Share

5. Seseorang di Gedung Tua

Aland memberikan tatapan waspada ketika Joo duduk di sofa yang sama dengannya, sementara Kate hanya berdiri di dekatnya dengan bersedekap dada. Sejujurnya, ini agak mengerikan karena tiba-tiba Aland terbangun di tempat yang tidak diketahuinya, usai penyerangan tiba-tiba yang dilakukan oleh mereka padanya.

Kate dan Joo hanya memberikan tatapan yang sulit diartikan oleh Aland. Tidak ada yang memulai pembicaraan sampai Ken yang entah datang dari mana terkejut karena tak ada seorang pun di meja makan, mengetahui Aland yang telah bangun dan Kate serta Joo berada di sana—laki-laki itu langsung menegur Aland.

“Rupanya kau sudah bangun?” Pertanyaan Ken hanya dianggurkan oleh Aland. Pandangan Aland turun pada tas hitam di tangan Ken. Ekspresi Aland berubah seketika ketika mengetahui itu adalah tasnya.

“Apa yang kau lakukan pada tasku?” Aland merebut tas miliknya dari tangan Ken, tetapi yang membuat Aland merasa aneh adalah ketika Ken memberikannya tanpa mereka harus terlibat pertengkaran lagi seperti sebelumnya. 

“Tidak ada. Aku hanya membantumu menyimpannya supaya aman,” jawab Ken. Aland tidak mengerti apa tujuan mereka membawanya kemari dengan cara seperti itu. Yang jelas, mereka sudah mengetahui tentang foto gadis itu. Ia sangat khawatir bahwa rencananya gagal bahkan sebelum dimulai.

“Kau sama seperti kakakmu,”Aland menoleh saat Joo mengatakan itu. Tak mengerti apa yang dimaksud olehnya, Aland memutar otak untuk mencari tahu arti dari ucapan Joo. Setelah sadar siapa seseorang yang dimaksud oleh Joo, Aland tiba-tiba tersulut emosi.

“Apa maksudmu berbicara seperti itu?!” Aland mencengkeram kerah Joo hingga laki-laki itu ikut berdiri, tetapi Joo dengan santai melepaskan tangan Aland. Lelaki itu memegang bahu Aland dan berpura-pura memasang wajah serius.

“Tenanglah, Anak Muda. Kau sekarang sedang berada di rumah temankuKen. Bersikaplah dengan sopan sedikit, turunkan nada bicaramu.” Aland menepis tangan Joo dari bahunya.

“Tidak perlu! Cepat katakan apa maksudmu! Meraih kerah kemeja Joo, Alandmulai kehilangan kesabaran.

Kate yang semula duduk di bahu sofa kini ikut berdiri—mencoba menghadang Aland, sebelum lelaki itu memukul temannya. “Hey, tenang. Duduklah dulu. Lebih baik kau dengarkan kami dulu.”

“Mengapa aku harus mendengarkan kalian?!” teriak Aland pada Kate, ia benar-benar sudah kehilangan kesabaran setelah apa yang mereka lakukan padanya.

“Kau harus mendengarkan kami dulu!” balas Kate dengan berteriak pula pada Aland.

“Kenapa?!”

“Karena ini menyangkut kakakmu!” 

Seperti palu godam yang menghantam keras di ulu hatinya, Aland seketika terdiam mematung. Tubuhnya menjadi lemas. Sehingga kedua tangan yang berada di kerah baju Joo, jatuh—seakan kehilangan daya untuk menopangnya. Kedua matanya berkaca-kaca, mengakibatkan rasa panas menjalar di sekitar mata. Kaca-kaca itu kemudian berubah menjadi cairan bening yang menggenang. Dengan tatapan luka itu, satu-persatu Aland memandang wajah ketiga orang di hadapannya.

“Apa yang kalian ketahui tentang kakakku?” Melalui tatapan putus asa itu, Aland bertanya dengan lirih.

Iba dengan reaksi Aland yang tidak terduga, mereka akhirnya mengajak Aland untuk duduk dan memutuskan untuk membicarakan hal ini baik-baik. Beruntungnya Aland tidak melawan. Ia menurut demi bisa menemukan informasi tentang kakaknya secepatnya.

Joo berdehem setelah membenarkan kerah bajunya yang berantakan. “Aku ... tidak sadar kalau nama belakangmu ternyata sama dengan nama belakang mahasiswi senior yang dikabarkan hilang itu. Maksudku berkata kau sama seperti kakakmu adalah kalian memiliki sifat yang sama. Sama-sama introvert. Bedanya, kau tidak seramah dirinya.”

Dahi Aland berkerut, terkejut dengan ucapan Joo. “Kau mengenal kakakku?”

Joo, Kate, dan Kate saling menatap satu sama lain. Kate lantas mengangguk. “Bukan hanya Joo, tetapi kami bertiga mengenal kakakmu.”

Menghela napas pelan, Joo melanjutkan perkataannya. “Saat aku menemukan foto itu terjatuh dari dalam tasmu, aku sudah berpikir bahwa kau ada hubungannya dengan hilangnya senior kami itu. Apalagi kau sangat pendiam dan tertutup selama ini yang membuat kami mencurigaimu. Makanya kami menangkapmu dengan cara seperti itu. Setelah kami menggeledah isi tasmu, kami menemukan foto dua anak kecil dengan nama lengkap di baliknya. Dan saat itulah kami baru sadar, ternyata kau adalah adik dari Mikhaela—mahasiswi jurusan ekonomi tingkat akhir yang menghilang tiba-tiba.”

“Iya, benar,” timpal Kate. “Maaf karena kami memperlakukanmu tidak baik sebelumnya. Kami sangat menyesal. Saat kami tahu bahwa kau adalah adik dari Kak Mikhaela, kami berniat untuk membantumu mencarinya.”

Aland menyipitkan mata, merasa belum bisa percaya kepada mereka. “Mengapa kalian ingin membantuku? Apakah kalian memiliki motif lain?”

Ken yang berada di sisi kiri Aland, menepuk bahu laki-laki itu untuk meyakinkannya. “Aland, sebelumnya, kami mendapat tugas membuat film pendek tentang promosi bidang studi. Lalu, kami kebetulan mendapat tugas untuk mempromosikan jurusan ekonomi. Kami bertemu beberapa senior mahasiswa dari jurusan ekonomi, tetapi hanya Kak Mikhaelaorang yang benar-benar cocok dengan kami. Dari sekian banyak mahasiswa, dia yang paling ramah dan memaklumi kami sebagai juniornya. Kami bahkan mengagumi sosoknya yang sangat rendah hati pada junior seperti kami.”

“Di saat dia menghilang dan kabar buruk tentangnya beredar di penjuru kampus, kami sebagai orang yang pernah di tolongnya, cukup sulit untuk menerima jika ada yang mengatakan kalau dia gadis yang buruk.”

Mendengar cerita tentang kebaikan kakaknya dari orang lain, berhasil mengingatkan kembali kenangan-kenangan Aland bersama kakaknya. Ia cukup lega karena semenjak pindah ke kampus kakaknya, Aland hanya menemukan gosip-gosip buruk yang tak sengaja ia dengar dari beberapa mahasiswa yang membicarakan kakaknya. Dan hari ini ternyata masih ada orang yang menyebut kakaknya sebagai orang yang baik. Ketulusan di mata mereka saat bercerita tentang kakaknya, perlahan-lahan membuat Aland menaruh rasa percaya kepada mereka.

“Apakah kalian benar-benar ingin membantuku?” tanya Aland.

Mereka bertiga mengangguk secara kompak. “Kami adalah temanmu sekarang.”

Aland melirik ketiganya bergantian. “Bisakah ... kalian menjaga rahasia ini dari orang lain?”

Sekali lagi, Kate, Ken, dan Joomelirik satu sama lain. Lalu mereka mengangguk secara kompak.

Aland memandang kesal pada ketiga orang di depannya, ia merasa dikhianati hari ini setelah mereka berjanji kemarin untuk membantunya. “Bukankah aku meminta kalian untuk merahasiakan hal ini dari orang lain?”

Lantai dua gedung tak terpakai di belakang kampus menjadi pertemuan Aland dengan ketiga teman barunya untuk membahas kasus kakaknya. Aland memilih tempat ini karena merasa tempat ini aman dari jangkauan orang lain. Tempat ini adalah gedung lama yang tidak terpakai lagi, yang dibiarkan menganggur jika dilihat dari dindingnya yang terbuat masih dari batu bata merah tanpa dilapisi dengan cat.Lantai dasar gedung ini tidak berdinding, tiang-tiang besar menjadi penyangga. Terdapat satu tangga menuju lantai dua. Jendela-jendela tanpa kaca mampu membuat cahaya matahari menerangi ruangan yang cukup berdebu itu. Banyak sekali kursi dan meja kayu tak terpakai di sana, beberapa telah lapuk termakan usia.

Aland merasa kesal karena seharusnya hari ini mereka berempat membahas kasus kakaknya. Namun, mereka malah datang membawa seorang gadis yang entah siapa—di tengah-tengah mereka. Mereka menyebut dirinya sebagai Jane—mahasiswi ekonomi tingkat pertama yang merupakan teman Ken dari club dansa ballroom.

“Akan sangat menguntungkan jika Jane bergabung dengan kita. Dia cukup dekat dengan senior-seniornya dari jurusan ekonomi, kita bisa memperoleh informasi lebih cepat tentang kakakmu jika dia bergaul teman-teman kakakmu,” jelas Ken.

Aland menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia tersenyum canggung ketika melirik Jane yang dibalas Jane dengan senyumnya. Lalu Aland mendekat pada Joo dan berbisik padanya. “Apa kau yakin dia bisa dipercaya?”

“Ken bilang, dia juga tinggal di asrama kampus. Otomatis dia mengetahui apa saja yang terjadi di dalam kampus lebih baik daripada kita. Menurutku tidak ada salahnya menerimanya, kelihatannya dia gadis baik-baik,” ucap Joo.

Aland sebenarnya masih ragu menerima orang lain untuk ikut serta dalam kasus kakaknya. Namun, agar cepat menemukan informasi tentang kakaknya, Aland menurut saja pada mereka. Tidak ada salahnya menerima Jane kalau dia bisa memperoleh informasi tentang kakaknya lebih mudah.

“Baiklah, apa kau sudah tahu apa tujuan kami sebenarnya?” tanya Aland pada Jane. Gadis itu lantas mengangguk dan tersenyum. Perangainya yang ramah seketika mengubah keraguan Aland padanya.

“Aku tahu. Ken sudah menceritakannya padaku. Jangan khawatir, Aku tidak akan menceritakan masalahmu pada orang lain. Kau bisa mempercayaiku.” Jane menyakinkan Aland agar percaya padanya.

Semuanya kini setuju pada Jane. Di sebuah meja panjang yang dikelilingi kursi-kursi kayu, Aland memulai diskusi. Mereka menyusun rencana untuk bergerak diam-diam dalam menjalankan misi menggali informasi di seluruh penjuru tentang keberadaan mahasiswi yang hilang.

“Hal yang membuat aku ingin membantu Aland adalah karena kejadian yang aku temui baru-baru ini.” Jane memulai pembicaraan. “Pada hari saat Kak Mikhaela dinyatakan menghilang, pada malam harinya aku melihat beberapa orang misterius yang terlihat di sekitar asrama kampus. Aku terbiasa bangun jam 1 pagi untuk pergi ke toilet. Saat ingin kembali ke kamar, aku tidak sengaja melihat orang-orang itu. Padahal setiap jam 11 malam, gerbang asrama sudah ditutup dan dilarang ada kegiatan keluar-masuk asrama lagi.”

“Seperti apa orang-orang itu? Apakah kau tidak mengenal mereka berasal dari mahasiswa asrama atau bukan?” tanya Kate.

Jane menggeleng. “Aku tidak bisa mengenali mereka, karena mereka menggunakan topeng berwarna hitam.”

“Menggunakan topeng?” Aland membeo. Sedikit tidak masuk akal jika ada orang yang sengaja berbuat iseng malam-malam dengan menggunakan topeng berwarna hitam.

“Untuk apa menggunakan topeng malam-malam? Apa mereka itu kurang kerjaan?” Joo tertawa karena pernyataan Jane sulit diterima di akal sehatnya. “Jangan-jangan mereka ingin menjadi ninja seperti di film-film,” tambahnya.

“Jangan seperti itu, siapa tahu ini ada hubungannya dengan hilangnya kakak Aland,” tegur Ken pada Joo.

“Aku ... tidak tahu.” Jane berkata ragu. “Tetapi saat Ken menceritakan masalah Aland kepadaku, aku langsung teringat pada orang-orang misterius itu. Aku berpikir kalau mereka ada hubungannya dengan menghilangnya kakak Aland. Aku bahkan tidak menceritakan kejadian ini pada teman-teman asrama atau siapa pun selain kalian, karena aku tidak ingin mereka merasa takut.”

Di atas meja, Aland menggenggam tangannya begitu kuat. Perkiraan-perkiraan buruk tentang kakaknya perlahan membayangi pikirannya sejak Jane bercerita. Selama ini, ia mengenal kakaknya sebagai kakak yang baik. Jika kemungkinan paling buruk kakaknya menghilang karena diculik, lantas mengapa harus kakaknya? Dan jika tidak ada hubungannya dengan kejadian yang tidak mengenakkan, lantas mengapa pihak kampus berusaha menutupi informasi tentang kakaknya?

Tiba-tiba semua orang dikejutkan oleh bunyi dari kayu yang digeser. Ruangan luas yang sunyi membuat bunyi itu terdengar jelas di telinga mereka. Kelima mahasiswa itu menoleh ke arah sumber bunyi pada tumpukan kayu dan tripleks di ujung ruangan, mereka saling menatap satu sama lain kemudian—takut-takut jika gedung ini berpenghuni. Mereka sudah akan berniat pergi ketika sebuah tangan muncul dan menggeser tripleks hingga seseorang keluar dari sana. Rupanya, tripleks yang disegeser itu adalah sebuah pintu untuk menutupi ruangan kecil yang terbuat dari bangku-bangku yang ditumpuk. Sebelum tripleks digeser, siapapun akan mengira bahwa bangku-bangku itu hanya sekedar kayu yang ditumpuk.

Seorang laki-laki yang tengah membenarkan letak kacamatanya itu memandang mereka dengan tatapan tak bisa diartikan. Joo menepuk lengan Aland. “Kau bilang tidak ada seorang pun yang datang ke sini? Lihat, ada orang di sini. Dia pasti sudah mendengar semuanya.”

Aland membalas tatapan Joo dengan bingung. “Kupikir tidak ada seorang pun yang datang ke sini.”

Semua orang bangkit dari duduknya dengan raut panik ketika lelaki berkacamata itu berjalan mendekat kepada mereka. “Jadi, kau adalah adik dari Mikhaela?” tunjuk orang itu pada Aland.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status