Share

2. Wanita Karier

"Kurang ajar juga si Catur ya, gue kira dia single." Nina menepuk jidatnya.

"Jangankan elo, gue aja masih gak percaya sampe detik ini... Astaga Nin, itu laki orang, gue gak pernah maen sama laki orang, gue kira tiga bulan ini gue udah beneran tobat, Catur nerima gue apa adanya, ternyata dia sama brengseknya dengan yang lain."

"Yang gue heran, kenapa sama lo dia jujur ya Sha? bilang kalo dia udah nikah... Njiiirrr bini nya baru lahiran dua bulan lalu."

"Dua bulan lalu baru ngelewatin masa nifas Nin, berarti selama tiga bulan sama gue, dia lampiasin hasratnya sembari nunggu bini nya kelar masa nifas, emang gak ada otak." Wajah Shesa memerah menahan marah.

Untung saja coffeeshop milik Nina pagi ini masih sepi, jadi mau sekeras apapun suara Shesa menyalurkan kemarahannya juga tidak ada yang perduli.

"Cariin gue kerjaan deh Nin, gue capek jadi model begini, kesenangan yang gue dapet gue ngerasa semu Nin."

Nina berusaha mengerti posisi Shesa, hanya Nina yang dia percaya selama ini, nasib Nina memang lebih beruntung daripada Shesa, berbanding 360 derajat.

Nina di besarkan di keluarga yang berkecukupan, tidak kurang tidak lebih, mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua dan seorang kakak.

Nina juga sudah menikah mempunyai seorang anak berumur dua tahun, suaminya Andre bekerja sebagai manajer keuangan di salah satu perusahaan terbesar di ibukota.

Seringkali Nina menasehati Shesa untuk hidup normal, toh Shesa masih memiliki Nina dan keluarga Nina yang juga sayang pada Shesa, entah apa yang Shesa cari, kadang membuat Nina hanya bisa pasrah.

"Lo mo cari kerja apa? Lo jadi model begini aja hidup lo sudah enak Sha, apalagi yang lo cari?"

"Gue belom merasa puas Nin, hati gue gak tenang hidup kayak gini, gue baru ngerasain sekarang, gue seneng-seneng punya banyak temen, tapi mereka gak ada yang tulus sama gue, cuma elo Nin, yang nerima gue apa adanya."

"Hmm, baru sadarkan lo."

"Bantu gue dapetin kerjaan, gue mau hidup normal sekarang, minimal untuk diri gue nyaman dulu deh."

"Coba nanti gue tanya Mas Andre ya, kali aja di tempat dia kerja butuh karyawan, lumayan sih ijazah lo ke pake juga, lulusan PR loh masa ijazah di taro di bawah tumpukan baju."

"Haha, dasar lo, gue cabut ya, ada pemotretan siang ini, kontrak terakhir setelah ini gue mo hidup lurus-lurus aja."

"Ati-ati di jalan, jangan malem-malem pulang, hindari club."

"Iya bawel, salam buat anak lo yah, kabarin gue kalo ada info," mereka saling menautkan pipi masing-masing.

*****

Atas bantuan Andre, Shesa mendapatkan pekerjaan sebagai salah satu staff public relations sesuai dengan kemampuan yang ia punya. 

Perusahaan manufaktur yang bergerak pada bidang tekstil terbesar di Indonesia membawanya pada kehidupan normal seorang wanita pekerja.

Seminggu sudah dia bekerja di perusahaan itu, beberapa karyawan ada yang mengenalinya sebagai model papan atas, sebagian lagi masa bodoh toh statusnya sama-sama pekerja di sana.

"Sha, besok  ikut meeting di Bali ya," ujar Reta teman satu timnya.

"Hah? Kok mendadak?"

"Iya kita yang di kirim kesana, aku juga heran kenapa bisa kita ... oh satu lagi, anaknya big boss juga ikut," ujar Reta sambil berlalu.

"Anak big boss?"

Yang benar saja baru seminggu dia bekerja sudah dikirim untuk tugas keluar kota, bukankah untuk karyawan baru seperti dirinya harusnya lebih dahulu beradaptasi untuk pekerjaan di dalam kantor daripada di luar, pikir Shesa.

Waktu menunjukkan jam makan siang. Shesa melangkah menuju toilet kantornya, melewati kubikel-kubikel yang masih terisi beberapa karyawan yang belum turun untuk beristirahat. Memasuki toilet tersebut, Shesa merapikan dandan an di wajahnya, rambut hingga pakaian yang dia kenakan.

"Ups, sorry," ujar lelaki itu yang hampir saja bertabrakan dengan Shesa saat Shesa keluar dari ruangan toilet.

"Ladies room," ujar Shesa.

"Iya, maaf ... Saya kira tadi— oh iya, maaf ... ternyata itu," ujarnya menunjuk toilet VIP khusus petinggi perusahaan.

Shesa melangkah meninggalkan lelaki itu, entah siapa karena satu minggu bekerja di sini dia belum sama sekali bertemu wajah itu. Dan lagi pula bukannya petinggi perusahaan punya sendiri toilet di dalam ruangannya, mengapa harus menggunakan toilet VIP di luar ruangan mereka.

Sinar matahari sore masuk menerobos jendela kaca di ruangan Shesa, ruangan yang terdiri dari lima orang team PR itu mulai sepi, hanya tertinggal Shesa dan Reta di sana.

"Prepare laporan untuk lusa ya, Sha," ujar Reta.

"Ok."

"Bye the way, tiket dan hotel sudah di booking ya, jadi besok kita ketemu langsung di bandara aja, gak papa kan?"

"Gak papa, santai aja," ujar Shesa. "Aku udah kelar, Ta ... aku duluan ya."

Shesa berdiri, meraih tas dan ponselnya lalu meninggalkan Reta di ruangan itu. 

"Tunggu, jangan di tutup dulu," seru suara seorang lelaki yang berlari mencegah Shesa untuk menutup pintu lift. "Makasih," ujarnya. Shesa hanya mengangguk menjawab.

Lelaki itu menoleh pada Shesa, "yang tadi siang kan?" tanyanya.

"Hah?"

"Yang ketemu di toilet ... divisi apa?" Shesa yakin lelaki itu hanya berbasa basi saja untuk tidak canggung karena di lift itu hanya mereka berdua.

"Humas."

"Oh, PR ... baru? karena saya baru liat."

Perhatian sekali rupanya batin Shesa.

"Satu minggu."

"Oh pantas ... tapi wajah kamu gak asing, seperti pernah melihat di salah satu ... oh iya, salah satu majalah ternama kamu brand ambassador produk—"

"Sudah gak," potong Shesa.

"Memilih menjadi wanita karier?"

"Bisa di bilang begitu ...." 

Pintu lift terbuka, Shesa bergegas keluar dari sana dengan hanya menganggukkan kepala pada lawan bicaranya.  Berjalan cepat menuju mobil yang dia parkir kan di lantai basemen. Hari sudah hampir malam, sudah pasti dia akan terjebak macet dan hectic nya jalan raya, Shesa berusaha menikmatinya.

"Ban mobil kamu kempes," ujar suara itu lagi dari belakang tubuh Shesa.

"Hah?" Ekor mata Shesa mengikuti arah jari lelaki itu. "Ya ampun ... kok bisa?"

"Pasti gak berasa waktu kamu bawa pagi tadi," ujar lelaki itu lagi.

"Mungkin." Shesa merogoh tasnya mencari ponsel untuk menghubungi bengkel yang biasa melayaninya.

"Udah tutup pasti ... mana ada bengkel showroom buka udah jam segini ... dan kalo di lihat kamu terbiasa pake bengkel seperti itu kan?"

"Aduh ... iya juga ya." Shesa mulai panik.

"Saya duluan," ujar lelaki itu berjalan meninggalkan Shesa.

"Astaga ... gue kira mau bantuin, dasar!" gerutu gadis itu. Lalu mengusap layar ponselnya membuka aplikasi layanan taksi online.

"Mau bareng gak?" Mobil itu berhenti tepat di depan Shesa.

"Gak usah ... makasih." 

"Ok." Dan mobil itu pun meninggalkannya begitu saja.

"Orang gila ... basa basi gak jelas."

Komen (19)
goodnovel comment avatar
zaza zaza
kangen sama karya kak chida...maka nya nemplok dsini
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
keren keren
goodnovel comment avatar
Nabila Salsabilla Najwa
Bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status