"Jika suatu hari nanti, mereka butuh pertolonganmu, bantuanmu, bantulah sepenuh hatimu sekuat kemampuanmu. Jangan mengungkit hal-hal buruk yang pernah mereka lakukan. Mereka juga saudaramu. Saat kau memutuskan menikah, kau bukan hanya menikahi pasanganmu tetapi juga keluarganya." Ibu melanjutkan nasehatnya.
"Mertuamu orang baik, ipar-iparmu juga sebenarnya baik. Mengapa mereka tidak suka padamu, mungkin kau juga harus introspeksi diri, berusaha menemukan kekurangan dirimu."
Dadaku berdegup.
"Kelebihan kita kadang menjadi kekurangan kita, kekuatan kita kadang menjadi kelemahan kita."
Ibu terus bicara.Aku pun terus mendengarkan.
"Bisa jadi sikap buruk mereka menjadi-jadi karena kau terlalu baik, selalu mengalah sehingga memberi mereka kesempatan untuk selalu bersikap buruk padamu. Itu juga kelebihan yang menjadi kekuranganmu." Sela Ayah, yang tiba-tiba sudah berdiri di pintu teras samping.
"Ayah sendiri merasakan sikap mereka
"Mungkin benar kata Ilham, Lily itu tak ingin dikalahkan, termasuk soal jodoh. Tapi dia sendiri kenapa belum menikah juga sehingga akhirnya harus didahului adik-adiknya." Gumam Ayah."Karena sifat egois, tidak mau kalah, merasa benar sendiri, ditambah gaya bicaranya yang ketus, mungkin itu yang menyebabkan lelaki mundur." Jawab Kak Ilham."Kita doakan saja semoga Lily segera mendapatkan pasangan yang bisa menerima segala kelebihan dan kekurangannya, begitu juga dengan kakak-kakak Nandean yang lain." Kata Ibu."Kapan-kapan kita diskusikan hal ini dengan Bapak Leang. Bagaimanapun sebagai saudara kandung yang saling kenal dan hidup bersama puluhan tahun, pasti mereka lebih tahu apa yang sebenarnya ada dalam keluarga mereka." Ayah menyudahi pembicaraan."Kita menginap saja malam ini, biar bisa ngobrol banyak dengan Nandean. Sekalian menghibur si Leang." Usul ibu."Tak apa-apa kan, Nay?" Tanya ibu padaku."Naya senang kalau ayah dan ibu mau menginap
"Sebenarnya Bapak dan Mama memperlakukan kami dengan cara yang nyaris sama, tidak ada bedanya. Pola asuh, asih, semuanya sama. Cuma mungkin agak sedikit berbeda padaku karena aku laki-laki."Nandean mengambil nafas agak dalam. "Sejak kecil sudah ditanamkan bahwa akulah suatu saat yang harus bisa menggantikan Bapak memimpin mereka, akulah pemegang 'bendera' keluarga saat nanti Bapak dan Mama sudah tidak ada."Ayah menghirup tehnya. "Menurut Bapak, sejak kecil Lily memang sudah menunjukkan sikap berani, keras kepala dan selalu ingin memimpin. Dia selalu mengatur adik-adiknya agar mengikuti keinginannya, bahkan Rara sebagai anak sulung pun perannya dikalahkan. Di hadapan keluarga besar dia selalu ingin terlihat menonjol, dalam segala hal." Nandean melanjutkan. "Saat kami masih kecil-kecil hal ini belum menjadi masalah. Semakin besar, dominasi Lily semakin terasa. Dia pandai mengambil hati bapak dengan hal-hal baik yang ditunjukkan kepada bapak,
"Untuk menjaga image di hadapan Bapak dan di hadapan keluarga besar bahwa dia anak yang baik, dia tak mau melakukan sendiri rencana buruknya, maka mempengaruhi Marry untuk merundung Naya.Dia tahu Bapak dan Mama sulit untuk marah kepada Marry karena kondisi Marry yang memiliki tingkat kecerdasan kurang. Marry pun tidak bisa mengukur batas-batas yang bisa menyebabkan dirinya melakukan tindakan berbahaya baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain."Nandean jarang bicara pada ayah, ibu, dan kedua kakakku. Tapi kali ini dia menceritakan panjang lebar masalah ini.Kami memperhatikan tiap kata yang keluar dari bibirnya tanpa menyela.Hingga teh yang kusajikan pada mereka menjadi dinginAyah menghela nafas. Kedua kakakku tampak tercenung. Cerita Nandean cukup jelas. Lily adalah akar dari semua peristiwa di rumah mertuaku, termasuk terjadinya kecelakaan Leang dan Marry. Sedemikian pentingnya 'kuasa' dalam keluarga bagi Lily, hingga ia mengorba
"Oh iya, mobil yang nabrak Leang bagaimana ceritanya?" Tanya Ayah."Mereka ikut mengantar ke rumah sakit, tapi karena situasinya tidak kondusif, mereka juga tidak berani bicara apa-apa saat itu. Pak Syam yang menyampaikan pada mereka untuk datang lagi jika masalah sudah agak reda. Pak Syam juga sudah meminta foto KTP pengemudinya," jawab Nandean."Tapi mereka belum pernah datang ke rumah sakit?" Tanya kakakku."Kami memang minta kepada petugas agar selain keluarga tidak diizinkan menjenguk Leang," jawabku."Pertimbangannya, kalau mereka bertemu dengan keluarga Bapak Leang dikhawatirkan akan ada perdebatan tentang tuntut menuntut tanggungjawab. Padahal jika diruntut masalahnya, kita juga ada salah dalam kejadian itu. Di depan rumah jalan besar, kok buka pagar lebar-lebar padahal ada anak kecil yang berlarian," lanjutku."Kami beranggapan yang menjadi prioritas saat itu adalah keselamatan Leang. Masalah mobil yang menabrak bisa diurus belakangan." Nandean
Keesokan paginya, usai sholat subuh Nandean langsung ke rumah sakit. Kembali lagi ketika kami sedang bersiap sarapan."Bagaimana?" Tanyaku.Ia mendengus kesal."Biasa saja. Kepleset sedikit, ada cleaning service sedang membersihkan lorong, dia berjalan cepat-cepat. Sudah diingatkan lantai masih basah tapi dia tak mau mendengar. Saat jatuh dia sempat menjerit, kemudian langsung terbaring di lantai. Dugaan sementara ya pura-pura pingsan saja. Sebab saat dokter datang memeriksa, tidak ditemukan gejala apa pun, bahkan matanya masih bergetar-getar sambil terpejam." Gerutu Nandean.Aku tersenyum geli. Apa lagi Lily ini, pikirku."Terus?" Lanjutku."Dibaringkan disamping tempat tidur Marry. Semalam tidur disana." Kata Nandean.Aku menghela nafas.Lily memang cuma cari perhatian."Lucunya lagi ada, dia minta aku membayar biaya rumah sakit kalau dia dirawat," ujar Nandean.Aku mengerutkan kening."Kubilang saja, kalau un
Nandean setiap sore berkunjung ke rumah sakit, memantau perkembangan kondisi Marry. Dari waktu ke waktu kondisinya terus membaik. Aku menyerahkan uang bantuan keluargaku kepada Bapak melalui Nandean. Bapak berkeras menolak, bahkan meminta Nandean untuk memasukkan uang itu ke rekening tabunganku dan berpesan agar uang itu suatu saat bisa digunakan untuk kebutuhan Leang. Hari ke-limabelas setelah dirawat, Marry diizinkan pulang dan menjalani perawatan lanjutan di rumah. Aku menjenguknya ke rumah mertuaku. Leang kuajak serta. Mereka berkumpul semua. Mama memasak banyak sekali. Kebiasaan di rumah mertuaku, jika ada yang baru sembuh dari sakit mereka akan mengadakan acara makan bersama. Bapak memimpin doa, mengucap syukur atas kesembuhan anak dan cucunya serta memohon agar kejadian beberapa hari lalu tidak terulang kembali dalam keluarga kami. Bapak menangis dalam doanya demikian juga Mama dan Marry. Leang kuajak mendekati Marry, menyala
Tiga hari setelah berkumpul di rumah mertuaku, Bapak dan Mama mengunjungi kami, menjenguk Leang. Perkembangan kondisi kesehatan Leang sangat pesat, ia cepat sekali membaik.Bapak dan Mama juga menyampaikan rencana kedatangan "tamu" Lily. Kami bertukar pendapat, apakah cukup kami sekeluarga yang menyambut atau melibatkan keluarga besar semarga.Mempertimbangkan bahwa kami belum mengenal "tamu" tersebut, Nandean menyarankan agar sambutan cukup dari keluarga besar kami saja, tidak perlu melibatkan kerabat semarga. Jika sudah terjadi kesepakatan tentang maksud dan tujuan "tamu" tersebut barulah Bapak menghubungi kerabat semarga untuk membicarakan rencana penyelenggaraan acara selanjutnya. Bapak dan Mama setuju.Mengingat Leang masih dalam masa pemulihan meskipun kondisinya sudah sehat, Mama menyarankan aku hadir pada hari "H" saja. Tidak perlu repot membantu acara persiapan. Permintaan Lily untuk menggunakan jasa catering dalam acara ini dikabulkan Bapak dan Ma
"Tidak percuma aku jadi menantu Mama dan Bapak," imbuhku."Tidak percuma Mama membesarkan kamu semua," tanggap Bapak.Kami tertawa kecil.Wajah Bapak tampak lebih cerah."Itu sebabnya saya dan Mamamu tidak pernah melarang-larang kalian mencari pasangan dari suku mana saja. Biar tambah banyak pengalaman saya menghadapi orang-orang ini. Semakin banyak kita menghadapi orang yang berbeda, semakin bertambah pengetahuan kita tentang bagaimana menyikapi orang-orang di sekeliling. Orang-orang dari bangsa dan suku mana pun sama, ada yang baik ada yang buruk. Tak bisa kita kelompokkan satu bangsa atau satu suku lebih baik dan kelompok lainnya buruk," ujar Bapak."Calon tamu kak Lily orang mana, pak?" Tanyaku.Bapak menyebutkan sebuah kabupaten dari salah satu provinsi di negeri ini. Masih satu provinsi dengan daerah asal Bapak dan Mama."Semoga sajalah ini benar-benar jadi jodoh si Lily," gumam Bapak.Kami mengaminkan.###Handphone-ku