"Nanti, kalau Ferdi datengin kamu lagi. Kamu pindah aja. Aku nggak mau kamu sakit gara-gara mikirin tuh laki," ujar Nadia saat mereka perjalanan pulang."Sebenernya aku ngerasa bersalah sama Tasya. Beberapa hari lalu, dia bilang ketemu Papanya lewat mimpi.""Terus rencana kamu apa? Mau nemuin mereka berdua?""Jujur, itu berat buat aku, Mbak. Aku belum bisa berdamai dengan masa lalu. Perlakuan mereka padaku dulu, masih sering terngiang di ingatan. Aku nggak akan siap berada di tempat yang sama dengan mereka. Apalagi sampai melihat Tasya berdekatan dengan mereka. Rasanya aku nggak bisa.""Apa pun keputusan kamu, Aku dan Mas Yogi pasti dukung. Kalau perlu bantuan, kamu tinggal bilang sama kami."Pelukan hangat dari Nadia selalu mampu menenangkan Najwa.**Ai**Mereka bersiap berangkat menuju tempat acara. Tempatnya lumayan dekat, jadi mereka memutuskan untuk berjalan kaki.Yogi dan kedua bocah kecil berjalan di depan, sementara Najwa dan Nadia beriringan di belakang."Si Papi udah pengen
"kamu suka sama Najwa?" Pertanyaan Yogi yang frontal membuat Dafa terkejut, bagaimana bisa Yogi bertanya tanpa basa-basi terlebih dahulu.Mereka kini tinggal berdua, Najwa dan Tasya sudah pergi menyusul Nadia yang tengah asyik berbincang dengan ibunda Dafa. Ya, ini adalah rumah orang tua Dafa dan Yogi adalah sahabat dari Daris, kakak Dafa.Dafa bingung harus menjawab apa, di satu sisi ia menyukai Najwa, tapi di sisi lain ia takut Yogi akan marah."Kenapa diem? Bingung kok aku bisa tau? Keliatan banget kali kalau kamu suka sama dia," ucap Yogi seraya menepuk pundak Dafa."Mas Yogi nggak marah?""Kenapa harus marah? Dia single dan kamu juga single, cuman ya sedikit ragu aja."Perkataan Yogi membuat nyali Dafa menciut, belum apa-apa aja sudah diragukan, "ragu kenapa, Mas?" tanyanya lesu."Dia itu janda anak satu dan kamu masih perjaka, apa kamu siap nerima dia dan anaknya?" tanya Yogi mulai serius."Memang kenapa kalau dia janda? Aku nggak masalah kok soal itu. Kalau emang jodoh kenapa e
Satu minggu sudah keluarga Yogi di Indonesia, hari ini mereka harus kembali ke Singapura.Tasya sudah merengek dari pagi, ia ingin ikut Papinya tetapi Najwa tidak mengizinkan. Tanggung jawab pekerjaan juga sekolah Tasya membuatnya tidak bisa menuruti kemauan Tasya."Nanti Papi pulang lagi, Tasya kan harus sekolah, jadi nggak bisa ikut dulu. Nanti kalau liburan Papi janji bakal jemput Tasya." Bujukan Yogi meluluhkan hati Tasya, tentu dengan iming-iming hadiah dari sang Papi.Sore ini Tasya meminta jalan-jalan ke lapangan komplek setelah mengantar Yogi ke Bandara, ia ingin bersepeda keliling lapangan."Ma, Tasya mau makan bakso," pinta Tasya saat mereka sudah berkeliling lapangan tiga kali."Siap, parkirin sepeda sebelah sana dulu ya."Setelah memarkirkan sepeda, Najwa memesan bakso dua porsi untuk mereka dan es jeruk untuk menyegarkan tenggorokan.Tasya makan dengan lahap, ia memang begitu menyukai bakso, tetapi Mamanya melarang Tasya untuk sering-sering makan bakso demi kesehatan Ta
"Mama, nanti sore anterin Tasya ya," pinta Tasya sesaat setelah duduk di meja makan."Mau ke mana?" Najwa mengambilkan nasi goreng untuk sarapan anaknya."Mau ke rumah Om ganteng. Katanya aku mau di ajak petik buah, tapi sore soalnya om ganteng harus kerja." Tasya begitu antusias bercerita tentang om gantengnya itu, tidak ada yang mengajari memanggil begitu karena memang sedari awal Tasya sudah suka dengan om ganteng."Sama Mbak Nia, kan, bisa?" "Nggak bisa, Ma. Mbak Nia mau pulang. Ada acara katanya." Sebenarnya Najwa tahu kalau Nia akan pulang karena Nia sudah pamit padanya."Ya lain kali aja ke sananya." Najwa hanya tidak ingin bertemu bos dari mantannya itu."Nggak bisa. Om ganteng besok udah nggak di sini." Tasya meminum susu setelah sarapannya habis. "Plis ya, Ma, Tasya mau ngeliat buah di pohonnya. Di rumah ,kan, nggak ada."Beginilah kalau manjannya lagi kumat, Tasya akan merayu sampai kemauannya dipenuhi."Ya udah sana berangkat, nanti terlambat."Tasya segera meraih tangan
Najwa membiarkan Ferdi berkata semaunya sebelum menjelaskan banyak hal. "Lalu istrimu?""Aku akan menceraikan dia. Dia masih muda, pasti bisa dengan mudah menemukan lelaki lain. Aku cuma mau kita bersama lagi, jangan pikirin orang lain. Yang penting kita bisa sama-sama lagi." Ferdi masih dengan senyum bahagianya."Ibumu?""Mama pasti setuju. Apalagi kalau beliau tau kamu sudah melahirkan cucunya, Mama pasti akan bahagia."Najwa tersenyum dan senyum itu mampu menghipnotis Ferdi, ia optimis kalau Najwa akan menerimanya kembali."Kalau ternyata yang dimaksud Tuhan kebalikannya, gimana?" tanya Najwa yang membuat Ferdi bingung."Maksudnya?""Kalau ternyata Tuhan ingin kamu melihat hidup orang yang kamu sia-siain selama ini ternyata lebih bahagia dari hidupmu, dan Tuhan juga ingin aku melihat betapa menderitanya kamu setelah menyakitiku. Melihat kamu terpuruk karena apa yang kamu harapkan tidak bisa terwujud dengan orang pilihanmu," jelas Najwa."Kenapa kamu bicara begitu, Wa?" Senyum Ferdi
"Ma, Om ganteng mau jemput ke sini naik sepeda. Boleh, kan?" tanya Tasya pada Najwa. Saat ini Tasya tengah berbicara lewat sambungan telepon dengan Dafa."Iya, boleh," sahut Najwa dari taman samping, ia tengah menyiram bunga. Setelah mengatakan kalau Mamanya mengizinkan Dafa datang, ia lalu mematikan sambungan."Tasya pakek baju yang mana, Ma?" Tasya berjalan mendekati Najwa."Baju itu aja kenapa, sih? Kan, cuma petik buah, masak mau dandang ala princess?" Dilihatnya sang anak sudah memakai baju yang sesuai, baju kaos dan celana panjang bergambar hello kitty, bukankah sudah sangat pantas untuk memetik buah?"Dandanin lah, Ma. Kan, malu kalau Om ganteng dateng tapi aku belum cantik," rengek Tasya."Dandanin gimana? Emang mau pesta pakek dandan segala," cetus Najwa."Di kuncir rambutnya, Ma, nggak yang dandan banget." Jawaban Tasya membuat Najwa gemas, bagaimana anak yang belum genap lima tahun sudah begitu memperhatikan penampilan.Tasya sudah siap menunggu om ganteng dengan rambut di
"Tasya mau metik apa dulu?""Adanya apa?" Tasya balik bertanya."Ada belimbing, jambu, apel, jeruk sama mangga, Tasya mau apa?" tanya Astuti dengan sabar."Mau lihat pohonnya dulu," ucap Tasya."Ayo langsung ke belakang aja kalau gitu ya. Dafa tolong bilang sama Bibi, suruh bikinin minum," titah Astuti pada anaknya. Dafa mengangguk lalu pergi ke dapur menemui bibi.Najwa memang mengikuti dalam diam, ia membiarkan anaknya berbicara dengan ibunda Dafa."Maaf, kami merepotkan," ucap Najwa saat mereka tinggal berdua. "Nggak, kok, Ibu malah senang. Ibu kesepian. Kalau Bapak dan Dafa kerja, Ibu cuma sama bibi di rumah. Kakak Dafa mengurus usahanya di luar pulau, sudah delapan bulan dan baru pulang dua kali. Dafa juga baru akhir-akhir ini sering pulang, biasanya bisa satu bulan nggak pulang, padahal di kota sebelah aja." Keluh Astuti. "Maaf ya jadi curhat," lanjutnya."Nggak apa-apa, Bu. Saya malah terimakasih karena sudah diizinin main ke sini.""Kapan pun Mbak Najwa mau, rumah ini selalu
"Hari minggu Om ganteng mau ke sini. Tasya mau diajakin sepedaan keliling komplek. Boleh, kan, Ma?" Tasya baru saja selesai mengobrol dengan Dafa melalui sambungan telepon."Emang kamu bilang apa sama Om Dafa?" Najwa tengah asyik memakan salad buah yang baru ia buat."Ya mau lah, Ma. Tasya, kan, udah lama nggak naik sepeda keliling komplek.""Gitu kok pakek izin Mama. Harusnya bilang dulu sama Om Dafa kalau mau izin Mam dulu. Ini udah setuju baru izin," protes Najwa. Sebenarnya Najwa sudah tahu kalau Dafa akan mengajak anaknya bersepeda karena Dafa sudah izin padanya. Ia mengizinkan karena Yogi sudah mengenal dengan baik keluarga Dafa."Abisnya tiap Mama sepedaan aku selalu ditinggal," jawab anak yang belum lama bisa mengayuh sepada sendiri itu."Mana ada. Yang ada kamu milih tidur daripada ikut Mama sepedaan. Ini aja Mama nggak yakin kamu bisa bangun pagi," ledek Najwa. Anaknya memang begitu susah bangun pagi saat weekend."Pasti bisa dong. Om ganteng mau bangunin kalau Om ganteng da