Hai semua readers tersayang, terima kasih sudah mengikuti kisah Mahendra, Hanami dan Kaindra. Akhirnya kisah mereka happy ending seperti yang diharapkan para kesayangan.
Kali ini, Author akan melanjutkan season kedua. Tidak semua kisah semulus jalan tol, sama dengan kehidupan rumah tangga mereka sekarang.Ada Clarisa, si adik ipar yang selalu cemburu dengan keberhasilan si kakak, Mahendra di perusahaan. Yang berujung dengan ketidaksukaan Clarisaa pada Hana.Sosok Nadhira, rekan bisnis yang pintar membuat Mahendra menaruh iba kepadanya. Yang ujung-ujungnya berhasil memperkeruh hubungan Mahendra dan Hana.Arsenio, sang dokter yang selalu ada untuk Hana.Yuk, langsung saja ceritanya. Beri komentar positif agar Author semangat up rutin setiap hari, ya. Pokoknya ikuti saja alurnya, nggak usah toksin. Wkwk. Salam sayang."Hari ini aku lembur ya?" Suara di seberang mendapat manyun bibir dari Hana."Hm, nanti dijemput Pak Dadang jam enam sore, nggak apa-apa, kan?"Kali ini, bibir itu lebih maju beberapa centi dari sebelumnya. Hana dan Mahendra sedang melakukan video call di jam makan siang. Si suami yang melihat ekspresi cemberut Hana pun tersenyum lebar."Sampai jam delapan aja, Mas janji. Nanti pulang mau dibawain apa?"Masih belum bersuara, Hana menggeleng dengan kedua tangan memegang ponsel dan mata menatap wajah ganteng suaminya."Soto yang di depan ruko biasa, mau? Pizza? Pecel ayam Mang Soleh? Misop Medan?"Hampir semua makanan yang biasa dipesan Hana setelah hamil, disebutkan satu per satu. Namun, wanita itu tetap menggeleng. Mahendra menarik dan menghela napas sebelum kembali berucap."Maunya apa? Ngomong, dong. Biar biar tahu mau dibawain apa? Makanan yang tadi Mas sebutkan, apa kamu sudah bosan?""Maunya Mas Hendra ada
"Iya, baik. Coba kamu tangani dulu, Do. Setelah selesai semua, kamu kirim proposal persetujuan ke emailku. Nanti malam aku cek kembali. Oke, thanks, Bro."Perlahan, kesadaran Hana pun mulai terkumpul. Suara khas yang sudah dua tahun menemani itu semakin mengganggu. Mencoba membuka mata, sinar lampu yang menyorotinya begitu menyilaukan."Kamu sudah bangun, Sayang?"Pria itu mendekati dan berjongkok di hadapannya. Hana yang mengedipkan mata berkali-kali sambil memijat pelipisnya, pun menaikan tubuh dan duduk. Lalu, dia meraih dan mencium punggung tangan suaminya."Mas, kok, kamu di sini? Bukannya ada kerjaan di kantor? Katanya lembur, kok nggak jadi?""Lho, kok, kamu malah nggak senang kalau aku ada di sini?" Mahendra mengambil posisi duduk di samping istrinya."Bukan. Aku bukan nggak suka Mas ada di sini tapi ...."Belum sempat Hana menyelesaikan ucapannya, si suami menarik tengkuk dan mengecup kilat bibir si istri. Seke
"Mommy harus adil. Aku juga anak Mommy, bukan?"Seorang wanita cantik berambut pendek sedang berdiri berhadapan dengan mama Mahendra, berusaha merebut keadilan dari sosok orangtua."Di mana letak ketidakadilan Mommy selama ini? Coba kamu uraikan dan jelaskan ke Mommy!"Wanita senja itu tak kalah lantang menyahuti. Mereka sedang berdebat saat sang Daddy sedang istirahat di kamar. Mommy tak ingin suaminya mendengar suara ribut anak perempuannya yang baru pulang dari Surabaya itu."Aku juga berhak atas perusahaan yang sudah Daddy rintis sejak dulu. Kenapa sekarang hanya Mas Hendra yang mengelolanya sendiri?""Risa, dengarkan Mommy. Selama ini, abangmu bisa mengelolanya sendiri tanpa ada kesulitan sedikitpun. Bahkan, sekarang produk susu kita sudah diekspor ke Singapura. Ini artinya perusahaan kita mengalami kemajuan pesat."Dengan tangan terlipat di dada, Mommy mengutarakan kelebihan putra kesayangannya dengan lancar. Dan, memang it
"Kai, di mana, Mom?" tanya Hana sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Biasanya putranya akan menyambut saat mama dan papanya pulang."Kai ada di kamarnya sama Mbak Asih. Tadi habis les piano lalu Mommy suruh ke atas langsung bersih-bersih."Sengaja, Mommy tahu akan suara Clarisa akan mengagetkan cucu sulungnya. Maka dari itu, dia minta sang pengasuh untuk menjauh dari ruang tengah sementara waktu sebab perang dunia sebentar lagi akan terjadi."Oh, ya, kalian baru pulang, segeralah bersih-bersih. Setelah itu, kita akan makan bersama dengan Daddy.""Baik, Mom. Yuk, Sayang, kita ke atas."Meski masih menyimpan banyak tanya, Mahendra patuh pada titah sang Mommy. Dia tahu sedikit banyak sifat adik tunggalnya. Bar-bar dan keras kepala. Mencoba mengabaikan tatapan runcing itu, dia memapah istrinya naik ke lantai atas menuju kamar."Clarisa makin cantik, ya? Dewasa dan lebih elegan sekarang."Hana memuji sambil mel
"Sayang, lusa aku akan ke Bali untuk tanda tangan kerjasama salah satu hotel di sana."Pagi itu, Mahendra yang keluar dari kamar mandi, baru ingat dengan jadwal dan segera memberitahu agar tidak lupa. Jadwal yang padat terkadang membuatnya lalai dengan janji mereka. Janji setelah mereka menikah yaitu tidak ada yang disembunyikan dan harus terbuka satu sama lain."Lho, lusa jadwalku kontrol kandungan, Mas. Lagian, kok, mendadak gitu?"Hana yang baru saja membangunkan Kai di kamar putranya, kembali ke kamar dan biasanya akan membantu Hendra mengenakan dasi. Dia tak bisa menyimpan rasa kekecewaan di paras ayu itu tetapi berusaha tersenyum."Oh, ya? Sorry, aku lupa, Sayang." "Kalau besok Mas punya waktu luang?"Hana melangkah mendekati si suami yang mengambil kemeja navy. Lalu, wanita itu membantunya menyatukan satu per satu kancing kemeja dengan mata terus menatap wajah Hendra, menunggu jawabannya. "Besok, ya?"
"Bu, tadi ada orang yang datang membawa CV lamaran. Berkasnya sudah aku taruh di ruangan Ibu."Pesan Luna saat mereka sudah menginjak ke dalam toko, yang mendapat gumaman kecil dari mulut Hana. Sudah banyak pelamar yang memasukkan surat, tetapi belum ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Beberapa kali melakukan wawancara dan praktik ke bagian dapur dengan calon yang mendaftar, tetapi belum ada yang berhasil masuk dalam kriteria yang diinginkan pemilik bakery with love. Wanita hamil itu menghempaskan tubuh di kursi. Lalu, tangannya mengambil minyak kayu putih dari tas dan mengoleskan di bagian dahi dan hidung. Rasa mual dan pusing mulai melanda lagi. Morning sick yang menjadi kebiasaan empat minggu lalu ternyata belum juga menghilang.Potongan peristiwa tadi malam di meja makan terbesit terlintas di benaknya. Tatapan suami adik ipar itu sangat mengusik pikirannya. Sorot mata yang penuh kejanggalan, membuat Hana bergidik ngeri. Namun, dia t
"Aku belum bisa pulang sekarang, Sayang. Aku akan meminta dokter datang ke rumah untuk memeriksa kondisi Kai, bagaimana?"Itu jawaban Mahendra kala Hana mengabari via telepon kalau putra mereka muntah di sekolah. Kini, kondisinya sedikit parah karena bukan hanya muntah tapi sudah disertai diare dua kali dalam dua jam."Aku rencananya akan membawanya ke rumah sakit aja, Mas. Aku khawatir Kai dehidrasi karena dia pun tidak mau makan dan minum."Terdengar helaan napas berat di seberang sana. Sang papa sedang mengadakan rapat dengan klien yang benar-benar tidak bisa ditinggal atau diwakilkan oleh Aldo, sang general manager."Oke kalau itu yang terbaik. Aku minta Pak Dadang ngantar kalian. Ingat, jangan pergi pake taksi online. Segera Pak Dadang meluncur. Paham, Sayang?"***Kai segera dibawa ke kamar perawatan usai diperiksa dokter anak langganannya. Arsenio yang dicari Hana untuk menangani putranya. Wanita itu tahu si dokter berkaca
Untaian kata itu membuat mata Hana memanas. Entah mengapa, kalimat penyemangat yang keluar dari bibir Arsenio selalu menyentuh di hati paling dalam. Dia yang tahu bagaimana menembus palung hati tersebut. Andaikan dulu Hana tak bertemu dengan Mahendra lagi, apakah dia akan memberi sebagian hatinya untuk sang dokter? Ah, kenapa di benaknya ada pemikiran seperti itu?Hana menggeleng, membuang jauh angan-angan yang dulu sudah dia tepiskan. Dia sendiri yang telah memilih Mahendra dan menolak kala Arsenio menyatakan cinta."Makasih, Kak."Usai mendengar kata itu, Arsenio mendecak keras lalu berkata."Sudah berapa kali kamu bilang makasih, Han? Kenapa jadi sungkan gitu ke aku? Oh, sekarang kamu sudah anggap aku orang asing?""Bukan, bukan gitu, Kak.""Lalu?""Aku ...."Ucapan itu terhenti ketika pintu kamar perawatan terbuka. Sosok Mahendra dengan langkah tergesa masuk dan memasang wajah tak suka tatkala melihat kebera