"Ini Diva kok lama banget ya?" tanya Nisa gelisah karena jam pelajaran sudah berganti, tetapi Diva tidak kunjung kembali dari toilet.
"Mungkin Diva ada urusan. Kita tunggu sampai jam istirahat," ucap Mira mencoba menenangkan kedua sahabatnya, meskipun di dalam hatinya sendiri Mira juga sangat khawatir. Jika dia ikut panik, siapa yang akan menenangkan sahabatnya?
"Kalau istirahat kita ke toilet ya?" pinta Tika.
Mira mengangguk mantap. "Iya."
Nisa tidak berhenti bergerak gelisah di tempat duduknya, sesekali matanya melihat ke arah kursi Diva yang ada di sampingnya. Perasaan dia menjadi tidak enak.
"Berhubung enggak ada guru, kita ke toilet yuk," ajak Nisa. Dia sudah sangat khawatir dengan Diva, ingin memastikan bahwa sahabatnya itu dalam keadaan baik-baik saja.
Mira dan Tika mengangguk setuju.
Mereka bertiga bergegas menuju toilet. Saat diperjalanan mereka tidak ada yang membuka suara, mereka sibuk menghalau rasa tidak enak di hati. Ses
"Loh, kalian?" Papa Afnan datang bersama Abang Justin memotong ucapan Nisa. Tadi mereka berdua sedang berada di halaman belakang, ketika ingin memanggil Mama Githa mereka dikagetkan dengan kedatangan sahabat-sahabat Diva. "Ada apa?" tanya Papa Afnan mendudukkan dirinya di samping Mama Githa diikuti Abang Justin. "Maaf, Om," ucap Adit. Dia merasa bersalah kepada orang tua kekasihnya ini, padahal mereka mempercayakan Diva kepadanya. Namun sekarang Diva justru hilang, itu semua karena dia yang tidak becus dalam menjaga Diva. "Maaf kenapa?" tanya Papa Afnan mengernyit bingung. "Bentar, ini kalian kesini semua ada apa? Terus Diva kemana?" tanya Abang Justin menatap mereka satu persatu. "Maaf, Diva hilang, Bang," jawab Adit. Keluarga Diva syok. Pikiran mereka mendadak blank. "Maksud lo apa?" teriak Abang Justin. "Diva hilang, Bang," jawab Adit menundukkan kepalanya merasa bersalah. Mama Githa langsung menangis histeri
"Bos." Merasa di panggil, Adit menoleh, ternyata Bara dan Revan sudah kembali."Semuanya sudah siap," ucap Revan melapor.Adit mengangguk. Kemudian pandangannya beralih ke sahabat Diva."Kalian ikut," ucap Adit singkat yang dijawab anggukan semangat oleh ketiganya. Mereka senang bisa ikut serta menyelamatkan Diva."Om, saya dan yang lain akan berangkat sekarang," pamit Adit kepada Papa Afnan.Papa Afnan bangkit, menepuk pelan bahu Adit. "Tolong selamatkan Diva dan buat kalian, hati-hati. Kalau butuh bantuan, segera telepon Om dan kalian harus kembali dalam keadaan selamat.""Saya akan berusaha menyelamatkan Diva, Om," tegas Adit."Hati-hati ya," pesan Mama Githa pelan.Adit mengangguk, lalu berjalan mendekati Mama Githa untuk berpamitan. "Minta do'anya, Tan." Adit mencium punggung tangan Mama Githa. Tanpa sadar matanya berkaca-kaca, dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa menjaga Diva hingga membuat Mama Githa
Semuanya langsung menoleh ke arah Revan yang berteriak."Kenapa?" tanya Adit berjalan mendekati Revan."I - tu," tunjuk Revan ke bawah kakinya.Semuanya langsung menunduk guna melihat apa yang ada di kaki Revan. Dahi Adit mengernyit, kemudian berjongkok untuk mengambil robot kecil yang bergerak di kaki Revan."Robot?" tanya Daniel heran saat melihat robot kecil di tangan Adit."Ha?" Revan melongo tidak percaya. Bagaimana bisa di gedung kosong seperti ini ada robot? Padahal dia sudah mengira bahwa itu adalah ular. Hancur sudah image dia di depan semuanya, apalagi tadi dia teriaknya sangat kencang."Kok ada robot sih? Sialan, gue merinding," ucap Bara mengusap tengkuk kepalanya. Siapa yang tidak takut jika di dalam gedung kosong apalagi posisinya di hutan, tiba-tiba ada robot kecil yang bergerak."Bentar, ini ada suratnya," celetuk Nisa mengambil robot itu dari tangan Adit."Baca!""Banyak orang yang membenci aku, padahal
Mendengar ucapan Abang Justin, mereka kembali berfikir keras tentang siapa dalang di balik semua ini."Iya, kalau dia enggak kenal Adit, enggak mungkin dia sampai tahu tanggal lahirnya," sahut Nisa menggigiti kuku jarinya. Dia cemas, jantungnya berdegup kencang, memikirkan segala kemungkinan siapa yang menjadi dalang ini semua."Gue pusing," ucap Adit mengacak rambutnya frustrasi."Untuk masalah itu nanti saja, sekarang kita lanjut ke tahap selanjutnya," usul Daniel.Adit mengangguk dan berjalan keluar dari ruangan diikuti yang lain. Selama berjalan, tidak ada yang membuka suara sama sekali, mereka sibuk dengan pikirannya sendiri. Hingga sampai lah mereka semua di depan pintu berwarna hitam pekat, hanya itu satu-satunya pintu yang berada di lorong ini. Adit berusaha membuka pintu, tetapi pintunya sangat sulit dibuka. Hingga tiba-tiba datang seorang kakek-kakek berjubah hitam dari samping kanan mereka."Khem," deham kakek itu dengan wajah yang begit
Melihat Adit yang terjatuh akibat dipukul dari belakang oleh salah satu orang yang berbaju hitam, membuat Abang Justin bergegas menghampirinya. Mereka hanya bisa menoleh sekilas ke arah Adit karena pertarungan masih berlangsung, tetapi di dalam hati mereka berdo'a semoga Adit baik-baik saja."Dit, bangun!"Adit mengerjapkan matanya beberapa kali, kepalanya terasa begitu pening."Gue tahu lo kuat," ucap Abang Justin.Adit mengangguk, kemudian berdiri secara perlahan dengan di bantu Abang Justin. Setelah Adit berdiri dengan sempurna, mereka berdua kembali berkelahi dengan orang berbaju hitam itu.Setelah hampir 2 jam mereka habiskan untuk bertarung, akhirnya pihak lawan tumbang semua. Dengan napas yang tidak beraturan, sahabat Adit serta sahabat Diva melangkah mendekat, berkumpul menjadi satu. Wajah mereka semua terdapat luka, bahkan beberapa ada yang keluar darah."Dit, beberapa anggota ada yang tumbang, mereka hanya pingsan," ucap Daniel mem
Lorong rumah sakit begitu ramai, derap langkah kaki saling bersahutan, berlari dengan wajah panik serta air mata yang mengalir deras. Mereka adalah orang tua Adit dan Diva. Setelah mendapat kabar bahwa Adit dan Diva terjun dari rooftop, mereka segera berangkat menuju rumah sakit. Orang tua mana yang tidak kaget, jika mendengar berita kalau anaknya jatuh dari rooftop. Semuanya syok, tidak menyangka kalau akan terjadi hal seperti ini. "Adit sama Diva mana?" tanya Bunda Desi setelah sampai di depan ruang UGD. "Masih di tangani, Tan," jawab Daniel. "Duduk dulu, Bun!" ajak Ayah Aryo menuntun Bunda Desi untuk duduk. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing, di dalam hati mereka terus berdo'a untuk keselamatan Adit dan Diva. Mama Githa yang terlalu shock sampai jatuh pingsan, membuat tangis ketiga sahabat Diva semakin keras. Mereka tahu apa yang dirasakan Mama Githa, apalagi Diva merupakan anak perempuan satu-satunya. "Diva akan baik-baik aja 'ka
Seseorang yang Diva panggil, langsung mendongakkan kepalanya. "Ngapain lo disini, Karin?" tanya Diva datar. Ya, ternyata seseorang yang duduk di samping Ayah Aryo adalah Karin. Sahabat Adit dan sekaligus duri di dalam hubungannya. "Memangnya enggak boleh?" tanya Karin melirik Diva sinis. "Diva, mau ketemu Adit ya?" tanya Bunda Desi menyela, dia tidak mau ada keributan disini. Walaupun sebenarnya sedari tadi dia sudah gedek ingin mencakar wajah Karin. "Iya, Bunda," jawab Diva. Karin yang melihat cara bicara Bunda Desi pun menjadi kesal. Sedari tadi, mereka tidak ada yang mengajaknya berbicara. Sekalipun ada, nada bicara mereka akan ketus, tidak seperti kepada Diva yang lemah lembut. Gue akan balas lo, Va, Batin Karin tersenyum miring. "Pa, Adit," ucap Diva meminta Papa Afnan mendorong kursi rodanya mendekati pintu ruangan Adit. Papa Afnan me
"Lo ngomong apa, Bar?" tanya Revan yang samar-samar mendengar ucapan Bara. "Itu ... hidungnya Diva keluar darah," jawab Bara menunjuk darah yang menetes ke lantai. Mendengar ucapan Bara, sontak semuanya langsung mengalihkan pandangannya ke arah Diva yang memejamkan matanya. "Nak," panggil Mama Githa menepuk pipi Diva pelan. "Bawa ke ruangannya, Bang!" perintah Papa Afnan cemas. Dia takut terjadi apa-apa dengan Diva. Apalagi Diva yang baru saja sadar dan langsung mendapat kabar tentang Adit. Tanpa berkata apa pun, Abang Justin langsung berlari kencang, tetapi tetap hati-hati dan diikuti Papa Afnan dan Mama Githa. Sahabat Diva dan Adit yang baru saja akan menyusul, langsung menghentikan langkahnya kala mendengar ucapan dari Karin. "Itu karma karena sudah mengambil Adit dari gue," ucap Karin tersenyum puas. "Karma? Seharusnya yang dapat karma itu lo, karena sudah menjadi orang ketiga di hubungan Adit dan Diva. Lagian dulu lo nolak Adit 'k