Dafa diam, ia cukup terkejut dengan apa yang di katakan Najwa. Cukup lama ia terdiam sehingga Bari dan Najwa mengira ia keberatan dengan keadaan Najwa."Kalau Nak Dafa memilih mundur sekarang, Bapak dan Najwa tidak akan keberatan. Banyak hal yang harus Nak Dafa pikirkan, terutama kedua orang tua Nak Dafa, pasti mereka keberatan dengan keadaan Najwa," ucap Bari setelah menunggu Dafa terdiam cukup lama."Saya tidak melarang kamu dekat dengan Tasya, tetapi saya mohon jangan beri dia harapan yang tidak bisa kamu penuhi," tegas Najwa."Saya tidak keberatan dengan keadaan Najwa, saya hanya tidak menyangka begitu banyak rasa sakit yang Najwa alami selama ini," jelas Dafa. Ia memang tidak keberatan dengan masa lalu Najwa, ia merasa prihatin dengan banyak hal buruk yang menimpa Najwa."Saya rasa orang tua saya juga tidak keberatan jika saya menjalin sebuah hubungan dengan Najwa, karena kebetulan Ibu saya juga sudah mengenal Najwa dengan baik." Ibunya memang mengatakan kalau beliau merasa cocok
"Om ganteng.," seru Tasya saat melihat Dafa sudah berada di depan rumahnya."Halo kesayangannya Om. Sudah cantik banget, sih." Dafa menggendong Tasya lalu masuk ke dalam rumah, Najwa masih sibuk di dapur mencuci piring kotor."Mama." Tasya turun dari gendongan Dafa lalu menghampiri Mamanya."Awas basah, Tasya duduk sama Om Dafa dulu ya." Najwa segera mencuci tangan lalu berjalan mendekati Dafa. "Sudah makan?""Udah tadi di rumah Mama. Nanti Mama pengen kamu ke sana. Katanya Mama bikin kue bolu terus pengen Tasya sama kamu cicipin," terang Dafa."Iya, nanti jam tigaan ya. Tadi aku bikin salad buah, mau nyoba nggak?""Mau, dong," sahut Dafa antusias. Mereka sudah mulai membuka diri dan selama dua minggu ini semua berjalan lancar.Najwa berjalan menuju kulkas lalu membukanya, ia mengeluarkan dua cup salad buah lalu memberikan pada Dafa dan Tasya."Mau disuapin Om ganteng," pinta Tasya."Jangan manja, dong, Sya. Om Dafa, kan, juga mau makan. Sini sama Mama aja." Najwa akan meraih cup beri
Najwa cukup terkejut dengan ucapan Astuti karena Dafa yang ia kenal sejauh ini ialah Dafa yang begitu dekat dengan Tuhan, ia sering membangunkan Najwa saat tiba waktu salat subuh."Kamu nggak keberatan kalau ibu cerita masa lalu Dafa?" tanya Astuti, ia ingin Najwa mengetahui masa lalu Dafa seperti Dafa sudah mengetahui masa lalu Najwa."Kalau ibu nggak keberatan cerita, saya akan mendengarkan." Najwa tidak keberatan karena ia yakin hal itu akan memudahkan langkah mereka ke depannya."Dafa dulu berpacaran dengan Nila selama lima tahun. Nila dan Rudi adalah sahabat masa kecil Dafa. Mereka begitu dekat hingga kuliah pun satu universitas. Setelah lulus kuliah Dafa menyatakan cintanya pada Nila dan mereka akhirnya pacaran." Astuti menghela nafas, Dafa memang menceritakan hampir semua hal pada ibunya. Najwa hanya mendengar tanpa menyela."Saat itu Nila dan Rudi diterima di perusahaan yang sama, sementara Dafa memilih berbisnis sendiri. Awalnya dia membuka percetakan kecil. Alhamdulillah sek
"Kan, tadi ibu udah jawab," ujar Najwa, matanya tidak lepas melihat tawa anaknya."Katanya nggak boleh bohong?" Dafa memberikan satu buah apel pada Najwa."Makasih. Seger banget ya kalau baru petik dari pohon gini.""Nggak usah alihin omongan, deh. Ayok, apa tadi yang diceritain Mama?" Dafa penasaran kenapa Mamanya menangis."Ibu tadi ceritain masa lalu kamu sama Nila. Ibu sedih kamu pernah mau bunuh diri," jelas Najwa."Iya, kalau inget dulu aku berasa bodoh banget. Hampir nggak percaya sama Tuhan cuma karena dua pengkhianat. Tapi aku bersyukur Tuhan dengan cepat tunjukin orang-orang yang jahat sama aku dan sekarang dikasih ganti dua bidadari sekaligus.""Ih, mulai gombal, nih?""Beneran, aku bersyukur banget bisa ketemu sama kamu dan Tasya. Ternyata bener kalau akan ada pelangi setelah badai. Makasih ya udah mau nerima aku dan percaya sama aku."Najwa tersenyum menanggapi ucapan Dafa. Entah mengapa hatinya bergetar mendapat pernyataan dari Dafa.***"Mama, nanti pulang sekolah aku m
"Pak Dafa, Najwa.""Pak Ferdi, kok bisa kebetulan ketemu di sini?" Dafa melihat raut terkejut Ferdi, ia tidak menyangka mereka bisa bertemu di tempat ini."Ah, iya, Pak. Saya sedang makan dengan keluarga saya," jawab Ferdi. Dilihatnya Najwa hanya diam tidak menanggapi, bahkan memandangnya pun tidak. "Bapak kok bisa sama Najwa?""Iya, Najwa ini tu ....""Om Papa." Belum sempat Dafa menyelesaikan ucapannya, Tasya berlari dari belakang sambil berteriak.Ferdi menegang di tempatnya, "bagaimana bisa ia mengenaliku sebagai Papanya, apa Najwa memperlihatkan fotoku padanya?" batin Ferdi.Hampir saja Ferdi berjongkok menyambut sang putri, hingga tiba-tiba putrinya melewatinya begitu saja, ia justru berlari ke pangkuan Dafa."Om Papa, tadi di belakang ada ikan bagus banget. Tasya mau dibeliin yang kayak gitu," rengek Tasya, memang sudah satu minggu ini Tasya mengganti panggilan dari om ganteng jadi om Papa.Ferdi mematung di tempatnya. Tasya, nama yang dulu Najwa ucapkan kalau suatu saat ia mem
"Mereka memang berhak ketemu dan kenal sama Tasya, tapi mereka nggak berhak ambil Tasya dari kamu. Aku bakal pidanain kalau mereka nekad," ucap Dafa."Oke, tapi nggak waktu dekat ini," jelas Najwa."Iya, sesiapnya kamu aja. Aku nggak maksa."Setelah berhasil meyakinkan Najwa, Dafa memilih pulang ke rumah orang tuanya.**Ai**"Bapak mengenal Najwa?" tanya Ferdi saat mereka makan siang bersama. Ferdi adalah penanggung jawab di salah satu percetakan milik Dafa."Iya, kami cukup dekat akhir-akhir ini," jawab Dafa."Apa Bapak sudah tau kalau Najwa itu mantan istri saya, dan Tasya adalah anak kandung saya?" "Saya sudah tau semuanya, Pak Ferdi. Bahkan saya tau bagaimana perjuangan Najwa setelah Anda tinggalkan. Mungkin Anda yang tidak tau bagaimana keadaan Najwa selama ini." Ucapan Dafa membuat Ferdi terdiam untuk beberapa saat."Saya memang pernah melakukan kesalahan pada Najwa, tapi untuk anak saya, saya benar-benar tidak mengetahui keberadaannya," aku Ferdi."Mengapa Anda tidak berusaha
"Tasya mau makan apa?" tanya Astuti saat Najwa dan Tasya makan malam di rumahnya."Mau ayam aja, Uti," jawab Tasya antusias. Sekarang adalah agenda wajib bagi Tasya setiap Dafa pulang ke rumah orang tuanya, ia akan ikut makan malam bersama. Kecuali saat mereka makan malam ke luar bertiga."Mau disuapin?" tanya Handoko, ayah Dafa."Tasya udah besar, Akung. Tasya bisa makan sendiri." Semua tertawa mendengar jawaban Tasya."Mau diambilin apa?" tanya Najwa pada Dafa. Ia mengambil piring di depan Dafa lalu mengambilkan nasi."Semua yang kamu ambilin aku suka." Jawaban Dafa menarik perhatian semua orang."Jangan uwu-uwuan, deh," ujar Astuti."Ih, Mama tau uwu-uwuan. Dari mana, Ma?" tanya Dafa. Ia tidak menyangka Mamanya cukup update bahasa gaul anak muda."Itu, dari Mbak Yanti pas liat aplikasi Tok-Tok," ungkap Astuti. Yanti adalah salah satu asisten rumah tangga di rumahnya."Jangan keseringan deh, Ma. Nanti ikutan joget-joget, lagi?" ujar Dafa."Udah, udah. Kapan makannya ini, malah bahas
"Ih, maunya." Najwa membuka pintu untuk Dafa masuk. Dafa menurunkan Tasya dengan pelan-pelan."Berani ya dia tidur sendiri," ucap Dafa setelah berhasil meletakkan Tasya tanpa membangunkannya."Dia yang minta, katanya dia udah besar. Malu sama temen-temennya kalau masih tidur sama Mama," jelas Najwa.Dafa mencium kening Tasya lalu mereka beranjak keluar."Aku pulang dulu ya, besok pagi harus balik kerja," pamit Dafa saat mereka sudah sampai gerbang depan."Iya, ati-ati. Jangan ngebut nyetirnya," pesan Najwa.Dafa melambaikan tangan, Najwa memandang kepergian Dafa hingga tak terlihat baru ia masuk rumah.**Ai**"Nia, nanti kalau Tasya mau makan puding tolong ambilin di kulkas ya," pesan Najwa saat mereka akan berangkat."Iya, Bu, nanti siang masih ada les renang," jawab Nia."Baju ganti udah bawa kan?""Sudah, Bu."Minggu kemarin Nia lupa membawakan baju ganti untuk Tasya, alhasil Najwa harus menyusul Tasya untuk membawakan baju ganti."Jangan lupa bawa bekalnya! nanti sore Tasya di jem