Share

Love life hope
Love life hope
Penulis: Rin da livian

1

Ardana Rasti, gadis 14 tahun yang akan berulang tahun di bulan November dan mengubah umurnya menjadi 15 tahun, bersekolah di SMA yang sama dengan pujaan hatinya setelah berjuang habis-habisan dan menentang seluruh perintah kedua orangtuanya untuk bersekolah di daerahnya saja. Dengan modal nekat, akhirnya dia bisa lulus dan bersekolah walau belum bisa sekelas dengannya.

"Hai, aku Rahma, kamu siapa?" seorang perempuan mungil dengan rambut panjang dan beberapa bekas luka di wajahnya menyapa Ardana dengan wajah riang.

"Oh, hai, aku Ardana, panggil Dana, Ara, reksa atau apapun juga boleh." Jawab Ardana seadanya, sarapannya untuk melihat pujaannya hari itu belum terlaksana sehingga tak ada semangat yang terisi padanya.

"Lesu amat? Kan ini upacara pertama di tahun ajaran kita,"

Ardana masih lesu, tak ada gairah yang terpancar di wajahnya, dan tak ada kalimat yang terucap berikutnya.

Ardana menarik nafas dan menghembuskannya panjang dan kasar. Dia berada di kelas Xf, kelas yang cukup jauh dari kelas sang pujaan hati yang berada di Xa. tapi dengan sebuah keberuntungan, kelas satu berbentuk L sehingga kelas f berhadapan langsung dengan gerbang sekolah dan kelas Xa.

Ardana memilih meninggalkan gadis yang sejak tadi mengajaknya bercerita dan duduk di depan kelas. Dia tak memberitahukan Sandy, lelaki kesayangannya bahwa dia mendaftar di sekolah yang sama. Dan beruntungnya, depan kelas Ardana memiliki beberapa tanaman yang bisa menyembunyikan keberadaannya.

Ardana terus melirik jam tangan silikon berwarna biru muda yang melingkar di tangan kanannya, lima menit lagi dan bel serta gerbang sekolah akan ditutup. Dia tau jika kebiasaan pangerannya waktu SMP adalah selalu datang terlambat.

"Apakah dia sakit dihari pertama masuk sekolah? Dia lelaki tangguh, tidak mungkin dia akan sakit kan?" Ardana sudah mulai gusar di tempat duduk sejak sepuluh menit yang lalu, tak ada tanda-tanda, dan dia masih terlalu malu untuk melangkah keruang yang penghuninya di isi oleh orang-orang berotak encer dan berbakat.

Dua menit sebelum jam tujuh, dua orang lelaki atletis dengan perawakan berbeda berjalan dengan santai melewati gerbang sambil bercerita tanpa peduli sekitar.

Kedatangannya membuat Ardana cerah dan seluruh ketakutannya menghilang digantikan cahaya matahari yang betul-betul cerah menyaingi cahaya mentari pagi itu.

Ardana ingin sekali berlari dan menyapa pangerannya, laki-laki yang mencuri hatinya sejak di bangku SMP. Namun, waktu tak mengizinkan untuk melakukannya karena seketika bel berbunyi. Upacara penyambutan mereka yang baru saja masuk SMA.

Masa orientasi telah selesai dengan cukup sulit bagi Ardana, karena dia sama sekali tak sempat dan tak bisa bertemu dengan pangerannya walau menggunakan banyak skenario, sehingga membuat Ardana mengeluh panjang pada dewi fortuna yang tak memihaknya sama sekali.

Dan hari ini, dia berniat ingin melihatnya dari dekat, melalui teman SMP yang berada di kelas Xb, tak ada aturan hukum tentang siswa yang menyelinap jika di dalam barisan upacara. 

"Lengkap seperti biasa, bahkan pin dasi pun kau pakai?"

"Supaya gak ada masalah, jadi mana permintaanku?"

Gadis tersebut mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan foto pangeran Ardana yang sedang tertawa bebas.

"Wah, cute banget. Rena the best deh." Ardana memeluk Gadis yang dipanggil oleh Rena dengan begitu sayang.

"Si cerewet datang lagi."

"Diam Kiko." sahut Ardana dan Rena bersamaan.

"Miko!" ralat lelaki itu.

"Es lilin mulai deh Ren."

"Heh, penumpang gelap, masih ngeyel, kulempar kau ke tempat asalmu."

"Ih, Kiko jahat deh," ucap Ardana, rambutnya yang digerai panjang dan topi yang menutupi wajahnya membuat orang-orang tak dapat melihatnya kecuali mengangkat wajahnya tinggi.

"Miko, Nana! Bukan Kiko. Ah, sudahlah, kau ini." lelaki bernama Miko menyerah berargumen dengan dua wanita cerewet tersebut, sementara Rena dan Ardana tertawa menang.

"Seru banget sih, siapa mereka?"

"Penasaran yah?"

"Abis ribut gitu pas upacara mau dimulai, mukanya juga gak keliatan karena tertutup rambut dan topi."

"Katanya, itu Nana dan Rena. Nana bukan penghuni kelas sebelah, tapi karena beberapa alasan, dia selalu menyelinap di barisan sepuluh b tiap upacara dan apel pagi."

"Tau dari mana?"

"Kan tadi kau lihat saya bertanya sama Ida di depan. haduh, kapan kau bisa perhatian dikit sih San?"

"Hehe, ya sori lah Fik,"

Lelaki yang dipanggil Fik tersebut hanya menepuk wajahnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya karena tingkah temannya yang satu itu, sementara yang dipanggil San hanya cengengesan melihat tingkah Fik.

"Foto Ren, foto!" ucap Ardana dengan semangat dan lirih.

"Diem bentar napa, gak fokus nih motonya." ucapan Rena membuat Ardana langsung melepas tangannya dari pundak Rena.

*

*

*

Ardana, yang selama menginjakkan kaki dibangku SMA berubah nama menjadi Nana melepaskan topi dan melonggarkan dasinya, sambutan kepala sekolah yang cukup panjang sebelumnya membuat semua siswa mengeluh, ditambah mentari hari itu juga bersemangat untuk memanggang para siswa.

Dia membuka galeri ponselnya dan melihat gambar yang tadi di ambil oleh Rena. Kualitas gambar yang diberikan oleb ponsel Nana tak sebagus dengan ponsel Rena, sehingga jadilah Rena sebagai fotografer dimanapun ketika Sandy sedang berekspresi.

"Itu Sandy Andrea kan? si jenius tak terkalahkan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status