Share

BAB 11

“Kenapa Eyang nggak mau?” tanya Senja heran.

“Eyang balik pertanyaannya ke kamu, kenapa kamu tidak mau membantu Eyang?” tanya Eyang Chandra. “Kenapa kamu menyerah sebelum berjuang? Bukankah kamu sudah berjanji untuk membantu Eyang?”

Senja terdiam dan bergumam dalam hati, ‘Menyerah sebelum berjuang? Apakah aku sudah kalah sebelum melangkah?’

“Nak Senja,” panggil Pak Handi. “Kenapa kamu tiba-tiba ingin membatalkan kontrak kerja?” tanyanya.

“Kemarin sore, hari pertama Senja kerja, dan juga hari ini, Senja berpikir bukannya Senja membantu Eyang, Tuan Dipta dan Nona Gauri, tapi Senja malah membuat semuanya semakin kacau,” jawab Senja. “Dan satu lagi, mengenai Tuan Dipta, Senja takut dia semakin membangkang dan melakukan hal-hal yang sangat mengerikan.”

Senja teringat saat Dipta memukuli dan menendang kelima pengawalnya. Lalu ia melirik Bima kembali untuk melihat wajahnya. Senja menyadari bahwa sudut bibir Bima terluka, pipi sebelah kiri sedikit memar, dan dahinya diplester. Senja tidak sadar bahwa luka itu ada karena Dipta.

“Jadi sebenarnya kamu takut?” tanya Pak Handi.

“Berarti Eyang telah salah memilih kamu, Senja. Eyang kecewa sama kamu,” ucap Eyang Chandra.

Dan Senja kembali pada posisi maju kena, mundur juga kena. Apakah ia sudah terlambat? Mengapa dirinya tak punya pendirian yang tepat?

“Senja minta maaf, sudah mengecewakan Eyang.” Senja menundukkan kepalanya.

“Kalau begitu kamu jangan minta maaf saja bisanya. Buktikan sama Eyang kalau kamu bisa diandalkan, Senja,” ujar Eyang Chandra.

“Tapi Eyang—”

“Berjuanglah bersama kami, Nak Senja.” Pak Handi memotong ucapan Senja. “Kamu sudah tahu sebelum kedatanganmu Dipta memang sudah seperti itu. Walaupun karena kedatanganmu Dipta semakin membangkang dan melewati batas, kami berharap itu hanya sesaat dan kamu mampu membuat Dipta berubah semakin lebih baik,” jelas Pak Handi panjang lebar.

Senja meragukan dirinya, ia tidak yakin bisa melakukan itu. “Tapi Pak—”

“Mulai besok kamu akan melakukan misinya,” ucap Eyang Chandra tidak mau dibantah.

“Misi? Misi apa?”

“Bima akan memberitahu kamu, Nak Senja,” kata Pak Handi.

“Baiklah, hari ini sampai disini dulu,” kata Eyang Chandra ingin mengakhiri panggilan video.

“Selalu kabari berita dari sana, Bima,” suruh Pak Handi pada Bima.

Walaupun Pak Handi dan Eyang Chandra tidak dapat melihat Bima dilayar, mereka tahu Bima ada diruangan kerja Eyang Chandra juga bersama Senja. Bima tidak mau repot-repot berjalan kearah Senja untuk menjawab ucapan Pak Handi.

Lalu sambungan video pun terputus begitu saja. Membuat banyak pertanyaan di benak Senja. Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Mengapa ia tidak tahu apa-apa? Bagaimana caranya ia melakukan misinya? Hal apa yang akan dilakukan Dipta pada dirinya? Apakah ia akan baik-baik saja? Ataukah semakin menderita? Adakah orang yang akan menolongnya?

Bima berjalan ke arah sofa tempat Senja duduk dan termenung setelah panggilan video berakhir. Ia merasa kasihan pada gadis itu.

“Senja,” panggil Bima.

Senja tersadar dari lamunannya dan menoleh pada Bima. “Kak Bima, misi apa yang harus aku lakukan?” tanyanya.

Bima juga ragu Senja bisa melakukan misi itu. “Tadi ‘kan sudah diucapkan sama Eyang Chandra.”

“Apa itu?”

“Memaksa Dipta untuk bekerja di salah satu perusahaan Maheswara.”

*~*~*~*~*

Dipta menceritakan kembali mengenai pertemuan pertamanya dengan Bidari Senja didalam kamarnya pada Gerka dan Yohan yang menyimak dalam diam. Bagaimana gadis itu berani menantangnya, lalu beralih ke cerita makan malam dengan Eyang Chandra dan Gauri, rencana Eyang Chandra memasukkan Gauri ke sekolah SMA formal, dan hal yang membuat amarah Dipta kembali menggelora adalah tindakan nekat Gauri yang ingin menyakiti dirinya sendiri. Dipta bersyukur adiknya tidak jadi terluka. Tetapi ia juga tidak perlu berterimakasih pada Senja dan bahkan mencekik gadis itu karena berani menentangnya.

Setelah mendengar keseluruhan cerita Dipta, Yohan terlebih dahulu bersuara. “Kamu keterlaluan, Ta. Seharusnya kamu lihat dulu lawanmu, dia itu berjenis kelamin perempuan sama seperti adikmu.”

“Jangan samakan dia dengan adikku,” balas Dipta tidak senang. “Adikku berbeda dengan perempuan manapun. Dan lagi…kalau jenis kelaminnya sama dengan adikku, apakah aku harus memperlakukannya juga sama?”

Yohan tahu Dipta selalu sensitif jika menyangkut adiknya. Seharusnya ia tidak membawa adik Dipta dalam permasalahan ini. Tetapi tindakan Dipta juga tidak bisa dibenarkan. “Bukan sama seperti adikmu, tapi setidaknya jangan menyakitinya, Ta,” ujar Yohan. “Kamu boleh memukuli pengawal-pengawalmu itu sesuka hatimu, tapi tidak dengan gadis itu. ”

“Kamu tahu ‘kan kenapa aku nggak suka cerita ke kamu lebih dulu, Han? Kamu selalu menyalahkanku dan mendukung kakek tua itu,” kata Dipta.

“Iya, Han!” Gerka menyetujui perkataan Dipta. “Pantas aja Dipta selalu menghubungiku lebih dulu.”

“Kamu membenarkan perbuatan Dipta mencekik gadis itu, Ka?” tanya Yohan pada Gerka.

Gerka menjawab dengan ragu, “Hm…gimana ya? Tergantung sih, Han! Mungkin cewek itu udah buat kesabaran Dipta habis. Dipta udah menggunakan dengan kata-katanya yang manis dan nggak di gubris sama cewek itu, jadi nggak salah ‘kan kalau Dipta pakai tangan?”

Gerka mendapat pelototan tajam dari Yohan. “Salah, Ka! Pakai tangan ke cewek itu salah.”

“Jadi pakai kaki?” tanya Gerka asal.

“Pakai perasaan. Saran aku kali ini kamu harus pakai perasaan untuk mengurus orang suruhan Eyangmu, Ta,” ucap Yohan dengan melihat Dipta. “Orang suruhan Eyangmu kali ini berbeda dan seorang cewek pula.”

“Anjir! Kamu kira Dipta mau cari pasangan? Pakai perasaan segala?”

Yohan mengedikkan bahunya. “Siapa yang tahu? Apa yang akan terjadi kedepannya?”

“Kamu lupa sama Renata?” tanya Gerka. “Perempuan yang ada dihati Dipta cuma dua, Gauri dan Renata.”

“Nggak lupalah, cuma nggak ingat aja,” jawab Yohan sambil tersenyum kecil.

“Itu sama aja Pak Bramasta,” geram Gerka.

“Jadi gimana, Ta?” tanya Yohan dengan melihat Dipta diam saja sedari tadi.

Gerka juga bertanya, “Rencana kamu gimana, Boss?”

“Kalian ingin aku mengikuti kemauan Kakek tua itu?” Dipta balik bertanya pada mereka berdua.

Yohan mengangguk sedangkan Gerka menggeleng. Dipta tersenyum miris. Mengapa ia masih bertahan untuk berteman dengan Yohan yang sangat bertolak belakang dengan dirinya? Ia juga tidak tahu. Ia hanya berpikir Yohan adalah tempatnya pulang saat kewarasan dirinya akan menghilang. Sedangkan Gerka adalah tempatnya bermain saat dirinya menginginkan kesenangan.

“Baiklah, aku akan mengurus sendiri Bidari Senja. Seharusnya dari awal aku tidak perlu meminta bantuan kalian. Masalah ini akan aku urus sendiri seperti biasa.”

“Kenapa gitu?” tanya Gerka tidak terima. “Aku mau membantumu.”

Yohan memegang bahu Dipta. “Aku percaya padamu, lakukanlah sesuai keinginanmu, tapi ingatlah jangan sampai menyesal seperti yang lalu.”

*~*~*~*~*

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status