Share

Bab 10

“Tunggu deh, Pak!” Aku akhirnya menarik tangan Pak Dika, setelah kami lumayan jauh dari mantan istrinya.

Ya! Setelah pernyataan sepihaknya itu. Pak Dika memang langsung menyeretku lagi, hingga aku tidak bisa berkilah untuk ucapannya tadi. Namun, walau pun begitu, tetap saja ini harus diluruskan. Semua karena wanita selalu membutuh kepastian. Iya ‘kan?

“Kenapa, Tan?” tanya Pak Dika akhirnya. Ia menurut untuk menghentikan langkahnya. 

“Itu, Pak. Sebelum kita lanjut cari si Bella. Saya mau tanya dulu. Tadi itu ... maksud Bapak apa mengklaim saya seenaknya. Emang saya barang umum bisa Bapak akui seenak jidat gitu?” Aku menyuarakan uneg-unegku.

“Loh, memangnya kenapa? Bukannya, kamu juga pernah mengakui saya seenak jidatmu,” balas Pak Dika datar.

Eh? Maksudnya?

“Jangan pura-pura pikun, Intan. Kamu belum terlalu tua untuk melupakan kejadian beberapa hari lalu di kampus kamu itu. Iya ‘kan?” tambah Pak Dika mengingatkanku.

Ah, pasti yang dia maksud adalah moment memandikan aku di pinggir jalan itu. Eh! Kenapa malah ingetnya ke sana, sih?

Ralat-ralat. Maksudku moment waktu aku berdebat sama Guntur, terus ngakuin dia jadi calon suami. Nah, ini baru benar!

“Oh, jadi Bapak mau balas saya ceritanya?” tanyaku memastikan.

“Tepatnya saya mau kamu balas budi ke saya, untuk pertolongan saya waktu itu. Mengerti?” terangnya dengan lugas.

Oh ... gitu toh ternyata? I see sekarang. Cuma ... kok aku kecewa ya? 

Ya ampun, Intan! Emang apa yang kamu harapkan? Jangan halu!

“Udah! Kita obrolin ini nanti aja. Sekarang penting temuin Bella dulu. Saya khawatir sama dia. Oke!” lanjut Pak Dika membuat aku mau tak mau mengangguk setuju saja.

Bisa apa aku selain setuju? Ya kali aku ngerengek minta dijadiin ibu sambung beneran. Lah, bukannya kemarenan aku sendiri yang tolak Bella.

Ih, munafik sekali aku?

“Ya, udah. Kita pencar aja gimana, Pak? Biar cepet ketemunya,” usulku kemudian.

“Pencar?” beo Pak Dika.

“Iya, berpencar. Bapak ke kanan saya ke kiri. Kitakan nggak tau Bella perginya ke arah mana setelah dari sini. Soalnya saya cuma lihat sampai belokan sana saja. Nah, ini udah sampe pertigaan. Jadi ... lebih baik kita berpencar. Oke?” jelasku lagi.

Pak Dika pun terlihat berpikir sejenak sambil melirik dengan curiga.

Dih, apa pula maksud tatapannya itu?

Naksir? Bilang, Bos!

“Ini beneran berpencar, atau memang akal-akalan kamu saja?”

Hah?

“Maksudnya?”

“Ya ... siapa tau kamu cuma cari cara buat kabur saja. Secara kamu ‘kan nggak pernah suka sama Bella. Makanya kamu pasti nggak mau repot cari dia ‘kan?” 

Astaga! Dzolim banget dia sama aku! Emang aku sejahat itu ya? Selama ini kelihatannya?

“Jangan asal nuduh! Saya emang suka kesel sama setan kecil itu. Tapi ... saya nggak sejahat itu, kok. Ya kali Bella beneran hilang saya diam aja. Nanti nggak ada kawan buat nyinyir dong tiap hari,” akuku dengan lugas dan setengah kesal.

Serius loh, aku ini memang memang sering kesal sama bocah itu. Pengen banget nyubitin ginjalnya biar dia bisa kapok usilin aku. Cuma masalahnya, aku nggak sejahat itu kok. Sumpah, deh! Karena bagaimana pun, aku tau alasan Bella sering berbuat onar seperti itu. Dia hanya butuh perhatian, karena kesepian.

Bagaimana tidak kesepian, kalau tiap hari dia hanya diurus neneknya sama pembantu rumahnya saja. Sementara ayah dan kakeknya, seringnya nggak punya waktu karena bekerja.

Udah gitu, yang aku tau Bella juga nggak punya temen si kompleks kami. Itu karena kelakuan usilnya dan status yang nggak punya ibu, sering membuatnya dirundung anak-anak lain. 

Itulah penyebab kenapa dia lebih sering di rumah dan malah ngerjain aku terus. Aku benar-benar mengerti untuk hal itu, karena apapun umpatan yang aku katakan padanya, semua tidak benar-benar dari hati.

“Udahlah! Bakal lama kalau kita bahas ini. Lebih baik langsung berpencar aja biar Bella nggak semakin jauh,” usulku lagi, yang untungnya kali ini langsung diangguki Pak Dika.

Setelah itu, kami pun memisahkan diri seperti amoeba dan mulai mencari ke arah berlawanan.

***

“Gimana? Udah ketemu, Tan?” tanya Pak Dika, saat kami berpapasan kembali.

“Belum, Pak,” jawabku dengan napas ngos-ngosan.

Begini nih kalau orang malas gerak kaya aku, dipaksa olahraga dadakan, langsung deh bengek seketika.

“Astaga! Di mana anak itu, sih?” geram Pak Dika sambil menyugar rambutnya yang mulai lepek karena keringat.

Fokus, Tan! Fokus! Jangan tergoda sama cogan minta dilap kayak gitu!

“Kamu bener-bener nyari Bella nggak, sih, Tan? Masa udah dua jam kita muter nggak nemu juga? Kamu niat bantu nggak, sih!” sentak Pak Dika tiba-tiba, membuat aku langsung menganga kaget.

Lah, kenapa dia jadi sewot gitu? Apa dia nggak lihat kalau napas aku udah senin kamis begini?

Wah! Kebangetan, sih, ini mah!

“Bapak kenapa, sih? Kok kayaknya nggak percayaan banget sama saya? Apa tampang saya emang sejahat itu makanya Bapak suudzon terus sama saya?” amarahku tak mau kalah.

Ya, iyalah aku nggak mau kalah. Udah capek-capek bantu nyari, malah dituduh yang enggak-enggak. Kan sebel ya? 

“Bukannya gitu. Tapi semua orang pun tau hubungan kalian seperti apa selama ini? Jadi ... siapa tau kamu di sini cuma pura-pura cari dia, biar bisa narik simpati saya aja.”

What the hell!

Picik sekali pria ini? Berasa ganteng banget kali ya? Mentang-mentang jadi idola emak-emak sekomplek. 

Oke! Dia memang ganteng. Aku akui itu. Cuma ... bisa nggak dia nggak usah narsis juga kali. Bikin nilai plusnya langsung drop seketika.

“Itu aja terus yang Bapak ungkit. Kalau emang nggak percaya sama saya, ngapain ngajak saya nyari bareng? Bapak cari aja sendiri anak Bapak itu! Jadi orang kok nggak tau makasih banget! Sudahlah, saya males debat sama Bapak. Mending saya balik daripada diragukan terus. Selamat berjuang sendiri. Bye!” 

Akhirnya, aku ngambek dong. Soalnya, emang Pak Dika ini udah kebangetan kok. Masa dia yang narik aku ke sini. Dia juga yang nuduh terus. Kan Hayati lelah, Mak. Mending turu di kamar sambil kemulan anget. Bodo amat sama Bella. Biar Bapaknya aja yang usaha sendiri.

“Tan, bukan kayak gitu?” Pak Dika mencoba menghentikanku. Dia mencekal tanganku seperti yang ada di sinetron, tapi, langsung kuhela dengan kasar kayak di film-film India karena ... emang aku cewek apaan. Dipegang seenaknya begitu?

“Au ah! Saya udah males sama Bapak. Jadi bapak cari aja sendiri si Bella yang super— aduh!” Ucapanku langsung terhenti, tatkala seseorang menabrakku dari belakang. Emosiku semakin memuncak, karena semakin kesal oleh keadaan.

Namun, baru saja aku ingin menyentak orang itu. Aku pun langsung mengurungkan niat dan menahan diri sekuat mungkin, karena ternyata, yang menabrakku itu adalah orang gila dan sukses membuatku jiper seketika.

Mampus! Ngapa aku harus ketemu orang gila ini, sih?

“Cantik ... cantik ... boneka jatuh ... nangis ... huhuhu ....” racaunya nggak jelas. Aku mundur pelan-pelan, dan berniat sembunyi di balik tubuh Pak Dika yang tegap.

Akan tetapi, baru saja aku mau menjauh, orang gila itu malah menarik tanganku dan menyeretku sembarangan. Aku meronta karena takut dicelakai orang tidak waras ini.

Ih ... apaan dah? Ngapa nih orgil tarik-tarik aku sembarangan coba? Dikira aku temannya, apa?

“Lepasin? Lo ngapain, sih, narik-narik gue! Gue bukan temen lo tau!” hardikku tak terima. Aku terus meronta untuk bisa melepaskan diri.

Orang gila itu nggak mau berhenti dan semakin menyeretku. Dia membuatku berteriak ketakutan dan meminta tolong Pak Dika.

“Hei, lepaskan!” Untungnya Pak Dika masih mau menolongku. Dia langsung melerai tangan orang gila, yang mencengkram tanganku kuat banget.

“Cantik ... boneka jatuh ... nangis … huhuhu ...” Namun, orang gila itu masih meracau nggak jelas sambil menghentakan kakinya.

Lah, bodo amat! Boneka lo mau jatuh, kek. Nyungsep, kek. Bukan urusan gue!

“Cantik ... jatuh ... huhuhu ...” Orang gila itu semakin menghentakan kakinya dan menggaruk-garuk rambutnya.

Namun, karena aksinya itu, sesuatu dari rambutnya jatuh yang sangat kukenali selama ini.

Kutu! Eh, salah! Jepitannya si Bella!

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Arjus Jhe
...............
goodnovel comment avatar
Dony Widyasmara
klkklklll. cerita ini komplit dan sangat menghibur tapi knp harus pakek koin .semoga sukses selalu buat penulisnya
goodnovel comment avatar
Adam Lebong
kanpa ceritanya anggak tuntas bikin penasaran aja nih tolong dilanjutkan iya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status