"Andai aja, kalau bisa, gue ada di posisi dia."
-Anara Emiley
***
Daver mengajak Anara untuk makan Steak di salah satu restoran kesukaannya. Pecicilan begini, ia jarang makan di pinggir jalan. Bukan karena tidak mau, tapi tidak biasa. Paling hanya sesekali saat bersama empat kawannya itu.
Anara menolak untuk memesan sesuatu walaupun tadi sudah dipaksa. Ralat, sangat dipaksa sampai pelayan bingung melihat mereka berdebat. Tetapi Anara tetap menolak sampai Daver meledek dirinya diet.
Pesanan datang. Daver fokus makan karena i
"I've through so hard, i've learnt so many."-Anara Emiley***Lagi-lagi tadi malam melelahkan pikiran dan perasaan Anara.Hari ini Anara berangkat ke sekolah dengan mata sembab. Kemarin, setelah Daver pergi, Jeff—ayahnya, pulang dengan kemarahan.Jeff menemukan bukti di mana Lena tengah berselingkuh. Keduanya bertengkar hingga Jeff main tangan. Karena memberikan pembelaan untuk ibunya, Anara ikut tertampar.Ia tahu ia membela yang salah. Tapi itu satu-satunya cara agar Lena tidak diperlakukan kasar terus menetus o
***"Ra, diem aja dari tadi, kenapa?"Anara bingung kenapa orang-orang sibuk menanyakan keadaannya. Apa se-visibleitu wajah murungnya?"Gak apa-apa, Alvano.""Kenapa pakai masker?""Gak apa-apa."Anara mengembuskan napas kesal. Ke mana kawan tutornya yang lain? Kenapa ia harus diberi situasi hanya berdua dengan Alvano?"Hai."Anara menunggu Daver dan Sevila. Ia hanya berharap mereka yang datang.Tapi setelah mene
"Best friend is not about distance."-Anara Emiley***"Ayo ke sana." Daver membiarkan Anara jalan lebih dahulu. Meskipun ia menunggu agak lama, Daver baru melangkah saat Anara mulai berjalan.Tiba di lapangan, adik kelas mereka sudah berkumpul. Ada yang sedang minum, ada juga yang lagi main. Begitu melihat Daver dan Anara datang, mereka langsung menyelesaikan segala kegiatan, lalu duduk berjajar."Hai semua!" sapa Anara ceria. Anara lumayan dekat dengan beberapa adik kelas yang ada di hadapannya ini. Jadi dirinya tidak terlalu canggung.
Daver dan Anara pergi ke salah satu kedai es krim dekat rumah Anara. Letaknya di taman kompleks yang sedikit ramai akan anak-anak."Mbak, stroberi satu vanilla satu, ya," pesan Daver pada si Mbak penjaga kedai."Baik, kak. Silakan ditunggu aja di meja."Anara sedikit bingung kenapa Daver tidak bertanya padanya soal rasa es krim miliknya."Daver," panggil Anara saat keduanya sudah duduk di sepasang kursi dan meja yang tersedia."Ha?""Lo yang rasa apa?""Vanilla."&
"If you can't beat them, eat them."-Davenara *** "Lo kalah dari Daver?" Laki-laki itu membanting gelas berisi minuman keras yang diminumnya tadi. "Lo bego apa tolol? Daver udah setahun keluar dariFightcampdan lo masih belom bisa ngalahin dia?!" Karakternya bagaikan Hitler. Tidak mau dipimpin dan tidak mau dikalahkan. Membunuh siapa pun yang berani menghadapinya. "Gema, gue harus latih lo kayak gimana lagi?" Gema mengembuskan napasnya. Ia lelah ditindas. Ia juga lelah menjad
***"Far, kok ninggalin, sih!" ketus Anara menghampiri Fara yang duduk sendirian di kantin."Habisnya pas ngintip tadi di kelas, lo lagi diajak Bu Dwi ngobrol. Ya, gue langsung aja ke kantin." Fara menyeruput mie ayamnya. Lalu menepuk kursi di sebelahnya. "Sini duduk."Anara duduk di sebelah Fara. Sebelumnya, ia berteriak pada mas mie ayam untuk memesan satu porsi."Tumben gak bareng mereka?" Mata Anara menunjuk Daver dkk. "Kenapa?""Kalau sama mereka makan jadi gak tenang. Apalagi ada Evan. Iseng banget orangnya, bacot lagi. Pusing gue," jawab Fara sembari menggeleng-geleng saat mengingat bandelnya Evan. Hal itu membuat Anara tertawa.
"The happiest time is when you have something to focus your energy on."-Daver Negarald (s.j)***Sepulang dari rumah Giselle, Daver membersihkan tubuhnya dari keringat yang melekat sejak pulang sekolah tadi. Selesai mandi, ia memakai baju dengan cepat dan langsung mengambil ponselnya yang mati.Daver mencaricharger-an yang ia lupa taruh di mana. Harusnya ia tidak perlu mencabut dari stopkontak daripada harus muter-muter mencari kabel itu."Ini dia." Daver mencolok kabel itu ke ponsel dan stopkontaknya.Hal yang pertama ia lakukan adalah membuka aplikasi LI
Malam itu Anara meneguk ludahnya kasar.Masih dengan telepon yang tersambung, Anara spontan berkata, "Gue gak mau Daver mati."Gema tersenyum di balik layar ponselnya. Suara Anara terdengar begitu lucu di pendengarannya. Meskipun kalimat yang dilontarkan Anara tadi tidak disukainya."Iya. Gue tau kekhawatiran lo. Gue bakal bantu Daver walaupun gak banyak. Seenggaknya gue bisa mastiin pergerakan Rezo.""Gue boleh kasih tau ini ke Daver?""Tanpa lo kasih tau gue yakin udah ada yang ngasih tau dia. Dia banyak temen diFightcamp."Mendengar Anara tidak berbicara atau bertanya lagi, Gema