Share

Tolong Sentuh Aku

Daimiro, lebih gampangnya mereka selalu memanggil dirinya dengan tuan Dai. Dia sudah teralahir dari keluarga pengusaha garis keras. Bebuyutnya memiliki beramacam-macam usaha, hingga dia mewarisi segala ilmu dan membiarkan orang tuanya pergi dengan tenang.

“Pusing sekali kepalaku, sudah lama aku mencarinya, malah berakhir menjadi gadis buangan!” Dai menyipit bingung. Tumpukkan berkas pekerjaan dimejanya tidak dia indahkan.

Dia menyingsing lengan kemejanya tiga lipat, melangkah menuju kulkas mini disamping meja kecil di dekat rak buku. Ia mengeluarkan botol wine 1924 buatan prancis, menuangkan setengah gelas dan menghirup dalam aroma minuman itu sebelum menyusup melewati bibirnya

Tiga menit dia menikmati wine nya, ketukan di pintu tidak membuatnya berpaling dari jendela “Masuk!”

Pria bertubuh tegap dengan dada bidang, stelan serba hitam masuk dengan senyuman di wajahnya “Saya sudah kembali pak!” suara Sean membuat Dai memutar badannya.

“Senang bertemu lagi! Kau sudah bisa bekerja besok! untuk sekarang, istirahat saja!”

“Selamat untuk pernikahanmu!”

“Hah, aku bahkan tidak menganggapnya istriku!”

“Apa kau mengambil keputusan dengan terpaksa?”

Dai menyusup minuman itu lebih dalam, dia terbenam dalam gelora yang tidak terbendung. Dia bahkan belum menyentuh ujung rambut Richell. Apa dia benar-benar jijik?

Richelle wanita yang mudah memberikan keperawanannya atas dasar cinta, lalu dia terjebak terlalu dalam, dan berakhir menjadi gadis incaran yang dibunuh.

“Cepat, atau lambat mereka pasti menyadari dan mencari keberadaan Richell!”

“Kau membawanya kemari tuan Dai!”

“Iya, aku ingin dia berdiri di atas bara api itu lebih lama!”

“Bagaimana kalau dia tidak sanggup?”

“Dia harus sanggup! Kalau tidak, aku yang akan membunuhnya. Hidupnya tidak berarti apapun selain membuat malu!”

Sean bergedik ngilu, atasannya itu masih saja kurang ajar seperti dulu. Perubahan intens setelah dia ditinggalkan oleh tunangannya. Dia tidak memandang wanita lemah sebagai jiwa yang harus di jaga, melainkan hanya mainan yang layak dia otak-atik.

“Saya pamit untuk bertemu istri saya, sekalian menyapa istrimu tuan!”

Dai tersenyum tipis, telingannya merasa konyol mendengar kata istrinya. Dulu sekali, tujuh tahun yang lalau. Dia hampir saja memberikan yang terbaik untuk menikahi seorang gadis yang sudah menjadi kekasihnya selama empat tahun, dan menjadi tunangannya selama dua tahun.

“Istri? Hah! Itu kata yang menjijikan” batinnya

Di ruangan luxury, Richelle sudah mandi lima kali. Jarak waktu dia mampu bertahan hanya satu jam, bahkan dua jam lebih sudah paling kuat lalu dia mandi lagi.

“Cukup Richi! Jangan lagi! kau sudah mandi lima kali untuk hari ini!” Mona menarik tangannya, mendorong tubuh Richelle tersudut ke dinding

“Aku merasa masih kotor! Lihatlah semua keringat ini, menjijikkan!” Richelle berteriak lantang

“Cukup!” Mona menamparnya

Dia bukanlah wanita kasar, bukan! Hanya saja, Mona meringis melihat gadis yang masih muda. Seharusnya dia masih menikmati tanjakan dewasa untuk menjadi wanita tangguh. Ketika gadis seusianya bermain dengan teman-teman kuliahnya, sementara Richelle sudah meratapi diri kehilangan bayinya.

“Mona?”

“Apa?” Mona menoleh, dia tau betul itu suara suaminya, tapi dia tidak punya waktu untuk melepaskan rasa rindu setelah berbulan-bulan mereka berpisah jarak

“Kau gila ya? kenapa menampar istri bos mu?”

“Mau bagaimana lagi, dia bandel dibilangin!” Mona menyilangkan tangannya di dada “Lihat tuh, handuk segitu banyak nya, mau mandi kayak gimana lagi?”

Mona memunggut semua handuk itu “Apa perlu aku timpa tubuhnya dengan sebaskon sabun berulang kali? Dia itu istrinya tuan Dai, tapi tidak bisa bersyukur dikasih nyawa untuk hidup” Mona menghempaskan semua handuk ke dalam tong sampah.

“Mona!” Sean meninggikan suaranya, dia sudah terbiasa mendengar istrinya marah dengan rentetan kalimat seperti itu.

“Apa? Kua pun sama? Tidak pernah memberi kabar kan? Sekalinya memberi kabar malah sedang  mabuk! Lupa punya istri di rumah? Mau bikin aku jadi janda apa?”

“Astaga, aku sibuk mengurus masalah disana! Kau tau apa yang aku kerjakan disana kan?”

“Richi, lihat ini contoh suami yang tidak peduli istri, kalau ada pria yang mengajakku kawin lari, sudah pasti dia akan diam saja. Dia ini pria yang memang mau seenaknya saja…”

Mona melanjutkan omelannya, merembes ke berbagai arah. Kepala Richelle terangkat, dia mematung menatap Sean di depannya yang tersenyum “Maaf ya! Istriku kalau rindu memang seperti itu! Apa pipimu baik-baik saja?”

“I-iya!” Richi menjawab

“Oh, kau tidak mendengarkan aku? Bagus, ambil semua pakaianm, enyah dari kamarku Sean!” Mona masih mengomel

“Sebentar ya, aku tenangkan dulu mesin jahit itu!” Sean terkekeh.

Mata Richelle menatap punggung Sean yang mendekati Mona, mereka lalu berdiri saling berhadapan. Tanpa ragu, Sean menarik pipi Mona, dan mencium bibir Mona dalam. Richelle tersentak malu, pipinya merona merah menyaksikan itu.

Benar saja, jurus Sean berhasil membuat Mona terdiam. Lepas dari ciuman itu, Sean beralih mencium kening istrinya itu “Sudah marahnya? Mending main di atas ranjang deh, lebih puas marahnya!” Sean menggoda

Richelle meletakkan tangannya di dada, dia malu tapi juga matanya tidak bisa berpaling sama sekali. Sean menarik tangan Mona untuk keluar dari kamar “Kami akan menyapamu dengan benar lain kali!” ucap Sean menutup pintu kamar

Kejadian itu membuat Richelle berdiri di tepi jendela. Sudah pukul delapan malam, dia menunggu pria yang hendak dia akui. Dia tau kalau kesempatan ini untuknya balas dendam, itulah mengapa dia menanti pria itu “Dia kenapa belum pulang juga?” batinnya

Matanya sudah hampir putus asa untuk menatap keluar, tapi gairah debaran bangkit karena pria itu datang. Ada harapan baru yang terbesit oleh hari Richell. Dia menunggu pria itu membuka pintu kamar.

“Dai?” Richelle menyebut namanya, ketika pintu kamar terbuka perlahan

“Apa?” Daimaro tersentak, tapi tidak terlalu dia tunjukkan.

“Aku punya permintaan!”

“Permintaan apa?” Dai melepaskan jas nya, menaruh jas itu di gantungan. Ia melonggarkan dasinya, dan menghempaskan tubuhnya di sofa “Kalau tidak penting! Balik saja ke kamar mandi! Kau bersikeras tidur disana kan? Aku tidak mau tidur di kamar tamu lagi” ucapnya

Richella sudah menduga, tidak ada cinta di sorot mata Dai. Apa benar pernikahan ini hanya sebatas balas budi? Lalu untuk apa?

“Kenapa manikahiku, tuan Dai!”  nada suara Richelle menurun.

“Sudah kubilang, hanya untuk balas budi! Lagipula, aku sudah terlanjur untuk menolongmu, sudah melangkah sejauh itu mau apalagi”

Hati berdegup yang tidak karuan, tidak ada siapapun yang ingin menikah tanpa cinta, dia berfikir alasan Dai tidak masuk akal baginya

“Memangnya kita saling kenal? Apa yang aku perbuat sampai kau harus balas budi padaku?”

“Tidak perlu tau!”

“Kenapa?”

“Aku bilang, tidak perlu tau dan tidak perlu berisik untuk bertanya ini dan itu!”

Richelle tersenyum tipis sekali, lebih tipis dari benang yang dibelah tujuh “Kalau begitu, tolong cintai aku? Bisa? Tolong perlakukan aku seperti istrimu, apa bisa? Dan, tolong sentuh aku, bisa kan!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status