Lian paling bisa membuat Saga tak berkutik dengan aksi-aksi spontannya. Saga menunduk, memikirkan apa yang akan ia bicarakan untuk mengalihkan lerhatian Ibu Mita yang kini sudah amat penasaran."Mau bicara apa Saga?" tanya ibu Mita lagi."Oh, ehm ... bagaimana kalau kita duduk dulu?" Saga menghela ibu Mita untuk duduk di kursi panjang kebun itu. Lian pun juga ikut duduk di sebelah ibu Mita. Ia harap kali ini, Saga sungguhan mau bicara serius dengan ibunya. Lian optimis saja pasti ibu Mita tidak akan merestui anaknya untuk melakukan tindakan medis yang tidak masuk akal itu. Jadi ia tidak perlu repot-repot merayu Saga lagi karena Saga pasti akan lebih menuruti apa kata ibunya.Ibu Mita menatap Saga dan Lian bergantian. Masih menunggu topik pembicaraan apa yang sekiranya akan Saga utarakan."Jadi, Bu. Saga dan Lian mau pamit." ujar Saga dan langsung mendapat kernyitan dari Lian."Pamit kemana?""Saga sama Lian mau pergi liburan akhir minggu ini, Bu."Ibu mengerjap riang. "Oh ya? Bagus it
"Kalau kita bertatap muka, pasti ekspresimu sekarang sudah jelek sekali seperti badut. Kamu tidak cocok jadi perempuan cengeng begini Lian," ujar Anggi di seberang telepon.Lian memang merengek sejak pertama Anggi mengangkat telepon itu. Lian baru saja menangis di bawah selimut setelah menyuruh Saga kembali tidur di luar lagi."Sepertinya aku menyerah," keluh Lian dengan nada lemah."Wait! Kamu mau menyerah dengan Saga?!"Lian mengangguk, meski Anggi tidak akan dapat melihatnya. "Hmm ... ""Hey! Dimana jiwa kompetitif kamu Lian? Kamu tidak lupa kan, bisa menjadi model terpopuler se-Asia berkat apa? Kegigihanmu. Dan sekarang masalah begini kamu sudah menyerah?""Beda kasus Anggi.""Kamu mampu mengalahkan ribuan peserta dari berbagai negara. Tapi ini mengalahkan ego suamimu saja tidak bisa. Ayolah Lian."Lian mendesah seraya menyugar rambutnya yang sudah berantakan. Baru beberapa hari ia memegang mental juang itu,
"Gosipnya, Sera itu sudah punya anak, tapi disembunyikan." ujar seorang hair stylist bernama Barbara yang sedikit melambai yang kini sedang mengerjakan rambut Lian.Mereka sedang membicarakan tentang Sera Warnadi, artis sinetron dan layar lebar yang kini sedang banyak digandrungi netizen. "Oh, iya aku pernah dengar selentingan itu. Ingat tidak waktu kita bertiga jalan-jalan di Mall lalu berpapasan dengan Sera, lima bulan lalu? Kita sempat curiga karena Sera pakai pakaian yang membuat tubuhnya terlihat besar bukan? Jangan-jangan waktu itu sedang hamil." Kecurigaan Ine terlihat nyambung dengan gosip yang beredar.Sementara Sofi mengangguk dan terlihat begitu antusias dengan topik ini."Bisa-bisanya tidak terendus media. Padahal Sera cukup aktif main sinetron dan film bukan?" Kini Lian juga ikut menanggapi."Nah, itu! Akika juga curiga." Matilda, hair stylist Sofi imut bersuara. "Tapi sedikit nyambung dengan dua bulan lalu, Sera dikabarkan
Sebenarnya Sofi dan Ine ingin melanjutkan jalan-jalan di Mall setelah dari salon. Namun, Lian yang melihat mereka berdua dengan perut buncit seperti itu, jelas tidak tega. Jalan beberapa langkah saja, Ine sudah ngos-ngosan. Apalagi mengelilingi Mall? Berbeda ketika mereka masih belum hamil, mau keliling dan window shopping sampai Mall tutup pun sanggup-sanggup saja.Sebagai gantinya, Lian menawarkan ide untuk makan siang saja ke restoran jepang langganan mereka. Karena Sofi dan Ine tadi diantar oleh suami mereka masing-masing ke salon, jadilah mereka pergi dengan mobil Lian."Kalian tahu kan seberapa ugal-ugalannya Rio kalau naik mobil?""Tahulah, dia kan memang hobby nge-drive. Aku saja jantungan waktu satu mobil dan disetiri Rio.""Iya, sama. Ingat tidak waktu kita ke puncak, terus aku sampai muntah? Aduh, berasa diputar-putar perutnya. Itu juga yang nyetir Rio. Memangnya kenapa Ne?" tanya Sofi penasaran."Semenjak aku hamil, Rio auto tobat. Setiap naik mobil denganku, dia selalu mem
Terlihat santai, Saga turun dari mobil, menghampiri Lian dan yang lain di pinggir trotoar itu. Wajah jengah Lian sudah tidak bisa disembunyikan lagi saat suaminya itu tepat berdiri di depannya.Lian jelas tahu, Saga dapat info darimana sehingga ada di sini. Sudah pasti dari Andri atau bisa jadi Rama."Aku sudah telepon bengkel, mungkin sebentar lagi mobil dereknya sampai.""Makasih, Yo. Sudan bantu Lian." Saga menepuk ramah pundak Rio."Tidak masalah. Sahabat Ine, sahabatku juga." balas Rio.Saga mengangguk. Lelaki itu lantas mendekat ke arah Lian yang pura-pura sibuk dengan ponselnya. Padahal hanya scroll marketplace melihat-lihat produk. Sampai akhirnya, Lian terpaksa mengalihkan fokusnya pada ponsel saat sesuatu melingkar di pinggangnya dan sebuah hembusan napas terasa di sekitar telinganya, berbisik."Kamu pasti panik sekali tadi, kenapa gak telpon aku, malah telpon Rama?" katanya."Kamu bukannya sibuk?" ujar Lian tidak bersahabat.Saga menghembuskan napas kasar tepat di samping w
Dulu keluarga Lian memelihara kucing. Tidak sampai belasan, tapi lumayan banyak. Ia dan Anggi biasanya akan membagi tugas untuk memberi makan kucing-kucing mereka. Orangtuanya yang bagian menyayang-nyayang saja di depan televisi. Namun, seiring waktu, Lian sibuk kuliah dan mencari kerja. Kedua orang tuanya sudah tidak punya banyak energi untuk para anabul itu. Anggi pun juga sempat merantau. Daripada para anabul itu tidak terurus, akhirnya Lian merelakan kucing-kucingnya diadopsi oleh orang lain.Setelah menikah pun, ia dan Saga tidak sempat memikirkan kucing. Jangankan kucing, ikan yang baru di beli satu hari saja sudah mati karena tidak mereka beri makan, saking sibuknya.Sudah lama sekali ia tidak berjibaku dengan kucing, hewan yang paling manis dan manja. Kini, kerinduannya untuk punya kucing, terobati oleh hadirnya Kulu. Ya, Lian dan Saga sepakat menamainya Kulu, persis seperti nama nasi goreng yang sering lewat depan rumah mereka.Entah sejak kapan,
Lelah berkejar-kejaran, mereka duduk bersantai di sun lounger sambil menikmati kelapa muda dan pemandangan matahari terbenam yang menakjubkan."Aku tahu kamu lebih suka pantai daripada gunung. Tapi, bagaimana jika suatu hari kita merencanakan ke gunung sekali-kali?"Lian membenahi topinya dan menoleh. "Daripada ke gunung, lebih baik ke mall."Sudah Saga duga. Bukannya merasa tersinggung karena Lian menolak ajakannya, Saga justru terbahak. Lian memang tidak pernah suka sesuatu yang ribet. Prinsipnya jika ada yang mudah kenapa harus mencari yang susah? Ia suka alam, tapi tidak dengan lelahnya harus menyusuri perbukitan atau hiking dan sebagainya."Kamu lihat itu kan Mas?" tunjuk Lian ke ujung barat. "Sunset yang tidak perlu dikejar dan banyak effort saja, sudah terpampang nyata di hadapan kita. Kenapa kita harus memilih cara yang lebih sulit untuk sekedar melihatnya? Begini saja sudah gratis dari Tuhan dan patut disyukuri, kamu malah mau menantang d
Lian merasakan tangan Saga perlahan terlepas dari perutnya. Ia tidak bisa berpikir apapun karena masih sangat nengantuk sekali. Matanya bahkan tidak bisa dibuka hanya untuk melihat Saga mau kemana. Ia berusaha nenarik tangan itu lagi untuk tetap memeluknya. "Sayang sebentar, aku ada telpon." bisik Saga di telinga Lian.Lian mengerang serak untuk protes tanpa membuka mata, masih kekeuh mempertahankan tangan kekar itu. Ia butuh kehangatan di pagi buta ini."Sebentar saja, tidak lama. Oke?" Saga mencium pelipis Lian dan segera menarik tangannya.Sebagai gantinya, Saga menarik selimut lebih tinggi untuk menutupi tubuh polos itu. Ya, semalam setelah dari beach club, mereka melakukannya. Ini yang dinamakan liburan sungguhan. Karena keduanya, sangat menikmati momen sejak kemarin. Terutama Lian. Setelah ia buang jauh-jauh ekspektasinya terhadap Saga, sejujurnya pikirannya lebih ringan. Ia tidak memiliki pikiran mendesak soal misinya. Semalam, mereka bahkan melakukan olahraga malam itu denga