Share

4

"Tunggu apa lagi? Ayo naik!" Minuman yang ada di hadapannya sudah habis dalam sekali tegukan.


Rion menepuk wajahnya lalu menunduk, tak habis fikir dengan tingkah teman sekelasnya satu itu, jika menyangkut tentang Sandy, dia akan melakukan apapun dengan semangat empat lima, padahal jika dengan yang lain, dia terlihat biasa saja.


"Na, ubah sifatmu yang seperti itu, tak baik. Jangan sampai ada yang berniat buruk padamu dengan memanfaatkan Sandy yang kamu bahkan tak tau apakah dia suka atau tidak." Ucap Rion sembari memegang bahu Nana yang telah duduk kembali disamping Rion.


Tapi Nana sama sekali tak mendengarkan nasihat Rion.

"Yuk ah, ayo!" Kali ini Nana kembali menarik Rion menuju ke tempat dimana Sandy berada. Kapan lagi bisa bersama dengan Sandy tanpa perlu pusing memikirkan alasannya.


"Akhirnya sampai," Ucap Nana, dia tak mengira bahwa kamar temannya yang satu itu berada di lantai tiga. Dan dia sama sekali tak kuat untuk menaiki tiap anak tangga setelah lantai dua.


Terdengar suara ribut dari balik pintu yang ada di sebelah kanan.


"Disini hanya ada kamarku dan kamar Leon, serta satu kamar mandi. Jadi, kalau pagi ya kita berebutan siapa yang cepat bangun, dia yang lebih dulu mandi."


"Kedengarannya seru tuh tapi ka..." Ucapan Nana menggantung ketika melihat Sandy bersama yang lain sedang bercengkrama.


"Kalian lanjut main aja, aku ngambil cemilan dulu," Saudara kembar Rion keluar dari kamar yang ada dibelakang Nana "Eh, udah dateng, masuk aja, gak apa."


"Na, kamu masuk duluan, aku ada sesuatu sama kakakku satu ini." ucap Rion kemudian mendorong Nana ke dalam kamar dan segera menutupnya.


"Kau udah minta izin buat proyek kita gak ke gadis itu?"


"Waduh, lupa Len!"


"Astaga Rin, momennya susah tau buat bisa ajak dia kesini, mana Sandy susah buat dibujuk dateng. Pokoknya kau harus cari cara!"


Leon meninggalkan Rion yang terpaku sambil menunjuk wajahnya. Dia masih bingung menggunakan alasan apa agar Nana mau melakukannya.


"Na, gak ikutan main?" tanya Rion ketika melihat Nana hanya duduk diatas ranjang sembari melihat Sandy dan Taufik bermain Ps dengan serunya.


Rion sudah duduk disamping Nana.


"Ntar aja ikutannya, mereka keliatan asik banget." Nana ikut tersenyum ketika melihat Sandy tertawa selama bermain game.


"Lagipula, kapan lagi bisa liat Sandy ketawa gitu secara langsung, iya kan?" bisik Rion yang membuat Nana kaget dan langsung bergeser sejauh mungkin hingga terjatuh dari ranjang, membuat semua orang yang ada di ruangan itu berbalik.


"Astaga, Nana, kau gak apa apa? tanya Sandy yang lebih dulu mengangkat Nana.


"Aku terlalu ringan sampe kau ngangkat aku kayak boneka gini?" Ucap Nana dengan wajah sedikit memerah, dia tak pernah sedekat ini, bahkan bersentuhan dengannya pun tak pernah.


"Kau ini kecil, kurus pula, kita semua besar dan tinggi loh!" ucap Rion diselingi tawa.


Rona di wajah Nana semakin terlihat karena komentar Rion barusan.


"Kau sakit Na?" Tanya Rion, yang membuat Sandy melihat ke depan tanpa menurunkan Nana dari pegangannya.


"San, bisa turunin gak? Malu nih." Akhirnya suaranya bisa keluar setelah bersusah payah mengumpulkan suaranya.


"Eh, sori-sori, kau kayak boneka sih, kecil kurus, kayak boneka yang ada di meja sana." ucap Sandy.


Nana melihat ke meja belajar yang ada di sudut dekat jendela. Dan benar saja, ada boneka cantik yang harganya cukup mahal bagi Nana.

Sandy telah menurunkan Nana setelah memperhatikan tubuh Nana ada yang luka atau tidak.


"Itu BJD kan? yang harganya bisa sampe 20an?"


"Ehm, itu sebenarnya tiga puluhan, dipesan khusus soalnya." Rion menjawab dengan wajah tersipu karena ada yang mengenali koleksinya.


Nana langsung menghampiri boneka berambut panjang yang duduk dengan cantiknya dengan gaun biru beserta renda dan banyak lagi aksesoris yang membuat boneka itu terlihat begitu mewah.


"Punyamu Rion?"


"Binggo! itu hadiah dari teman waktu terakhir kali ikut lomba."


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status