Share

Gadis Malang

“Apa dia sudah tidur?” Daimiro duduk di mini bar sayap kanan dari rumahnya. Tidak ada orang tua, dan rumah ini begitu besar untuk menampung dirinya. Meskipun dia mempekerjakan beberapa pegawai di rumah ini, tetap saja dia merasa sepi.

“Setelah minum obat, dia sudah tidur! Apa kau tidak terlalu menekannya, tuan Dai?” Mona menuangkan sampanye ke gelas berukuran kecil, dia harus memastikan atasannya itu tidak minum terlalu banyak. Besok ada rapat mengenai barang import yang sempat tertunda, salah satu pegawai menggelapkan uang dan itu menjadi masalah yang masih cukup mudah diatasi oleh Daimaro.

“Kalau aku tidak bersikap keras padanya, dia akan hanyut dengan mentalnya dan menjadi gadis lemah! Sudah cukup aku mendengar kehidupannya buruk tentangnya”

“Dia, gadis yang malang!”

“Hmmm, aku akan membuatnya menyadari perang yang sebenarnya!”

“Kenapa tidak berencana untuk mencintainya saja, tuan?”

“Mencintainya? Aku tidak tertarik, Mona! Aku hanya bertanggung jawab sampai balas dendamnya terlepaskan, setelah itu aku akan membiarkan dia  untuk…”

“Kau akan menjadi bagian dari balas dendamnya!”

Daimiro meneguk habis sampanye kedua, dia meringis setiap kali rasa hangat itu melewati tenggorokkannya.

Mona menarik nafasnya dalam, ia memundurkan botol minuman kembali ke rak nya “Sudah cukup untuk hari ini! Besok Sean akan kembali bekerja”

“Dia sudah kembali?”

“Sudah!”

“Bagaimana hasilnya?”

“Ibunya meninggal!”

Daimiro tersenyum tipis “Maafkan aku, membuatmu tidak bisa melihat ibu mertuamu!”

“Tidak masalah tuan, aku menghargai itu! Kau sudah membantu banyak dalam pengobatannya, dan suamiku, Sean! Dia akan mengerti!”

Mona menikahi Sean tiga tahun yang lalau, dan mereka belum memiliki keturnan. Karena Mona pula lah, Daimiro lebih memilih Sean sebagai asistennya. Dia hanyalah pria kesepian yang tidak memiliki tempat untuk pulang, kalau bukan karena bantuan seseorang dia tidak akan bangkit seperti ini.

Perusahaan yang ditinggalkan ayahnya, dengan beberapa saham yang tersisa ia jual, dan ia mengambil resiko membuka bisnis baru. Ketika produk itu lari, dia mengembangkan bisnisnya ke tahapan yang lebih besar dengan bantuan sahabat ayahnya, yang merupakan ayahnya Mona.

“Tidurlah tuan! besok jadwal mu akan sangat padat!”

“Iya! Hmm, berapa usia Richella sekarang?”

“22 tahun!”

Daimiro mendengarkan. Dia berlalu pergi kembali ke kamarnya. Tangannya memaksa untuk membuka pintu itu, malam ini adalah malam pertama baginya untuk satu kamar dengan wanita asing itu. Matanya menyudut, terkejut melihat seorang wanita dengan seluruh wajahnya ditutui rambut duduk di sudut kamar.

“Astaga! Apa-apaan?” matanya menyipit

Richelle mengangkat sedikit kepalanya, memperlihatkan mata sembab yang masih basah karena menangis.

“Apa yang kau lakukan disana Richi?”

“Kau jahat!” ucap suaranya yang serak.

“Apa nya yang jahat?”

“Itu, kenapa ada dua tempat tidur? Kau bilang menikah denganku! Lalu? Katanya aku juga harus bertanggung jawab seperti seorang istri! Kau pasti sangat jijik dengan tubuh ku kan? Itulah mengapa kau tidak ingin tidur satu ranjang denganku kan? Iya kan?”

Dai rusuh, dia tidak menduga kalau Richella akan berfikiran sejauh itu. Dia tidak beranggapan gadis di depannya sekotor itu, ini hanya tentang mereka yang orang asing dan tidak mungkin nyaman tidur satu ranjang

Richella bangkit berdiri, dia melangkah mengambil bantl dan guling

“Kau mau kemana?”

“Aku tidur di kamar mandi saja!” Dia menghentakkan kakainya.

Pintu kamar mandi itu berupa lapisan kaca tebal dan dibuka dengan cara di doroang. Richella tersentak, dia berdiri mematung dan bergumam “Bahkan kamar mandi saja jauh lebih mewah dari hidupku” ucapnya

“Richi, jangan berulah. Kembali ke kasurmu, tidur disana!” Daimiro sudah lama tidak beradu emosi dengan wanita, apalagi semenjak tunangannya pergi. Dia muak berhadapan dengan wanita.

“Mana ku mau! Setelah menikah denganku, lalu tidak ingin menyentuhku? Kenapa?Jijik karena aku ini pelacur?”

“Jangan bodoh! Aku hanya memikirkan kenyamananmu!”

Richell berbalik menoleh, dia mengangkat tangan kanannya yang memegang bantal guling “Kau yang bodoh!Menikah dengan jalang sepertiku, kenapa? menyesal sekarang?”

Dai menepuk jidatnya “Ya ampun! Mimpi buruk sudah terjadi padaku!”

“Selagi tempat tidur itu ada disini, aku akan tidur di kamar mandi!” Richell menghempaskan bantal ke dalam bathtub.

“Sial! Oh tuhan, dia bisa dituduri karena sikap bodohnya ini. Kenapa dia kekanak-kanakkan sekali”

Dai mendekati pintu kamar mandi, bersiap membuka pintu itu namun Richell mendahuluinya. Dai tepental sedikit ke belakang. Mulutnya terperangah untuk sensasi kejut di tubuhnya.

Richell melewatinya, dia mengambil selimut dan kembali masuk ke dalam kamar mandi “Jangan berani-berani untuk masuk ke dalam, kau ingin tidur terpisahkan? Tidur saja di ranjang, aku yang pergi. Aroma tubuhku pasti membuatmu sesak”

Richell mendorong pintu hingga berbunyi nyaring. Dai meringis, untung saja pintu itu tidak pecah. Terhempas bersamaan dengan emosinya

Dai melangkah keluar kamar, dia berjalan dengan cepat melewati pintu lain di samping anak tangga “Mona? Mona?” dia memanggil sekretarisnya

Mona yang baru saja selesai berbenah dengan piyama satin maroon, membuka pintu kamar. Suara boss nya itu terdengar bernada, hanya dia yang bisa mendengar itu.

“Iya tuan Dai? Ada apa?”

“Aku bisa gila! Richi tidur di kamar mandi! Besok pagi singkirkan tempat tidur yang satunya, biarkan hanya ada satu tempat tidur ukuran king size disana!”

Mona mengernyit bingung “T-tidur dikamar mandi?”

“Iya! Dia marah-marah padaku, bagaimana mungkin dia menuduh aku jijik pada tubuhnya! Aku sengaja meletakkan dua tempat tidur, karena aku fikir dia akan merasa tidak nyaman denganku! Kenapa aku yang disudutkan?”

Mona tersenyum tipis, meskipun dia menahan diri “Aku mengerti mengapa Richi seperti itu, tolong bersabarlah! Beri aku waktu, dan aku akan mencoba membujuknya!”

“Tidak hari ini! aku akan tidur di ruang kerjaku saja!”

“M-masih ada banyak kamar tuan, tidur di kamar golden saja!”

“Tidak! Aku muak aroma kamar itu!” Dai berlalu pergi

Mona mendesah berat, ternyata situasi di rumah akan menjadi lebih ribut “Seperti de ja vu, itu karena dulu tunananganmu yang manis itu sering tidur di kamar golden kan, tuan Dai? Hahhh Sean, cepatlah pulang, aku pasti kulahan menghadapi pasangan suami istri ini”

Mona meregangkan tubuhnya, dia hendak kembali melangkah ke kamarnya. Sia-sia itu dia lakukan, karena perasaannya tidak tenang. Dia pun menyusul Richel ke kamar, padahal dia yakin Richell meminum obatnya

“Dia tidak mungkin melakukan itu kan?”

Mona masuk dengan perlahan tanpa suara, ia melirik nakas dan memeriksa dua laci atas dan bawah. Obat milik Richella masih tersusun rapi. Matanya beralih melihat tong sampah, dia membuka tutupnya dan mendapati gulungan tisu.

“Sudah aku duga!” Mona membuka gulungan tisu itu “Kenapa Richella tidak meminum obatnya? Sepertinya dia bersikap hati-hati, kalau begitu aku tidak bisa lengah, apa yang gadis itu rencanakan sekarang?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status