Share

3

seminggu sekelas dan sebangku dengan Rion membuat Nana mengerti, kalau laki-laki yang berada di sampingnya adalah seorang jenius dalam seni, bahkan dalam hal memakai bedak pun, dia tak kalah.


"Yuk upacara." ajak Rion.


"Tapi nanti kutinggal ya, aku baris di kelas sepuluh b."

"Baris di kelas sepuluh a saja. kan lebih bagus, kau bisa liat dan sapa langsung dengan Sandy."

"Gak papa, gak usah, aku di barisan biasa saja.


Nana mengenakan topinya kemudian meninggalkan Rion yang masih sibuk membereskan mejanya yang sempat berhamburan karena memperlihatkan banyak hal pada Nana.


"Ada gambar baru?" Nana mencolek pinggang Rena lalu berdiri di belakangnya.

"Gak ada nih, orangnya juga belum muncul kok itu"

"Yuk, Na. Sini!" ucap Rion lalu menarik lengan Nana meninggalkan barisan kelas sepuluh b menuju sepuluh a

"Ngapain kau disini? Dasar penumpang gelap."

"Si mulut jahat ini mulai lagi," Rion merangkul bahu saudara kembarnya.

"Bro, aku bawa si manis ini, jaga sikap dong."

"Halo." Nina mengangkat topinya dan tersenyum pada Leon.

"Rion di.. dia..."

"Sudah kuduga, otaku macam kau akan suka, kutemukan dikelasku, menarik?" Leon berbisik pada Rion, membuat Rion memperbaiki letak kacamata yang tak bermasalah.

"Ngomong apa?" Nana masih mempertahankan senyumnya sembari memperhatikan anak kembar identik di hadapannya tersebut.


"Wah, kau ngapain nyasar disini Ardana?" Sandy muncul dari belakang si kembar tersebut, membuat Nana salah tingkah.


"Ardana?" Leon mengulang kalimat Sandy.


"Bro, aku lupa, nama lengkapnya Ardana, tapi kami sekelas memanggilnya Nana."

Leon hanya membulatkan mulutnya kemudian meneliti dari atas sampai bawah, rok abu-abu selutut, baju yang dimasukkan kedalam, memakai ikat pinggang yang kebanyakan dipakai laki-laki seusianya, rambut yang panjangnya berada satu jengkal dibawah bahu, serta atribut lengkap lainnya berupa topi, dasi, serta penjepit dasi yang hanya sebagian orang kenakan, penjepit tidak wajib, tapi dibolehkan untuk dipakai.


"Jackpot, kau bawa kerumah!" bisik Leon pada Rion.


"Secepatnya!" 


"Kalian ini suka berbisik yah?" Nana semakin mempertanyakan kebiasaan anak kembar yang baru pertama kali dia lihat tersebut.


*


Tak ada pembahasan tentang saudara kembar Rion, karena mereka terus membicarakan tentang Sandy dan seni selama hampir sebulan setelahnya.

Nana tentu ingin bermain dan bercanda dengan Sandy seperti waktu SMP dulu, tapi Nana tak ada alasan. Bukan tidak ada, Nana hanya takut ditolak kembali.


"Na, mau kerumahku gak? kau suka main game playstation kan?"


"Suka sih, waktu dirumahku, kalau hari minggu, kami biasanya main game sampai capek, kadang berkelahi juga kalau saudaraku gak adil. Dulu sih, sekarang udah nggak main lagi." Nana tertawa, walau ada gurat sedih dalam rautnya.


"Cocok tuh, minggu depan, kakakku mau ngajakin Sandy ama Taufik buat main game, mau ik..."


"Mau banget!" Seru Nana memotong pertanyaan Rion.


*


"Permisi," Nana mengetuk pintu rumah berwarna hijau dengan halaman yang cukup lengang, ada mobil jip dan beberapa mobil lainnya terparkir di halaman tersebut.


"Iya dek?" Seorang perempuan dewasa dengan mata sipit dan rambut yang digerai menyapa Nana setelah membuka pintu.


"Rion ada kak?"


Perempuan tersebut menatap Nana dari atas sampai bawah, celana jins, baju kaos dengan luaran kemeja yang cukup kebesaran, dengan topi breton yang bertengger di kepalanya, dan rambut yang di kuncir dua dan rendah, perempuan tersebut menggeleng kepalanya beberapa kali setelah menepuk wajahnya pelan. "Oh ada, bentar ya, kakak panggil, kamu masuk aja, duduk disini."


"Rin, temenmu tuh." Teriak perempuan tersebut lalu meninggalkan Nana di ruang tamu tanpa menunggu jawaban dari Rion.


Dan menunggu adalah hal yang paling menyebalkan bagi Nana, entah alasan apa sebelumnya sehingga dia tak membawa ponselnya dan memilih untun pergi sendiri, padahal, selama ini ponsel itu terbukti membunuh suntuknya.


"Udah lama nunggu yah?" Rion muncul dengan baju kaos merah dan celana kain longgar selutut.


"Udah kering nungguin kau disini." 


"Sorry, oh bentar, kuambil dulu minumannya." 


Rion kembali meninggalkan Nana, yang membuat Nana merasa menyesal datang kali ini. Tak ada hiburan, tak ada teman yang diajak cerita, bahkan Sandy yang dijanjikan pun tak terlihat.


"Na, maaf nih lama nunggu," Rion meletakkan minuman dingin di meja tepat di depan Nana kemudian duduk disampingnya, "Habisin dulu, trus naik ke atas, yang lain udah pada datang duluan kok."


Nana langsung segera menghabiskan sirup jeruk tersebut dan seperti ponsel yang telah di isi penuh, Nana dengan penuh semangat langsung berdiri 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status