Lima tahun lalu....
Hari itu adalah tepat seminggu Raveena duduk di bangku kelas tujuh di SMP Angkasa. Gadis berbando putih itu langsung meletakan tasnya di atas bangku setiba memasuki kelas. Pergerakannya membuka resleting tas terhenti saat seseorang tiba-tiba berada di sampingnya.
“Hai,” sapa cowok itu ramah. “Lo yang rumahnya di Jalan Merpati Putih, kan?”
“Iya, kenapa?”
“Kenalin gue Rasen. Kita itu tentanggaan.” Rasen mengulurkan tangannya. “Nama lo?”
“Raveena,” balasnya menyambut tangan Rasen.
“Gue manggilnya apa nih, Ra? Vee? Na? atau ... sayang?”
“Vee aja,” ujarnya lembut.
“Gue sering liat lo, Vee. Pas tiap berangkat sekolah SD lo selalu lewat rumah gue. Pakek tas biru sama bando pink. Kalau jalan suka sambil megang buku. Kalau lo nanya darimana gue tau, jawabannya karena gue sering liat lo dari balkon rumah,” ceroc
Author Pov“SPADAAAAAA!”“PAKET!“Anjrit!” Raveena terjungkal dari atas sofa karena kaget mendengar suara teriakan di luar pintu. Ia melirik jam dinding yang masih menunjukan pukul tujuh pagi. “ENGGAK ADA ORANGGGG!”“RAVEENA KATA MAMA MINTA MICINNNNN!” Lagi-lagi Rasen berteriak dengan tak tau malunya.Lihatlah, pagi-pagi anak tetangga sudah membuat rusuh saja. Tidak bisakah di hari minggunya, Raveena merasakan kedamaian dan ketentraman? Tapi sepertinya mahluk yang satu ini memang hobby menganggung hidup orang.Raveena membuka pintu dengan wajah tak bersahabat. Gadis itu bahkan masih menggunakan daster karena habis mencuci pakaian. Ia menatap Rasen yang tengah membawa mangkuk kecil, cowok itu bahkan masih menggunakan piyama.“Pasti lo habis nyuci, ya, kan?” tebak Rasen dengan kurang ajarnya.“Buta mata lo?! Nyapu!” kata Raveena menghe
Author Pov"Jadi, siapa nama cowok yang lo suka?" tanya Raveena pada Liora setelah melepaskan jari kelingking yang sebelumnya tertaut hangat.Tak ada balasan yang dari lawan bicara. Hanya bergeming sejenak yang mampu ia tangkap dalam netranya sekarang. Liora mengulum bibirnya, lalu mengarah pandangan pada gadis yang sedaritadi mengamati penuh selidik."Yaampun, Li. Pakek mikir segala. Selow, sama gue rahasia lo aman." Raveena menampilkan cengiran manis dengan kedua jari berbentuk V."Lo lagi suka sama seseorang juga, kan, Vee?""Eum.." Raveena memicingkan matanya sesaat, lalu tanpa pikir panjang mengangguk pelan tanda membenarkan. "Ada sih. Kenapa emang?""Gimana biar adil. Gue bakal nyebutin nama cowok yang gue suka, dan lo juga harus nyebutin nama cowok yang lo suka," kata Liora begitu antusias sampai bolpoin yang tengah ia pegang tersimpan kilat di atas meja."Oke.""Seriously?! Gue itung sampe tiga, nanti kita nyebutin bare
Author PovHari minggu Rasen benar-benar tak santai seperti umat anak sekolah lainnya. Buktinya ia masih sibuk menatap layar laptop dan membolak-balikan dokumen tanpa henti. Ia melirik rolex ditangan kirinya, lalu menutup laptop saat tau jam menunjukan waktu makan siang.Rasen bergerak meninggalkan ruangan yang sudah seperti rumah keduanya itu. Ruangan Rasen paling berbeda dari yang lain. Selain ukurannya yang besar, harumnya pun khas sekali. Wangi parfum Rasen selalu menyerbak hingga siapapun yang berada di ruangan itu pasti akan betah.“Rasen,” sapa Bobby yang baru saja keluar dari ruangannya. “Mau makan siang bareng?”“Eh, Om. Duluan aja. Rasen mau cari Bella dulu,” ucap Rasen. “Om liat Bella?”“Paling masih di ruang kerjanya,” balas Bobby . “Yaudah, Om duluan kalau gitu.” Bobby menepuk sebelah pundak Rasen lalu melenggang pergi memasuki lift.Rasen mengikuti me
Author Pov“Bu kembaliannya dibeliin permen aja ya. Dua ribu berapa?”“Sepuluh biji Neng.”Raveena membuka toples berukuran sedang itu, lalu mengambil beberapa permen dan memasukannya pada saku seragam putihnya. “Makasih ya, Bu.”“Sama-sama.”Merin dan Raveena baru saja keluar dari kantin. Sepanjang berjalan Merin nampak diam tak banyak bicara. Kali ini terlihat aneh. Gadis itu seperti ingin mengatakan sesuatu, namun bibirnya tetutup rapat tertahan.“Vee?”“Hm? Ini lo mau permen gak? Nih,” kata Raveena memasukan tiga permen miliknya pada saku seragam Merin. “Kenapa, Mer?”“Enggak, cuman....” Merin terlihat kikuk sendiri. Seakan-akan takut jika ucapannya membuat seseorang di depannya itu berfikir aneh-aneh. “Lo ... ngerasa gak sih, kalau Liora itu sama Rasen, deket?”“Bukan ngerasa, tapi emang mereka deket. Lo
Author Pov“DAFFAAAAAA! DASAR SINTING! MIRING! EDAN! GILA! OGEB! MINGGAT AJA KAMU!”“BEGO! BENER-BENER BEGO! GAK WARAS KAMUUUUU!” Teriak Lista semakin menggema. Ia melempari Daffa dengan buku sampai cowok itu naik ke atas meja. “TURUNAN LUCIFER! NYESEL AKU PACARAN SAMA KAMU!”“Lis! Ampun Lis!” kata Daffa panik sendiri. “Nanti aku ganti deh suer. Setoko Lis! Kalau perlu sama pabriknya juga!”Pagi-pagi kelas 12 IPA 2 sudah heboh. Lista dan Daffa tengah bertengkar. Pasangan yang biasanya adem-adem itu kini tengah perang besar-besaran. Berawal dari Daffa yang dengan sengaja meminum jamu Kiranti milik Lista sampai habis membuat gadis itu naik pitam bukan main.Katanya kalau pasangan langgeng itu kalau ceweknya tukang marah-marah sama cowok tukang cari gara-gara? Ya mungkin seperti mereka. Buktinya Daffa dan Lista bertahan berpacaran selama satu tahun. Meski kadang Daffa minta diselepet sa
Author Pov“Sen! Sen! Liat noh adek kelas yang duduk di pojok sana cakep bener,” ucap Romi menunjuk seorang siswi dengan lirikan matanya. “Bening amat busted!”“Jangan bawa sesat Rasen anjir!” tegur Johan menampol kepala Romi dengan gagang sendoknya. “Rasen udah punya pawang. Jangan suruh dia belok haluan.”“Tapi biasanya juga Rasen kalau liat yang bening suka ngeluarin jurus gombalan,” ucap Romi.“Beda lagi lah,” kata Johan sewot sendiri. Cowok itu menoleh pada Rasen yang tengah anteng memakan mie ayamnya. “Sen, jangan dengerin omongan Romi. Dia titisan setan.”“Anying! Gue turunan surga gini darimana titisan setannya?! Jahat lo Jo! Gue aduin ke Emak gue nih!”“Suruh saparing sama Bapak gue,” kekeh Johan membuat Romi malah ikut tertawa.“Lagi makan diem,” tegur Daffa kalem.“SHIAPPP BOS!”
Author PovGabut. Itulah yang Rasen rasakan sekarang. Dari atas balkon, ia hanya mampu memandang shyam yang menyebarkan afsun tanpa suara. Semilir angin malam menerpa kulit wajah sampai rambut legamnya ikut tergerak.Istana besar yang terasa mati. Menjadi anak tunggal tentu sering membuatnya kesepian. Dulu, saat kelas 5 SD, Rasen pernah bolak-balik naik lift saking gak ada kerjaanya. Dan saat kelas 6 SD, Rasen pernah bawa kambing orang ke dalam ruang tamu. Rasen ajak nonton Upin&Ipin kala itu.Jangan sok kaget gitu lah. Rasen emang murni bego dari kecil.“Rasen?” panggil Divya memasuki kamar luas putranya itu.Merasa namanya terpanggil, Rasen memutar tubuh ke arah belakang. “Iya, Ma?”“Bisa ... Ngobrol dulu? Ada yang mau Mama bicarain sama Rasen,” kata wanita dewasa itu. Divya sudah lebih dulu duduk di sofa, lalu menaruh suatu benda yang ia bawa dari kamarnya di atas meja kaca.
Flashback on ( kelas 11 semester 2 )“Aku suka sama kamu, Rasen. Kenapa kamu nggak bisa terima aku jadi pacar kamu?” tanya Liora kesekian kalinya. Matanya berbinar menatap penuh harap pada cowok yang tengah berdiri di hadapannya.“Gue nggak bisa Li. Udah berapa kali gue bilang, gue nggak pernah suka sama lo. Maaf,” balas Rasen. Jawaban menyakitkan yang masih sama untuk Liora.“Kenapa? Kita kan udah saling kenal, Sen. Apa kamu nggak bisa jadi pacar aku?”“Nggak bisa, Li. Berapa kali harus gue bilang, kalau gue cuman nganggap lo temen aja. Dari awal kita kenalan dipertemuan perusahaan Papa kita, gue nggak pernah nganggap lebih hubungan antara lo sama gue,” balas Rasen.“Tapi kenapaaa?!” Suara Liora meninggi menahan tangis—malu lebih tepatnya. “Kamu masih suka sama temen SMP kamu itu?”“Kata siapa?”“Daffa cerita