Share

Aku Mabuk

Richelle berulang kali menyiratkan tentang pernikahan yang sesungguhnya. Di benaknya, menaklukkan Daimiro, agar dia memiliki senjata yang tangguh. Ketika pria itu memberinya pilihan, sulit  baginya untuk tidak memikirkan cara yang licik.

Jiwanya berdesir menerima remasan halus di bagian bongkahan pinggulnya, dia menarik dirinya dan seketika aroma alkohol yang tidak terlalu kuat tercium dari tubuh Daimiro.

“Dai? Kau mabuk?”

“Sedikit! Aku masih sadar!” Daimiro  menarik lengan Richelle, mempersempit jarak diantara mereka ketika tubuh Richelle harus condong ke arahnya.  Mendekati aroma maskulin yang bercampur dengan parfum luxury, tidak ini juga sisa minuman yang menepi di sudut bibir Daimiro.

“Katakan, kau siap aku gagahi?”

“A-apa? Kenapa tiba-tiba?” Richelle tersentak. Awalnya dia hanya sekedar mengancam, hatinya belum bisa pulih dari luka itu.

Semenjak Azam mewarnainya, mereka melakukan hubungan itu tiga kali lagi, dan setelah kehamilan dia dicampakkan. Azam selalu melakukan segalanya dengan cepat, terkadang dia memaksa Richelle dengan  kasar, sampai Richell pun tidak tau apa itu kenikmatan bercinta.

Daimiro menepis senyumannya, dia sudah menduga kalau wanita itu menggertaknya. Masalahnya, entah mengapa hasratnya menjadi tidak menentu. Dia hanya meneguk tiga gelas diva vodka. Efek ini agak berbeda dari yang pernah dia rasakan.

Mata Daimiro menjelajahi tubuh Richell, berulang kali dia meyakinkan dirinya untuk rasa jijknya. Gadis yang dia peristri adalah bekas pelacur pria lain. Oh mungkin juga bukan, karena gadis itu dengan rela hati menjual keperawanannnya atas nama cinta.

“Kenapa? nggak mau?” Daimiro menarik perlahan tali pita yang melilit di bagian dada piyama Richelle. Mata wanita itu beralih turun, mengikuti telunjuk Daimiro yang menyusuri lehernya dan berhenti di sela-sela kenyal dadanya.

“Hmmph!” Richelle mengapit bibirnya. Sentuhan ini berbeda dari yang pernah dia rasakan, tapi akal sehatnya masih mampu untuk menamparnya. Dia bergeser mundur ke belakang, menjauh dari sentuhan Richelle.

“Kau mabuk Dai! Mandilah untuk menyegarkan tubuhmu!” Richelle berpendapat

Daimiro merasa tertantang, bukan penolakkan yang dia harapkan, Tidak ada salahnya untuk bermain-main dengan perempuan ini, fikirnya. Dia merasa jijik kalau Richelle bersikap malu-malu. Kenapa dia harus malu untuk melakukan tanggung jawabnya sebagai istri sah?

Sementara karena kebodohannya saja, dia sudah memberikan keistimewaan itu untuk kekasihnya di masa lalu, pemikiran itu membuat Daimiro menggila.

“Kau memintaku, maka harusnya kau sudah siap untuk itu!”

Damiro berdiri, dia menarik kedua kaki Richelle, hingga bagian pantatnya berada di tepian tempat tidur. Richelle mengangkat kepalanya untuk melirik ke bawah, posisi Daimiro langsung menindihnya. Menjadikan tangan kanan sebagai tumpuan tubuhnya.

Tangan kirinya memberikan sedikit tekanan di bagian pundak Richell agar gadis itu tetap telentang. Hanya mata gadis itu yang boleh bergerak untuk membalas tatapan matanya

“Katakan padaku, bagaimana kau bercinta sebelumnya dengan pria yang mencampakkanmu itu?”

Menerima pertanyaan seperti itu, Richelle memalingkan wajahnya. Dia meringis menahan malu. Andaikan saja waktu bisa diputar, dia tidak ingin mengenal Azam. Sungguh segala pengorbanan yang dia anggap cinta, berakhir dengan keinginan membunuh dari pria itu.

“Jangan memalingkan wajahmu,ketika aku berbicara. Aku ingin mata itu tetap menatapku”  Daimiro menarik pipi Richelle

“Kau menginginkan ini hanya karena mabuk!” Richelle berucap ngilu. Tenaganya untuk mengelak tidak ada bandingnya.

“Kenapa? Harus ada cinta untuk melakukan sex?”

“Apa itu sex? Mereka bilang nikmat kan? Aku hanya mengenal perih yang tidak tertahankan!”

Termenung Daimiro mendengar kalimat gadis itu, sorot mata yang polos tanpa kebohongan. Dia menolak mentah-mentah untuk terpengaruh oleh wanita itu.

“Kau tidak sedang berlatih menjadi jalang benaran kan? Maksudku, kau sudah pernah merasakan itu dan tidak mungkin kau tidak tau sebuah kenikmatan!”

Richelle tersenyum tipis, dia berkata apa adanya. Dia tulus, tapi tidak dengan pria yang dia cintai. Dia diperlakukan hanya sebatas melepaskan hasrat, lalu Azam akan pergi setelah meninggalkan beberapa uang untuk ongkos pulang.

Daimiro merasakan ubun-ubunnya begitu panas, dan hatinya berteriak ketika Richelle mengatup bibirnya dengan getara ketakutan “Apa ini? aku tidak menangkap kelinci  yang kakinya patahkan? Seharusnya dia lihat seperti tupai yang ahli melompat, tidak ada pergerakkan, apa kupancing saja?” batin Daimiro

Dia tidak tenang karena Richelle terkesan menganggap sepele dirinya. Tanpa persetujuan Richelle, dia mendaratkan ciuman di bibir yang masih menyisakan lipstick peach glossy itu. Mata Richelle terpejam, tapi bibirnya tidak bisa mengelak dari sentuhan tebal yang lembut.

“Jangan ditahan!” ucap Daimiro, jemarinya memberikan pancingan dengan mengelus perut di bagian pusar milik Richelle “Buka rongga mulutmu!” Daimiro menyatukan kening mereka. Dia kesal karena Richelle tidak memberikan perlawanan.

“Aku tidak pandai!” ucapnya

Alis Daimiro mengapit, pengakuan apa itu?

“kau sudah pernah melakukan ini kan?” Daimiro mengangkat kepalanya

Richelle hanya diam, fikirannya tidak ingin mengingat masa lalu lagi. Setiap kalia Azam menciumnya, itu hanya ciuman biasa tanpa menuntun. Tidak ada yang istimewa.

“Buka sekarang! Akan aku ajarkan!” Diamiro hilang kesabaran, aroma parfum made paris di leher jenjang Richelle menggodanya.

Richelle menurut saja, dia membuat celah di bibirnya dan langsung digarap habis oleh Daimiro, lidah mereka tiba-tiba saja saling berkelahi dengan Daimiro yang memimpin “Good girl, pintar sekali!” Desahan Daimiro disela-sela ciuman mereka

Rona pipi Richelle sudah terasa sangat merah, dia kepanasan dengan desiran yang tiba-tiba saja naik “Hmmph, hah!” Dia merenggut dalam oksigen yang tertahan.

Diamiro merasa sensasi lain, hati kecilnya mengakui kalau Richelle memang sangat buruk dalam perciuman “Apa ini? Dia benar-benar seperti  gadis polos, apa hanya sandiwara? Akan kubuat dia terpancing lebih” batinnya

Richelle tersentak, kepalanya terangkat ketika dia menyadari jemari Daimiro sudah menyisip dibawah sana, menyentuh langsung hangat dari inti tubuhnya.

“Jangan dulu…” tangannya hendak menghentikan Daimiro, tapi reaksinya membuat Daimiro semakin tak karuan

“Nggak mungkin sakit kan? Kau sudah tidak…” Daimiro menghentikan ucapannya, karena tatapan mata sayu Richelle yang begitu sendu.

Daimiro mengira Richelle masih berpura-pura, dia tidak ingin terhempas jauh jadi dengan cepat jemarinya melepaskan penghalang dari inti milik Richelle, ia langsung berjongkok menantang apa yang ada di depannya

“Dai? Aku belum siap!”

Daimiro tidak mendengarkan itu, dia hanya kagum dengan apa yang ada di depannya. Terlihat jelas dari guratan itu, kalau inti milik Richelle terkesan jarang disentuh, dia benar-benar baru saja diwarnai dan bukan seperti sudah terbiasa digauli

“Ada hal yang harus aku uji!”

“Apa maksudmu?”

Daimiro menyeringai, di otaknya rangsangan aneh sudah memuncak “Ini lembut sekali!” Dia menekan puncak dengan telunjuknya

“Arghh, ja-jangan Dai!” Richelle menyipitkan kakinya, entah kemana pergi tenaganya

“Sudah kubilang, aku ingin mengujimu!”

Kepala Richelle terhempas kiri dan kanan, terlebih ketika serangan jemari Daimor berganti menjadi sentuhan lembut yang basah “A-apa itu? Lidahmu?” Richelle mengangkat kepalanya melirik ke bawah

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status