselimuti awan gelap pekat. Seharusnya teman-temannya berada disini bersamanya atau malah mereka sedang bersenang-senang di suatu tempat dan makan di restoran mewah. Tetapi Shine memilih menunggu Daffa. Pria itu berjanji untuk menjemputnya.

Sudah hampir satu jam Shine menunggu di bawah atap pos satpam sekolahannya, Daffa tidak kunjung datang. Padahal Shine sudah tidak sabar ingin sampai ke rumah, ia sangat merindukan Ayah dan Ibunya.

Sambil mengetuk-ngetukkan ujung sepatu kets ke lantai, Shine menunduk, memegangi tali tasnya, lalu menatap genangan-genangan air yang terguyur rintik-rintik hujan.

"Shine."

Gadis itu mengangkat wajahnya ketika namanya dipanggil lembut. Daffa datang dengan membawa payung yang ukurannya lumayan besar.

"Maaf, sedikit terlambat."

Shine mengerucutkan bibirnya kesal karena bosan menanti. Ia segera masuk ke bawah payung biru itu, kemudian melambaikan tangan pada satpam yang sedari tadi menemani kesendirian Shine.

Daffa memegangi payung agar Shine tidak basah dan membukakan pintu untuk Shine kemudian ia berputar untuk masuk ke dalam mobil.

"Kau marah?" tanyanya.

Shine menggeleng.

Segera saja Daffa menjalankan mobilnya, masih dengan pikiran yang berkecamuk karena pembicaraannya tadi dengan Ema.

Flasback on.

Beberapa jam yang lalu...

"Ibu."

"Ada apa sayang?"

"Aku akan mengatakan sesuatu, apa kau siap mendengarnya?"

"Kenapa kau tidak katakan itu di rumah? Dimana kau sekarang?"

"Karena aku harus memastikan sesuatu lebih dulu, dan aku tidak ingin mengatakannya secara langsung."

"Ada apa?"

"Aku akan menikahi Shine."

"Apa?!"

"Tenanglah dulu bu."

"Apa yang baru saja kau katakan? Apa kau bercanda?"

"Aku tidak bercanda bu."

"Daffa pulanglah dulu. Ibu butuh penjelasanmu."

"Tidak bu, aku ada urusan penting sekarang, tenangkanlah dirimu, dan katakan itu pada Ayah. Katakan aku akan menikahi Shine."

"Apa kau sudah gila Daff?"

"Hanya itu cara satu-satunya untuk mengambil hak asuh Shine secara instan."

"........"

"Apa kau mendengarkanku Bu?"

"Ibu masih tidak mengerti maksudmu Daff."

"Ayah akan mengerti."

"Tapi kau akan menikahi saudarimu!"

"Kami tidak ada hubungan darah."

"Apa kau mencintainya?"

"Apakah mungkin aku mencintainya? Shine itu adikku bu."

"Daffa, kau.."

"Percayalah padaku bu, sampai ia benar-benar dapat hak atas perusahaannya, aku akan menjaganya. Aku menyayanginya."

"Berapa lama?"

"Sampai ia berumur 25 tahun, aku akan menyerahkan seluruh perusahaan Shine padanya, karena itu memang haknya, aku hanya akan menjaganya."

"Ibu juga memikirkanmu Daff, usiamu sudah 27 tahun dan jika kau menikah dengan Shine selama itu, maka kau..."

"Ibu, aku tidak akan hidup sampai saat ini jika bukan karena Edward. Lagipula anakmu ini lumayan tampan, masih banyak wanita yang akan melirikku saat aku menduda nanti."

"Jangan bercanda Daff! Bagaimana dengan Shine? Kau pikir dia akan setuju dengan ide gilamu ini? Kau pikir dia akan mau menikah denganmu? Dia masih sangat muda dan dia pasti punya seseorang yang dia sukai. Dan jika dia sudah menikah lalu kau menceraikannya, status Shine akan..."

"Aku yang akan memastikan itu hari ini bu, dan tenang saja, aku tidak akan pernah menyentuhnya selama pernikahan kami. Bagaimana mungkin aku menyentuh adikku sendiri?"

"Daff, aku menyayanginya, kau tau dia sudah seperti putriku, bagaimana bisa aku mengizinkan pernikahan palsu ini? Bagaimana aku membiarkannya menikah di usia muda dengan pria yang tidak ia cintai yang sudah seperti kakaknya?"

"Aku sudah mendengarnya ratusan kali bu, percayalah padaku, Shine akan tetap menjadi putrimu, ini hanya masalah waktu. Jadi ku mohon, biarkan aku lakukan dengan caraku, karena hanya suaminya sajalah yang akan mempunyai hak asuh penuh terhadap dirinya, tugas ibu hanya pastikan ayah mengizinkan aku menikahi Shine."

"Baiklah, ibu akan bicara pada ayahmu."

Flasback off..

Tiinnn tiiiinnn tiiiinnnn!

"Kak, kak, kak! Lampunya sudah hijau apa kau tidak melihatnya?"

Daffa tersadar dari lamunannya begitu Shine mengguncang-guncangkan lengannya yang masih memegangi setir. Bahkan suara klakson mobil yang tidak sabar menunggunya bergerak maju saja tidak bisa menyadarkannya.

"Kau tau kak? Kau membuatku sangat kesal, pertama, kau telat satu jam menjemputku!"

"........."

"Lalu, kau tidak mendengarkan ucapanku sejak tadi? Kau hanya diam saja, aku paling tidak suka jika seseorang mengabaikanku!"

"........."

"Dan aku memintamu untuk berhenti depan minimarket yang disana itu karena aku akan membeli sesuatu, tapi kau sama sekali tidak berhenti!"

"........."

"Apa yang kau lamunkan sebenarnya kak?"

"......."

"Kau tau? Tenggorokanku sangat kering ketika menunggumu. Aku ingin minum!"

"........"

"Kau tau? Aku sangat merindukan Ayah dan Ibu, kau benar-benar menyebalkan kak!"

"........."

"Lihat? Kau bahkan tidak mendengarkanku seka--"

Ciiiittttttt

".... Apa yang kau lakukan kak!?" Pekik Shine terkejut ketika Daffa menginjak remnya secara mendadak dan menepikan mobilnya dipinggir jalan. "Kau hampir saja menabrak mobil di depanmu! Aku belum mau ma--"

"Menikahlah denganku Shine."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status