Sesampainya di istana suku Simfoni, Ratu Angel langsung masuk ke dalam istana, dan memerintahkan seluruh pelayan dan prajurit serta pengawalnya berkumpul di halaman depan istana. Beberapa penduduk yang lewat pun juga diajak masuk ke dalam istana. Setelah melihat banyak orang berkumpul di dalam ruang utama istana, bahkan sampai ke luar istana, Ratu Angel lalu berteriak, "Kalian dengar, dan tulis titahku! Mulai hari ini, Yang Mulia Tuan Putri Rine, seluruh gelarnya akan dicabut! Ia bukan lagi penduduk suku Simfoni, namun adalah penduduk suku Bass, atas keputusannya sendiri dan aku, sebagai kakaknya, akan menghormati keputusannya. Mulai saat ini juga, kalian tidak bisa memanggil atau menganggap Rine sebagai Yang Mulia Tuan Putri lagi!" Seluruh rakyat yang mendengar titah tersebut sangat terkejut. Ratu Angel sendiri tidak bisa menahan lagi kesedihannya. Ia langsung berlari ke dalam kamar pribadinya setelah mengeluarkan titah tersebut, dan mengunci pintunya. Di depan kamar sang ratu, X m
"Oh, tidak!" seru Rine, lalu berteriak minta tolong. Seorang pelayan wanita masuk ke dalam bangunan sementara. Pelayan itu lalu terkejut melihat kaki Rine mulai mengalir darah segar, lalu ia berteriak memanggil pelayan lainnya. Fedrix segera mengetahui bahwa Rine akan melahirkan, "Mau tidak mau, aku harus membawa anak itu segera dari sini, ke wilayah suku Bass, sebelum Angel mengetahui Rine sudah melahirkan, dan pasti ingin membawa anak itu bersamanya!" ucap Fedrix dalam pikirannya. Sore hingga malam menjelang, Rine masih belum bisa melahirkan, namun kontraksi semakin kuat dan ia hanya bisa berteriak. Beberapa pelayan sudah keluar-masuk bangunan sementaranya. Dari kejauhan, X dan Nozomi sedang memperhatikan mereka. "Rine akan melahirkan beberapa saat lagi, aku rasa ia mulai kontraksi karena stres," bisik Nozomi. X tidak menjawab, ia hanya fokus memperhatikan kelompok prajurit suku Bass yang justru sekarang sangat sibuk karena Rine akan melahirkan. Mereka berdua menjaga jarak agar
"Pria bodoh!" seru Rine.Mendengar itu, Fedrix langsung dipenuhi amarah, bahkan ia dalam sekejap, menikam Rine tepat di jantung, dengan belatinya. Masih sambil menikam jantung Rine dengan pedangnya, Fedrix berkata, "Jika anak itu memang ada suatu hari nanti, akan kupasangkan dia dengan anakku, tentu, dan bisa saja, anak itu akan menjadi kekuatan bagiku, dan menjadikan rakyatku penguasa Dunia Musik, bodoh! Anak dari suku Simfoni itu akan kubuat patuh kepadaku!" Rine hanya tersenyum, namun, darah semakin banyak keluar dari mulutnya. Ia lalu menghembuskan nafas terakhirnya, dan menjadi debu di udara. Beberapa prajurit dan pelayan di luar bangunan sementara, yang mendengar teriakan terakhir Rine sebelum ia meninggal. Mereka lalu berjalan bolak-balik, mengerjakan tugasnya masing-masing, sambil bergosip akan hal itu. Gosip itu akhirnya sampai ke telinga X yang dari tadi memperhatikan dari jauh, tanpa tahu bahwa Rine sudah tiada. Dari balik pohon besar tempat persembunyiannya, ia lalu meli
Di istana suku Harmoni sendiri, Kenta dan Higiri terlihat sangat mesra berdua di dalam kamar. Terkadang mereka bercanda, terkadang juga bercerita masa kecil. Sebuah ketukan di pintu kamar mereka, membuat Higiri terkejut dan berteriak, "Siapa?!" tanyanya. "Kepala Suku Simfoni, X, ingin bertemu anda, Yang Mulia Raja," jawab Ardee di depan pintu. Mendengar itu, Higiri bergegas hendak menemui X, namun Kenta menarik lengannya, "Haruskah aku ikut?" tanya Kenta. Higiri menggelengkan kepala, dan menjawab, "Jika X membutuhkan kita, dia akan memanggil kita, namun kali ini dia memanggilku, sepertinya ada sesuatu." Kenta mengangguk mengerti. Higiri lalu keluar kamar, dan berjalan menelusuri lorong, hendak menemui X di ruangan kerja istana suku Harmoni. X sedang berdiri menunggunya, dengan serius. Higiri lalu membuka pintu, dan melihat X sedang menunggu, lalu berucap "Duduk saja." Mereka lalu duduk berseberangan, satu meja. X menatap Higiri dengan tatapan serius, dan mulai berbicara, "Aku s
Beberapa minggu berlalu. Pagi ini langit di wilayah suku Harmoni terasa segar. Higiri pergi lebih pagi, menuju ruang kerjanya, karena ada beberapa dokumen yang lupa ia kerjakan semalam. Kenta sendiri baru bangun karena perutnya terasa sangat mual. Ia sampai bolak-balik kamar mandi, mual sekali sampai ia tidak ingin sarapan. Ia menyadari sesuatu saat ia melihat dirinya di pantulan cermin kamar mandi, "Aku hamil sepertinya," ucapnya dalam pikirannya sendiri. Sekarang hatinya bergejolak, ia duduk di ranjang dan mulai berpikir, "Aku merasa perang besar akan dimulai, dan aku tampaknya sedang hamil, apakah aku harus memberitahu Higiri? Aduh, apa yang harus kulakukan? Mereka tidak akan mengizinkanku berperang kalau begini caranya, sementara kedamaian di Dunia Musik juga tidak akan terwujud jika perang terus menerus. Aku harus mengambil keputusan untuk secepatnya mengakhiri ini semua sebelum Higiri dan paman semua menjadi korban!" Lalu, ia bergegas pergi ke suku Simfoni, tanpa memberitahu H
Pagi itu sepertinya sangat mencekam. X sudah berada di rumah Kenta. Kali ini, X, Higiri dan Kenta, duduk bersama di meja makan, namun tanpa makanan sama sekali. Mereka seperti hendak berdiskusi. X lalu memulai pembicaraan, "Kaito sedang bergerak cepat, kemarin Nozomi dan Ahr, hari ini Son dan Westo." Kenta menatap X, dan bertanya, "Kali ini apakah Kaito langsung yang bergerak?"X menggeleng, lalu menatap Higiri, dan menyodorkan secarik foto. "Kenta memperhatikan beberapa pelayanmu sejak kejadian yang menimpa rakyatmu waktu itu. Foto ini, dia adalah salah satu pelayanmu, Daichi. Sejak hari di mana suku Bass membuat keributan di istana suku Harmoni, dan Kenta membuat Fortress Protect untuk suku Harmoni, hanya dia yang menghilang dan tidak kembali. Apa kau kenal?" tanya X. Higiri menatap foto itu, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak pernah melihatnya sama sekali, seharusnya jika ia memang salah satu pelayan di istanaku, aku pasti memperhatikan dan tahu siapapun mereka
Kenta mengangguk. Mereka langsung membuka portal menuju ke Dunia Musik. Dengan cepat, mereka lalu langsung berlari menuju ke wilayah suku Bass. Sesampainya di hutan milik suku gelap itu, mereka menemukan kejanggalan. Tidak ada prajurit sama sekali, bahkan, mereka bisa langsung masuk begitu saja. Higiri semakin curiga. Mereka lalu tiba di depan istana suku Bass, lalu seorang pelayan menyambut mereka, dan membawa mereka ke halaman belakang istana. Higiri terus menggandeng tangan Kenta dengan erat. Mereka tiba di halaman belakang istana dan langsung terkejut ketika melihat dua buah sangkar hitam besar yang posisinya bersebelahan, lalu menunjuk ke arah kedua sangkar besar tersebut sambil berteriak, "Paman semua! Sialan! Kaito!" Kaito lalu muncul di hadapan mereka berdua, tersenyum, dan berkata, "Selamat datang lagi! Kali ini kalian berkumpul di sini, aku sangat terhormat! Lihatlah kekacauan yang sudah kalian buat di sini! Kalian akan menanggungnya hari ini juga!!" Kaito lalu bersiul. Hi
Luka Higiri terlalu banyak, dan racunnya hampir sampai ke organ-organ dalamnya. Kenta sendiri terlalu banyak memakai energinya sendiri hanya untuk menyembuhkan Higiri. Ia bahkan tidak melanjutkan kata-katanya lagi, namun hanya hanya meneteskan air mata. Higiri sendiri tidak bisa membalas perkataan terakhir Kenta, dan sama sekali tidak tahu jika Kenta menggunakan energi sebanyak itu, dan ketika Higiri sudah pulih, Daichi langsung mengikatnya, dan mengurung serta menguncinya di sangkar kecil yang ditempati Kenta sebelumnya. Setelah melakukan tugasnya, Kenta lalu berdiri, dan menghadap Kaito. Kali ini, Kenta dan Kaito saling berhadapan. Kaito tersenyum dan berkata, "Higiri sudah kalah, kau harus menceraikannya dan menjadi istriku langsung, mengapa repot-repot bertarung denganku? Atau kau ingin menjadi tangan kananku saja, dengan meniup harmonika hitam? Haha!" Kenta bertanya, "Kau takut akan kekuatanku atau kau takut kalah?" Keringat dingin Kaito keluar mendengarnya, namun, Kaito tetap