“Adam! Keluarlah dari kamar!” Shino mengetuk pintu kamar Adam berulang kali.Pintu terbuka dan Adam keluar menghampiri Shino di sofa. Ia berdiri di depan Shino dengan lemas. Matanya masih belum sepenuhnya terbuka, ia masih mengantuk karena tadi malam.“Ada apa memanggilku?” tanya Adam dengan suara seraknya.“Aku butuh bantuanmu, cuci muka dulu sana! Cepatlah,” perintah Shino sambil menghidupkan televisi.Adam berdecak kesal, sebenarnya a ingin tidur sampai nanti siang karena hari ini Shino memilih untuk tidak ke kantor karena mood nya sedang tidak baik.Tetapi, itu sepertinya tidak akan terjadi karena bosnya ini tidak akan membiarkannya berleha-leha sekalipun.Adam datang dengan muka yang lebih segar karena habis cuci muka, ia kemudian duduk di bawah sambil sesekali memeluk Taki.Shino memberikan obat tetes mata yang diberi Dokter Tanaka kemarin, ia kemudian tidur di sofa dengan posisi telentang.
“Jadi kau mau pergi meninggalkan perusahaan ini saat dalam masa jayanya?” tanya Pak Kim dengan suara datarnya.“Aku tidak lama ada disana, ini demi kebaikan istriku. Jangan mencoba menghalangiku?” Sorot mata Akari berubah menajam. Ia tidak akan memberontak begini jika mereka memudahkan segala urusan Akari.“Akari, kau tenanglah jangan mudah tersulut emosimu. Turunkan egomu,” ujar Pak Jung sambil berusaha mendinginkan mereka berdua. Pak Jung merasa ada di tengah-tengah mereka, di satu sisi ia harus menghormati Pak Kim karena hanya Akari lah satu-satunya pilar perusahaan ini bisa maju sampai detik ini. Tetapi, di sisi lain keluarga Akari butuh pertolongan dan penyakit istrinya harus segera ditangani sebelum menjadi semakin kuat efeknya. Ia merasa gelisah harus mendahulukan siapa. Akari tersenyum sinis mendengar ucapan Pak Jung, ia menggertakkan giginya, “Kau bilang aku harus menurunkan egoku? Disaat keluargaku yang selalu menyemangatiku untuk bekerja kini membutuhkan bantuanku, kau
“Siapa wanita tadi itu?” tanya Adam dengan wajah penasaran. “Dia bekas pembantuku dulu ketika ayah dan ibuku masih hidup, namanya Sunja.” terang Shino. “Dia sepertinya banyak bercerita hal serius tadi,” celetuk Adam. “Ya, dia bercerita kejadian dulu sebelum ayahku mengalami kecelakaan.” Shino menghela napas pelan. Dari sorot matanya, ia tampak gelisah dan bingung. “Apa yang dia ceritakan tadi?” tanya Adam dengan ragu. Ia takut wanita itu marah jika ia terlalu penasaran dan bertanya banyak hal padanya. “Sebelum ayahku kecelakaan, ia sempat bertengkar dengan Pak Kim dan Pak Jung,” Adam mengerutkan dahinya, “Pak Kim? Siapa dia?” Shino menarik napas dalam-dalam, ia melirik sekitarnya. “Ayo kita bicarakan dalam mobil saja, sekalian pulang.” Adam mengangguk lalu memasuki mobil bersama. Ia mulai menghidupkan mobilnya dan menjalankannya. Setelah mulai jauh, Shino mulai membuka mulutnya. “Dengar, jangan sampai cerita ini terdengar pada siapapun. Ini bersifat rahasia, jadi jagalah den
“Coba kau jelaskan dulu apa maksud sasaeng-sasaeng itu? Aku tidak paham sama sekali istilah jaman sekarang,” ucap bu dina dengan tegas.“Sasaeng itu merupakan penggemar obsesif yang akan melakukan hal ekstrem apa pun untuk lebih dekat dengan artis favorit mereka. Mereka bahkan tahu jadwal penerbangan, siapa orang tuanya, dan bahkan rahasia mereka.” ungkap Berry dengan jelas.“Menakutkan sekali punya penggemar seperti mereka,” Pak Imura merasa merinding.“Mereka bahkan bisa menguntit idola mereka hingga ke rumahnya, semalaman mereka berada disana mengawasi aktivitas yang dilakukan idolnya tersebut.”“Kau jangan seperti itu, tetap ada batasan dalam menyukai seseorang. Jika aku menjadi ibu anak itu, aku bakar semua benda-benda idola miliknya,” ucap Bu Dinan dengan wajah heran.“Ah, kalau begitu. Saya tidak akan mau punya ibu seperti Bu Dinan. Sangat protektif, tidak mendukung hobi sang anak.” Berry kemudian meminum jusnya sampai habis.Segar sekali, ia merasa tubuhnya kembali bersemangat
Hari Selasa…“Adam ikut aku hari ini. Aku ingin pergi membeli bunga dan buah tangan untuk keluarga Kim Seok Hoon.” ucap Shino sambil mengolesi tangannya dengan losion tubuh.Ia juga meminum vitaminnya dan meneteskan matanya dengan obat tetes, kini ia tidak meminta bantuan Adam. Karena ia bisa meneteskannya dengan baik.Adam menghembuskan napas kasar lalu pergi ke kamarnya untuk mengganti baju. Ia memakai celana bahan dan hoodie berwarna abu-abu, rambutnya tidak ia tata rapi lagi.“Sudah siap?” tanya Adam sambil sesekali mengintip Shino yang sedang memakai syal putihnya.Adam tidak pernah melihat Shino memakai syal, tumben sekali Shino memakai benda itu.“Baru?” tanya Adam.Shino menunduk melihat syal itu, “Ini maksudmu? Benda ini sudah lama tersimpan di lemariku, ini ibuku yang membuatnya langsung untukku.”Adam ber-oh ria, ia kemudian mulai menghidupkan mobilnya.“Shino memperbaiki posisi duduknya agar nyaman, “Antar aku ke toko bunga di daerah Shibuya. Disana adalah toko langgananku
Shino mengunyah dengan lahap makanan di depannya ini, mulutnya tampak penuh. Dari wajahnya, terlihat bahwa ia sangat menikmati makanan lezat itu.Adam duduk diam sambil menatap wanita di depannya ini, “Apa seenak itu tonkatsu di matamu?”Shino mengangguk dengan cepat sambil terus mengunyah, “Aku sangat menyukai makanan ini sejak kecil.”“Telan dulu, baru bicara.” Adam menyodorkan segelas air minum kepada Shino.Shino meminum air itu dan menghembuskan napas, “Kau tidak makan? Ini enak sekali, kau tidak mau?”“Aku hanya dengan melihatmu, makan sudah membuatku Kenyang,” jawab Adam dengan tersenyum.Shino mengusap bibirnya yang belepotan dengan tisu, ia merasa malu dengan cara dia makan yang tidak seperti wanita elegan lainnya.“Apa aku terlihat sangat jorok saat makan?” tanya Shino dengan setengah berbisik. Matanya melihat sekitarnya.“Tidak, kau hanya terlihat seperti orang tak makan berhari-hari.” Adam tertawa renyah melihat perubahan ekspresi Shino yang menurutnya lucu.“Dulu ayahku
Vivi menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan pelan, matanya menatap tajam pada kakaknya itu.Keputusan ini mungkin akan sangat memengaruhi kehidupannya di masa depan, tetapi tidak ada yang tahu bagaimana rencana Tuhan yang sebenarnya. Bisa jadi, ini adalah cara Tuhan untuk kembali menyatukan Vivi dengan Seok Hoon.Impian Vivi yang dulu hancur kini bisa terwujudkan dengan melalui berbagai tragedi menyedihkan yang terjadi dalam sepanjang hidupnya."Aku mau menikahi Kim Seok Hoon," ujar Vivi dengan suara tegas, ia sudah mantap dengan pilihannya kali ini.Mata Riko membelalak terkejut mendengar hal itu, begitu pula dengan Pak Jung. Pria itu nampak senang sambil menatap Vivi dengan hangat.Riko memeluk cucunya itu dengan erat, lalu mengusap punggungnya dengan pelan."Jika kau tidak mencintainya, jangan Paksakan hatimu sayang. Nenek akan mencoba berbicara dengan kakekmu," bisik Riko dengan lembut di telinga wanita itu.Vivi melepaskan pelukan neneknya dan memegang erat kedua
Semua orang menoleh ke arah seruan Kim Seok Hoon, termasuk Pak Kim yang duduk di posisi tengah meja makan berukuran panjang itu.Shino menarik napasnya dalam-dalam lalu membungkukkan badannya dengan sopan.“Selamat malam semua,” ujar Shino dengan senyumnya yang manis.Ruka, ibu Seok Hoon berdiri dari kursi duduknya. Ia langsung menghampiri Shino dan memeluknya dengan erat. Wanita itu melepaskan pelukannya dan tersenyum sendu menatap Shino, ia menyentuh bahu Shino.“Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja?” tanya Ruka dengan lembut.Shino menganggukkan kepalanya dengan cepat lalu ditariknya tangannya ke hadapan keluarga Seok Hoon. Pria itu berdiri di belakang Shino dan ibunya,ia tersenyum senang sejak Shino datang tadi.Seok Hoon tak pernah menyangka bahwa wanita dingin itu akan menuruti permintaannya, sejak sekolah Shino sangat susah diajak bermain ke rumah Seok Hoon. Walaupun hanya sekadar minum teh disana.Ini adalah kejadian langka dalam hidup Seok Hoon, bujukannya ternyata berhasil.