"Sebenarnya kita mau kemana, La?" tanya Angela saat mobil sudah bergerak meninggalkan rumah duka. Olla menyetir sendiri tanpa pendamping. "Sudah, ikut saja. Pokoknya aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Tapi kau harus janji, setelah melihatnya nanti, jangan rusuh. Tetap cool." Olla menegaskan. Angela menjadi gusar. Pikirannya masih seputar Antoni. Apa mungkin Olla akan menunjukkan sesuatu yang berkaitan dengan pria tersebut? Sepanjang perjalanan Angela duduk dengan gelisah. Perut yang lapar ditambah hatinya yang gundah membuat pikirannya bertambah kacau. Joana yang berada di kursi belakang tampak terus menoleh ke kaca jendela, menikmati pemandangan."Rapikan sedikit rambutmu, An. Kita akan masuk ke acara resmi. Di dalam tasku ada tisu basah, bersihkan sepatumu dengan itu," kata Olla menunjuk tas kulit coklat di atas dasbor. Angela melakukan apa yang diminta Olla. Ia menyisir rambut dengan jari dan dibiarkan terurai. Tidak lupa ia menyapukan lipstik berwarna merah gelap agar terli
Olla menghampiri Angela dan memintanya untuk kembali ke meja mereka karena acara akan segera dimulai. Tampak pria yang bersama Angela tersenyum lalu menyerahkan kartu namanya dan berjanji akan menghubungi Angela secepatnya. "Aku terkesan, Kawan," bisik Olla sambil senyum-senyum."Itu belum semua ilmu ku keluarkan, Kawan." Angela menutup mulutnya dengan tangan menahan suara tawanya. "Tuan Antoni Hakim terbakar. Panas … panas …, " kata Olla dengan mata tertuju ke meja Antoni dan Alena. "Apa kau tahu mereka sedang terlibat kerjasama apa sebenarnya, La?""Tentulah aku tahu. Perusahaan Antoni posisinya sekarang sedang hidup segan mati tak mau. Dari yang kudengar, orang-orang kepercayaannya sebagian berkhianat dan melakukan korupsi dengan nilai yang tidak sedikit.""Apa mungkin orang-orang kepercayaan Antoni telah membelot karena campur tangan Alena. Tentu saja dilakukan secara rahasia.""Aku pun berpikir demikian. Kata Edo, Delta Kencana terus membayangi perusahaan Antoni. Sengaja memen
"Sungguh? Begitukah?" Antoni kembali menunduk. Pandangannya terarah pada Angela. "Antoni Hakim tidak pernah berubah. Tetap saja aku …." Wajah Antoni memucat tetapi kemudian ia menampilkan lagi sikap angkuhnya. "Apa?!" Angela meletakkan kaleng minumannya lalu berdiri. Antoni melemparkan tatapan tajam penuh arti pada Angela. "Aku mencintaimu, An."Angela tak mampu berkata-kata. Sebaris kalimat yang baru saja ia dengar dari mulut Antoni seperti sebuah sihir yang mampu menggetarkan hatinya. Antoni menarik pundak Angela dan melempar tubuh Angela ke tempat tidur, lalu menahan Angela dengan seluruh bobot tubuhnya. "Jangan sekali lagi kau berbuat seperti tadi. Aku sangat tidak menyukainya!" Antoni memegang pinggang Angela dan menekannya pada tempat tidur. "Darahku mendidih, Angela!""Kau yang memulai, Kim. Kau yang lebih dulu membuat darahku mendidih dan aku juga sangat tidak menyukainya." Angela tidak berusaha untuk melawan tubuh Antoni yang menindihnya. Ia hanya melotot menatap pria itu.
"Apa setelah menikah nanti kau akan terus menjadi perias jenazah?" tanya salah satu perempuan kerabat ibunya Antoni. "Kim membebaskan saya untuk melakukan apa yang saya suka. Sepertinya saya masih akan terus merias jenazah," jawab Angela dengan santun. Alis perempuan tersebut bertaut. "Kim? Siapa, Kim?" tanya perempuan tersebut. "Angela biasa memanggilku, Kim, Tante," jawab Antoni menyela pembicaraan mereka. "O, begitu. Semacam panggilan sayang, ya," ucapnya lagi. Angela mengangguk. "Intinya kami keluarga besar Antoni menyerahkan sepenuhnya keputusan menikah kepada kalian berdua. Kami selalu siap mendukung dan membantu Antoni," kata Tante Meri yang sore itu mengenakan baju hitam lengan pendek. "Terima kasih, kerabatku semuanya. Aku sudah membuat keputusan, di penghujung bulan depan aku akan menikahi Angela. Private dan hanya mengundang beberapa orang kenalanku saja. Lokasinya di perkebunan Opa.""Secepat itu, Toni?" Salah satu kerabat Antoni terkejut. "Banyak yang harus dipersia
Angela menarik napas kaget ketika ia merasakan sesuatu seperti udara menerpa keras wajahnya hingga perut tiba-tiba terasa tegang. Langkahnya pun terhenti. "Ada apa, An?" Antoni menyorot wajah Angela dengan senter. "Entahlah. Aku tidak bisa melihatnya. Hanya keras seperti tamparan. Sakitnya masih terasa. Tempat ini pasti sangat angker, Kim. Kita saja yang tidak bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata yang berkeliaran. "Tenanglah! Kita hanya perlu menemukan tempat itu, saja. Mendapatkan bukti lalu pergi." Antoni mencoba memberi semangat dan penguatan. Angela menghela napas berulang sebelum ia melanjutkan langkah bersama Antoni. Cahaya senter Antoni terus bergerak seiring pergerakan keduanya. Di ujung lorong mereka menemukan pintu yang tertutup rapat. Posisinya tepat di belakang deretan kandang kuda. "Kim! Rasanya kepalaku mau pecah!" Angela berteriak sambil meremas kuat tangan Antoni. "Artinya memang di sinilah tempatnya. Please! Bertahanlah, Sayang," Antoni membawa Angela
"Ini bukan jalan menuju ruang rahasia, Kim. Tapi tempat pembuangan mayat," kata Angela melangkah mundur ke tempatnya semula. "Atau mungkin inilah ruang rahasia itu," ujar Antoni seraya memberikan ponsel kepada Angela. "Kau terlihat tidak terganggu dengan bau dari dalam sumur. Padahal aromanya luar biasa busuk.""Gumawang menghilangkan dengung dan kemampuanku membaui untuk sementara waktu. Ponsel ini untuk apa?""Fotokan sumur itu. Usahakan mayat di dalamnya terlihat jelas. Bila perlu buat video biar buktinya semakin kuat." Angela mengangguk lalu berjongkok di bibir sumur yang tidak berpenghalang. Sedikit saja keseimbangannya hilang, bisa dipastikan ia masuk juga ke dalam sana. Beberapa foto dan video sudah Angela buat. Hasilnya ia kirimkan juga melalui surel ke alamat emailnya. Baik yang sudah biasa digunakan maupun yang rahasia. Berjaga-jaga dari kemungkinan buruk agar apa yang sudah dilakukan malam ini tidak sia-sia. Antoni menutup kembali sumur yang berdiameter sekitar satu met
"Air berhubungan dengan Wuri. Membuang begitu saja di dalam sumur juga mudah. Tidak perlu menggali tanah.""Wuri?" Dahi Antoni berkerut. "Aku belum pernah mendengar namanya. Dia siapa?""Aku pikir kau sudah tahu semuanya tentang Alena dan Delta Kencana, ternyata belum. Wuri adalah makhluk siluman yang menjadi penjaga keberlangsungan perusahaan. Karena itulah mereka selalu mendapatkan mega proyek dengan posisi terkuat. Perkembangan mereka pun pesat. Tapi, di balik itu semua, banyak korban berjatuhan.""Diberikan kepada si Wuri itu?"Angela memejam sesaat. "Tentu iya. Bukan hanya perempuan-perempuan yang bekerja di Delta Kencana saja, bayi hasil aborsi juga sangat disukai makhluk siluman itu. Alena sampai harus membeli secara khusus dari sebuah klinik aborsi yang berkedok klinik bersalin.""Mereka sudah kehilangan akal sehat, An," sebut Antoni sambil menutup pintu lemari. "Diam di situ, Kim." Angela membuat gerakan mendadak, menutup semua akses ke dalam kamar. "Kenapa kau tutup semua?
"Sial! Tuan Steve kenapa mendadak begini mengabari kita. Tidak biasanya dia kesini di jam-jam segini.""Mungkin karena sedang hujan, cakung, Win. Cuaca mendukung." Mereka berdua tertawa. "Setidaknya kita masih bisa menghabiskan rokok di sini sampai hajat Tuan Steve selesai."Dari pembicaraan keduanya, sangat tidak mungkin menyalakan senter untuk penunjuk jalan. Sedikit saja cahaya bergerak dan terlihat oleh mereka sama saja dengan bunuh diri. "Kita harus berjalan dalam gelap, Kim.""Terpaksa harus begitu. Kita pelan-pelan saja. Walaupun tidak bisa melihat dalam gelap, setidaknya kita tahu arahnya.""Sebelum Gumawang pergi tadi, ia sempat memperlihatkan dalam terang keadaan di dalam istal ini. Ia memintaku untuk menghafalkannya.""Kau masih bisa mengingatnya dengan jelas, An?""Tentu. Sekarang giliranku menggandeng tangan, Kim," kata Angela dengan suara pelan. Sejak tadi mereka sangat menjaga volume suara agar tidak terdengar oleh kedua pria yang sedang merokok agak jauh dari posisi m