Letak toko penyihir yang hendak dikunjungi Kaline ternyata lebih jauh dari yang ia duga, terlebih mereka harus berjalan kaki melewati jalanan yang semakin jauh semakin tak berbentuk.
Kini, tidak ada lagi jalan setapak yang ditimbun bebatuan, hanya lumpur kekuningan yang amat licin dengan beberapa lubang yang cukup dalam.
“Apa mereka mengambil jalan yang benar?” tanya Kaline menatap ragu belasan prajurit yang sudah berjalan beberapa meter di depan mereka, melewati lumpur licin tanpa kesulitan berarti meski ada beberapa yang hampir terpeleset.
Mendengar itu, Pangeran Cliftone tersenyum samar ditambah dengan Kaline yang terus mengeratkan tubuhnya pada juah pemberian pria itu yang terlihat kebesaran, membuat tubuh mungil gadis itu tenggelam.
Terlihat menggema
Entah sejak kapan, gadis itu merasakan bulu kuduknya meremang. Menatap manik merah menyala itu dalam kegelapan menimbulkan gelenyar aneh di dalam tubuhnya, seakan-akan ia tengah berada d kandang singa dan siap dimakan hidup-hidup.“Putri, apa ada masalah?” pria tua itu kembali berbicara, kali ini, intonasi suaranya terlihat khawatir yang berhasil mengusir sedikit rasa takut yang Kaline alami.Kaline menggeleng. “Aku kesini hanya untuk bertanya beberapa hal.”Pria itu kembali tersenyum. senyuman yang tak mencapai mata namun bisa membuat kerutan di sekitar pipinya terlihat semakin jelas. “Tentu, Putri. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu sebisaku.”pandangan Kaline menyusuri bagian dalam toko sekali lagi. Berusaha melihat barang apa saj
Keduanya duduk saling berhadapan yang hanya dipisahkan oleh meja kayu model lawas yang sudah lapuk, saling memandangi dalam diam tanpa seorangpun yang ingin bicara terlebih dahulu.Sudah lima menit berlalu semenjak Pangeran Cliftone muncul begitu saja dari balik ruangan yang hanya tertutup kain panjang, mengakui dirinya sebagai pemilik seluruh toko penyihir yang tersebar di Eargard.Dan disinilah mereka berakhir sekarang. Di Ruangan kecil yang hanya diisi oleh sepasang kursi kau dan meja lapuk yang menjadi penengahnya, saling memandang dalam diam karena emosi gadis itu sedang ada di ujung kepalanya sekarang.Ia merasa dipermainkan.Kecurigaan mendalamnya terhadap Pangeran Antheo bermula saat vampir di hadapannya ini mengatakan jika Pangeran Antheo beberapa kali mengunjungi toko penyihir secara diam-diam. Jika semua ini hanyalah rencananya untuk menjatuhkan reputasi Pangeran Antheo, gadis itu tak akan segan mendepaknya dari sayembaranya ini.“
Kaline kembali menaiki kereta kudanya. Tubuhnya yang langsung bersandar pada bantalan empuk kursi kereta yang membuat tubuh lelahnya nyaman seketika.Kereta berjalan dengan kecepatan sedang, menampilkan pemandangan langit malam yang terasa tenang dengan minimnya cahaya yang menyinari jalan.Ia berpisah dengan Pangeran Cliftone tepat saat mereka keluar dari palang kayu. Sebagai tanda terima kasihnya karena sudah membantu Kaline melewati jalanan berlumpur, gadis itu dengan ramah menawari pria itu tumpangan karena tujuan mereka sama, pergi kembali ke Istana Eargard, namun ditolaknya tanpa berpikir panjang.“Apa kau suka dingin, Putri?” ucapnya saat itu saat Kaline menawarinya kembali bersama. Memilih untuk balik beratnya dengan pertanyaan yang diluar topik pembicaraan mereka daripada menjawab tawaran Kaline.Kaline menggeleng. Jelas ia tidak suka dingin.“Kalau begitu aku akan kembali sendirian. Selamat menikmati perjalan
“Tidak, bukan seperti itu!”Teriakan penuh rasa frustasi itu muncul saat pagi buta itu terdengar menggelegar, penuh semangat mengalahkan sinar matahari pagi itu. Tentu saja, suara itu berasal dari satu-satunya orang yang ada di lapangan luas itu, menatap ban karet yang terbakar di depannya dengan putus asa.Sudah semalaman penuh ia di sini. Seharusnya, ia harus segera kembali ke istana Eargard tiga puluh menit yang lalu, namun niatnya diurungkan kala mendapati prei-peri itu tidak menjalankan perintah yang diberinya.“Apa aku sepayah itu dalam hal memimpin?” ucap Pangeran Antheo putus asa, membuang napasnya dengan kasar berkali-kali.Memimpin puluhan peri bersayap merah itu saja ia masih tidak mampu. Bagaimana bisa ia memimpin negerinya sendiri nanti? Ayahnya sudah berusaha keras, mengabdikan seluruh hidupnya pada Lyvora sehingga menciptakan negeri yang makmur seperti sekarang. Jika ia tahu penerus tahtanya adalah seorang yang
Kaline menatap Pangeran Cliftone yang sedang duduk menyilangkan kedua tangannya di depan dada dengan tatapan tajam selama beberapa saat. Sedangkan pria itu tampaknya sama sekali tidak merasa terganggu, membalas tatapan Kaline dengan tenang meski manik merahnya kni tengah menyala-nyala tak karuan.Kedua tangan mereka kini terselip berkas yang dilindungi map cokelat muda. Seharusnya, mereka sudah menukarkan kedua berkas itu beberapa menit yang lalu, namun tindakan Kaline memperlama inti pertemuan mereka sekarang.Sudah seminggu lamanya sejak perjanjian mereka yang akan menyelidiki Pangeran Antheo bersama-sama dan kini kali pertama bagi mereka untuk bertukar informasi.Tatapan Kaline sarat akan ketidakpercayaan. Bagaimana bisa ia berakhir menyerahkan laporan yang didapatnya dari Badan Pengawasan Penyewaan Tanah dan Badan Pengurus Izin Edar pada pria yang notabene seorang Pangeran Mahkota dari negeri lain itu begitu saja.Pangeran Cliftone membuan
Pangeran Cliftone menyipitkan matanya, tersenyum sinis dari tempat persembunyiannya tatkala seseorang yang ia tunggu sedari tadi akhirnya tiba.Nyamuk, lalat, serta berbagai serangga yang mengerumuni nya sama sekali tak mengganggu Pangeran Cliftone yang sedari tadi meringkuk dibalik semak belukar.Dilihatnya dengan jelas bagaimana Zed--tangan kanan Pangeran Rex berjalan secara mengendap-endap, mengikuti setiap jejak serbuk magis berwarna emas yang berceceran di tanah--yang tentu saja merupakan jebakan dari Pangeran Cliftone--dengan wajah bersemangat.Setelah ia memerintahkan 3 orang tangan kanannya untuk mengamati segala gerak-gerik Zed selama 3 hari, kini Pangeran Cliftone dapat menyimpulkan tiga hal penting.Pertama. Zed selalu bekerja pada malam hari, dimulai kala lonceng kedua belas istana Eargard berbunyi, hingga matahari siang bolong tiba.Kedua. Pria itu selalu bertemu dengan seorang nenek tua di sebuah rumah ramalan--kini nenek
malam sebelumnya Tatapan penuh permusuhan itu tampak dengan amat jelas di antara kedua tanganya. Meja bundar sebagai penengah itu agaknya terlampau kecil untuk menghalau aura menegangkan diantara keduanya. Tidak, di meja itu tidak hanya ada mereka berdua. Seorang wanita tua dengan punggung yang sudah membungkuk ada di antara keduanya dengan senyuman licik yang tak kunjung pudar. Selain itu, Zed juga dengan setia berdiri di belakang Pangeran Rex. “Jadi, seberapa jauh yang kau tahu?” tanya Pangeran Rex dengan dingin, membuka suara untuk pertama kalinya. Mata menyala yang terus berkilat itu tak gentar membalas tatapan tajam dari manik bak madu milik Pangeran Rex. Jika saja ia bukan seorang vampir, sudah pasti ia akan meminum teh hangat di hadapannya untuk mengulur waktu, bermaksud membuat Pangeran Rex tersulut emosi. “Aku tidak bisa mengukur jika tidak tahu batasan ukurannya, Pangeran. Jika kau menginginkan jawabannya, kau harus memberitahuku sej
Sinar bulan purnama malam ini tampak amat terang, seakan-akan cahayanya mampu menerangi 4 orang yang kini sedang bersembunyi diantara semak belukar, membiarkan tubuh mereka menjadi santapan empuk nyamuk yang kelaparan.Kaline terus berdoa dalam hati, harap-harp Narin tidak memasuki kamarnya malam ini agar tidak ada yang tahu bahwa Putri Mahkota Eargard diam-diam menyusup pergi menguntit Pangeran Antheo.Tentu saja, jika aktivitasnya bersama 3 pria ini ketahuan dan beritanya menyebar, merekaa terpaks mendekam di istana selama berbulan-bulan untuk menghindari hujatan masyarakat. Menguntit adalah tindakan yang berbelok dari tata krama. Siapapun bangsawan yang menyalahi tata krama akan dianggap tidak memiliki adab dan dikucilkan oleh masyarakat dan tentu saja itu tak boleh terjadi mengingat posisi Kaline sebagai Putri Mahkota yang seharusnya dihormati.