Sammuel tiba di kamar Rawat Inap Risha disana sudah banyak orang, kedatangan Sammuel dan Dimitri menjadi pusat pandangan semua orang yang berada disana.
“Om tampan!” pekik Levina sambil merentangkan kedua tangannya dengan posisi masih berbaring dia atas brankar, seolah-olah ia ingin di gendong oleh Sammuel. Sammuel segera berjalan menuju Brankar Levina dengan pandangan menoleh kearah Risha dan membalas senyuman Risha.Disisi lain ada Dimitri yang sejak memasuki ruangan, pandangannya terus tertuju pada gadis mungil bermata hijau emerald yang sedang di hampiri oleh Sammuel. Gadis dengan senyum manis berpipi cubby itu sudah membuat Dimitri jatuh hati pada pandangan pertama, jantungnya berdetak kencang seiring langkah kakinya mendekat kearah Levina.Dimitri tak mengerti dengan apa yang sedang ia rasakan saat ini, kenapa perasaannya bisa sekian membuncah bahagia kala melihat Levina untuk pertama kali. PandanSammuel tertawa lirih kala melihat wajah cemberut dan jutek Dimitri, sepanjang perjalanan Dimitri tak mengeluarkan sepatah kata pun. Dimitri yang biasanya begitu cerewet dan usil sekarang berbanding terbalik menjadi begitu pendiam serta acuh.Sammuel memaksa Dimitri untuk mengantarkan dirinya ke kantor, bahkan di hadapan semua orang di ruang rawat Levina dia menolak dengan tegas ajakan Sammuel.Merajuk, kata itulah yang cocok untuk Dimitri saat ini. Bahkan ketika Dorothea menyuruhnya segera pergi mengikuti Sammuel pun ia tolak, padahal Dimitri sama sekali tak pernah membantah atau bahkan menolak permintaan Dorothea sekalipun. Tetapi sekarang situasinya berbeda, ada perasaan tak rela dalam Dimitri untuk jauh dari Levina.“Kau semakin tampan jika cemberut begitu,” sindir Sammuel sambil tertawa di samping Dimitri yang sedang mengemudi. Dimitri hanya mendengus kesal mendengar sindiran Samm
Acara makan malam berlangsung dengan meriah dan bahagia di mansion Edward. Bahkan secara khusus Edward menyewa EO khusus dan beberapa chef khusus untuk memasak masakan Halal untuk Orang Tua Risha.Sikap over protektif Dimitri pun semakin menjadi terhadap Levina, bahkan sedetikpun Dimitri tak mau menjauh dari Levina hingga Sammuel kalang kabut dibuatnya.“Astaga! Apa anakmu bisa dikendalikan?” keluh Sammuel di sebelah Dorothea.“Jangankan anaknya, Bapaknya saja masih belum bisa aku kendalikan!” tawa lirih Dorothea sambil menyesap red wine di gelas yang ia bawa.“Benar-benar jelmaan Axelo, pecinta daun muda,” sindir Sammuel sambil menyalakan rokok yang sudah bertengger di bibirnya.“Ada masalah?” tanya Dorothea kala melihat Sammuel tiba-tiba merokok.Dorothea tau persis dan hafal kebi
“Are you OK?” sela Sammuel di samping Dimitri, saat ini mereka berada diatas gedung pencakar langit mendampingi dua buah sniper yang sudah berjaga di sana dan di temani beberapa pengawal kepercayaan Sammuel.Salah satu properti EDSAM Corp, yang masih beroperasi tetapi tak banyak tahu jika gedung dengan 45 lantai ini milik dari klan Collins Brother, gedung yang berada di tengah kota itu terletak sangat strategis di segala aspek dan posisi. Sammuel yang membawa senapan laras panjang anti metrial buatan Amerika yang telah di sempurnakan Dimitri, McMillan TAC-50 adalah senjata favorit Sammuel jika sedang berburu ‘mangsa’ dengan jarak jauh, senapan yang tergolong dalam jajaran senapan mematikan didunia itu dapat membunuh target dengan jarak hampir 2,4 kilometer.Sedangkan Dimitri lebih menyukai senapan sejenis Cheytac M200 Intervention buatan Amerika yang biasanya di gunakan oleh penembak runduk Navy SEAL.&nb
“Masih belum tidur?” sapa Edward yang melihat Risha masih terjaga di Ruang baca dengan beberapa buku dipangkuannya, “aku tak tahu jika kau suka membaca,” sambung Edward yang duduk di sebelah Risha.“Aku suka membaca, hanya saja waktunya yang tak ada. Lebih dihabiskan untuk bekerja dan menghadapi kenyataan dari pada menikmati ketenangan,” jawab Risha memandang Edward sambil melepas Kacamata baca yang bertengger ditelinga dan hidung minimalisnya.“Sekarang tak perlu kau risaukan, bacalah sepuasmu. Jika perlu kubuatkan ruang baca untukmu.”“Tak perlu Tuan, ini sudah cukup. Terima kasih untuk segala yang telah kau berikan untukku dan Orang Tuaku, ini sudah terlalu berlebih untukku.”“Jangan, jangan berkata begitu. Ini tidak seberapa,” sela Edward sambil melihat kearah tumpukan buku yang berada di pangkuan Rish
Suara decitan ban mobil yang mengenai aspal tiba-tiba terdengar memekakkan telinga, mobil sport Dimitri yang di kemudikan Sammuel tiba-tiba berhenti diikuti oleh beberapa mobil sedan hitam di belakangnya.Dimitri yang duduk di bangku penumpang berjalan keluar dengan sempoyongan menuju bahu jalan, disana ia menumpahkan semua isi perut yang berupa cairan dari alkohol yang sudah memenuhi isi perutnya. Aroma alkohol langsung menguar mengenai hidung beberapa pengawal yang berjaga di sekitar Dimitri. Tubuh lemas Dimitri di papah oleh beberapa pengawal menuju kedalam mobil yang di kemudikan Sammuel.Di dalam mobil Sammuel membantu memasangkan sabuk pengaman pada tubuh Dimitri yang sudah lemas dengan sesekali mengigau dan meracau tak tentu arah.“Dasar anak demit, gak kondisi sadar, gak kondisi mabuk sama-sama bikin repot saja,” lirih Sammuel yang mengemudikan mobil Dimitri menuju ke markas pusat.
Semalaman Sammuel menjajal beberapa senjata, Jack dan pengikutnya di persilahkan pamit untuk istirahat setelah menemani Sammuel selama 2 jam saja.Penjaga yang mengawasi Sammuel juga berjaga secara bergantian, hanya Sammuel saja yang terus terjaga selama semalaman. Entah mengapa rasa kantuk tak kunjung jua menyerangnya.Pagi ini seperti biasa, dengan sekaleng minuman soda dingin yang sudah berada di tangannya, kebiasaannya Sammuel kala tak dapat tidur semalaman. Sammuel berjalan menuju ke kandang Winter, yang dimana sudah ada Dimitri yang sedang rebahan sambil memainkan handphone di tangannya sambil bersandar di tubuh Singa putih yang tampak anteng walaupun ada badan berat Dimitri menindih perutnya.“Bagaimana kejutanku, Son? Rupanya kau sangat menikmati tidurmu dengan nyenyak,” sindir Sammuel berjongkok mengelus kepala Winter yang nampak anteng dengan kedatangan majikannya tanpa membuka mat
“Apa yang kau temukan?” lirih Sammuel sambil melihat melalui teropong kondisi taman bermain yang ia kunjungi, di sampingnya sudah ada Jack yang tengah sibuk dengan iPad di tangannya. “Hanya laporan dari Kiev, untuk pengamanan taman dan restoran sudah dalam kendali kita,” jelas Jack sambil menyodorkan iPad yang berada di tangannya kearah Sammuel. “Batalkan reservasi di restoran.” “HAH!” pekik Jack seketika membulatkan matanya kearah Sammuel, dia terkejut mendengar ucapan Sammuel, “tapi, Tuan! Persiapan kita sudah sangat sempurna.” Sammuel menyunggingkan senyum tipis kearah Jack, “sebegitu inginkah kau berpesta?” jawab Sammuel sambil menyerahkan iPad kearah Jack, sedangkan Jack masih tertegun menerima iPad dengan pandangan kosong. “Aku tak pernah bilang kita harus berpesta, aku juga tak pernah bilang restoran itu akan aku gunakan untuk makan mala
“Apa kau sedang mencari seseorang?” tanya lirih Edward yang duduk di samping Risha dengan satu buah es krim cone berada di tangannya. “Sammuel sedang ada keperluan, dia hanya mengantar kita saja tadi,” lanjut Edward yang tau apa yang tengah dipikirkan Risha. “Aku hanya khawatir dan merasa sungkan, seharusnya kita bisa berkumpul bersama sedangkan dia harus bekerja demi kita. Sungguh tak adil bagiku,” lirih Risha menatap Edward dengan sedikit sayu. “Nanti akan kuluangkan waktu agar kau bisa bersamanya,” jawab Edward dengan senyum merekah ketika memandang Risha yang sedang memakan es krim cone dengan sedikit belepotan di sudut bibirnya. “Eh, maksudnya?” pekik Risha sedikit tersentak mendengar ucapan Edward. Risha langsung menoleh melihat Edward yang sedang yang juga sedang memandangnya, membuatnya menjadi tersipu dengan pipi yang sudah merah merona. “Nanti akan aku beritahu