Share

LUKA
LUKA
Penulis: Kimrara

Prolog

"AYAH! AYAH! AYAH BANGUN!!"

Teriakan memilukan itu terdengar begitu menyedihkan. Tatapan semua orang serasa mengiba. Mereka hanya diam embiarkan seorang gadis meraung, menangisi nasib yang menghampirinya. Satu-satunya penopang harus pergi meninggalkannya terlebih dahulu.

"Nggak! Aku gak mau, ayah bangun! Nara mohon bangun, Ayah!" pintanya seraya memeluk tubuh kaku yang kini terbujur beralaskan karpet dan terbungkus kain kafan. Tubuhnya mulai melemah, raungan keras yang sejak tadi ia keluarkan kini mulai memelan, "Ayah bangun."

"Non, sudah. Bapak sudah tenang di sana. Jangan seperti ini, kasihan Bapak, Non."

"Gak! Gak, Bi. Ayah gak boleh pergi!" jawabnya parau masih enggan melepas pelukannya. Tubuhnya perlahan ditarik menjauh, jika ini dibiarkan terlalu lama mayit yang kini terbujur kaku akan mendapat siksa yang lebih lama.

"Kenapa, Bi? Kenapa Ayah tega ninggalin aku saat seperti ini?! KENAPA?!"

"Non,"

Seorang wanita paruh baya mencoba memeluk gadis itu memberikan kekuatan yang mungkin bisa membantunya meski kenyataannya itu tidak berguna sama sekali. Bagi mereka yang di tinggalkan dunia serasa hancur, kesunyian mulai menghampiri bahkan keputus asaan kian menyelimuti.

"Non," panggilan lembut itu tak membuahkan jawaban. Sang bibi merenggangkan pelukan dan mendapati majikan kecilnya itu memejamkan mata kembali di kuasai kegelapan yang entah keberapakali. Raut sedih dan juga khawatir terlihat jelas di wajah sang Bibi. 

"Non, kenapa semua jadi seperti ini?" paraunya meratapi nasib majikannya ini. Belum satu masalah selesai, gadis cantik di pelukannya ini harus menerima kenyataan pahit lainnya. Sungguh menyedihkan seakan semesta tengah mempermainkannya.

***

Pemakaman siang itu berjalan begitu hening hanya ada isak tangis dan derap langkah para pengantar. Nara berusaha tegar dan mengikuti semua proses hingga akhir meski ia harus terjatuh beberapa kali, ia hanya ingin mengantar sang ayah ke tempat terakhirnya. melihat tubuh kekar yang menjadi sandarannya di kubur oleh tanah merah dengan kain tipis yang menyelimutinya.

"Ayah, Ayah janji sama aku buat temenin aku. Jagain aku, bahkan saat badai itu datang Ayah janji ada di samping aku dan tenangin aku. Tapi kenapa, Yah? Kenapa Ayah ninggalin aku duluan?" ia memeluk nisan yang baru terpasang. Mengelusnya dan sesekali mencium nisan yang tertancap.

"Non, udah mau malam kita pulang yuk!" ajak sang Bibi, ia mengangakat tubuh mungil itu dan memapahnya perlahan.

Para pelayat sudah banyak yang pergi, hanya beberapa yang masih setia menemani gadis mungil yang kini terlihat menyedihkan. Keluarga Hermansyah merupakan keluarga yang begitu baik dan disegani tidak heran mereka begitu loyal menemani putri dari Tuan Hermansyah. Mereka tahu kejadian baru-baru ini dan memaklumi jika Nara begitu terpukul. 

Nara Hermansyah atau yang biasa mereka panggil Nara melangkahkan kaki ke dalam rumah dengan gontai. Bi Inem selaku pembantu rumah tangga keluarga Hermansyah masih setia memapah Nara memasuki rumah.

"Ada apa, Pak?" Pak satpam berlari cepat menghampiri Bi INem dan Nara, wajah yang terlihat begitu tegang membuat Bi Inem mengernyit bingung.

"Anu, Bu...," 

"Nara!"

Panggilan itu membuat Nara mendongak menatap pria yang kini berdiri tak jauh darinya. Pria yang ikut andil dalam kesengsaraan yang ia hadapi kini. Kepalan tangan terlihat begitu kuat, amarah yang ia coba tahan kini meledak sudah.

"Nak, Alvin!" Bi Inem terlihat begitu terkejut, ia segera menarik Nara untuk pergi tidak ingin nonanya kembali bersedih.

"Nara, Nara, maafin aku, Nara!" Alvin menghadang kepergian Nara dan Bi Inem, ia menggenggam lengan Nara dan memohon "Nara, kamu harus tahu. Aku hanya cinta sama kamu bukan sama orang lain atau pun dia!"

Nara menepis tangan pria itu dan menatapnya jijik.

"Nara...," Alvin mencoba memegang kembali tangan Nara.

"Lepas tangan kotormu itu dariku!" teriakannya membuat pria itu mendelik, baru kali ini ia mendengar Nara seperti ini.

"Nara, ak-"

"LEPAS BERENGSEK!!!"

Plaaakkk.

Satu tamparan keras membuat semua yang ada di sana memekik tidak percaya. Baru kali ini mereka melihat Nara gadis anggun nan baik hati memukul seorang pria yang telah mematahkan hatinya.

"Jangan pernah datang ke rumah ini dan menemuiku lagi, Pembunuh!!"

Deg.

Semua orang terdiam. Jika di lihat lagi semua memang kesalahan pria itu. Ayah tercinta yang ia punya harus merasa sakit hati karena ulah biadabnya dan berujung tragis.

"Mulai saat ini, kau dan aku hanya orang asing. Jangan pernah datang atau menginjakkan kakimu di rumah atau perusahaanku lagi. ingat itu!! ENYAH DARI HADAPANKU!!"

Final.

Semua hanya bisa terdiam. Bi Inem bergegas memeluk Nara dan membawanya masuk. Pak satpam menarik Alvin dan mengusirnya. Ia menatap Alvin penuh kecewa, bagaimana pun Nara sudah ia anggap seperti anaknya sendiri bahkan Tuan Hermansyah dan Nara selalu memperlakukan mereka seperti keluarga. Wajar jika saat ini ia bersikap kasar kepada Alvin, pria yang dulu ia percaya menjaga Nara.

"Maaf, Den. Lebih baik Aden pergi biarkan Non Nara sendiri dulu. Jujur semua ini terlalu mengejutkan dan Aden pun tahu kesalahan apa yang Aden lakukan."

Alvin tidak dapat berkata ia menunduk seraya berjalan meninggalkan rumah gadis pujaannya. Ia menyesali semuanya, menyesali perbuatan bodohnya.

"KAU PUAS ANAK TIDAK TAHU DIRI!! BAGAIMANA BISA KAU MELEMPAR KOTORAN KE MUKA ORANGTUAMU??!!"

Semua tangis dan kepedihan hari ini seolah menjadi awal baru kehidupan. Mereka yang ditinggalkan harus bisa melupakan sementara mereka yang berkhianat akan terus menanggung penyesalan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status