Pov AnisaAku berlari sekuat tenaga untuk menghindari kejaran para orang bayaran Dokter Eric. Aku hampir putus asa karena aku pikir takan menang melawan mereka hingga tiba-tiba ku lihat tak jauh dari tempatku berada, ada sebuah minimarket yang buka 24jam. Aku terus berlari sambil berteriak minta tolong mendekati minimarket tersebut sampai akhirnya para pekerja dan pembeli yang ada dalam minimarket tersebut keluar dan menghajar beberapa lelaki yang mengejarku.Dalam hati aku tertawa karena orang-orang itu tak memberikan kesempatan sedikitpun pada orang-orang suruhan Dokter Eric untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sampai akhirnya orang-orang itu menyerah dan melarikan diri karena tak mau makin babak belur dihabisi orang-orang."Makasih, ya. Kalau tak ada kalian semua pasti aku sudah habis diapa-apain para pereman itu!" ucapku sembari pura-pura terisak di depan semua orang."Iya, De. Sama-sama. Kamu malam-malam begini ngapain di luar seperti ini. Pastilah sangat berbaha
Pov EricHari ini aku dan Ola ke kantor polisi, para penjahat yang hampir membawa Ola pergi semalam sudah mengakui semua perbuatan mereka. Mereka juga sudah berterus terang pada polisi siapa bos mereka sebenarnya.Seorang pria dengan perut buncit muncul. Umurnya belum sampai 40 tahunan. Aku merasa janggal akan hal ini karena yang Yanto katakan saat itu dia adalah lelaki tua.Diam-diam aku mengambil gambar wajah bos penjahat itu lalu aku kirimkan ke Yanto. Benar dugaanku, Yanto bilang dia bukan lelaki yang dia lihat bersama Anisa. Aku mencoba menjelaskan pada polisi bahwa lelaki itu bukan bos para penjahat itu namun sayangnya polisi lebih percaya ucapan mereka semua. Aku kesal, sangat kesal. Aku yakin para penjahat itu sudah di bayar mahal oleh bosnya agar menutup mulut mereka."Aku antar kamu pulang dulu, ya, La. Aku ada perlu sebentar di luar.""Kenapa Dokter gelisah gitu, apa Dokter masih belum percaya kalau lelaki gendut tadi bukan bos yang menyuruh mereka menculikku?" tanya Ola.B
Pov Anisa"Anisa...!"Aku berpaling dan pura-pura tak mendengar panggilan ibuku. Hatiku masih sangat terluka karena perbuatannya saat itu. Aku tak mau mengulang mimpi burukku jika memberi kesempatan lagi wanita itu. Dia pasti akan menjualku lagi. Aku tak mau di jadikannya alat untuk mengenyangkan perutnya."Anisa, ini ibu...sayang...!"Aku melangkah tanpa mempedulikan teriakan ibu. Aku tak mau hatiku melunak jika berhadapan dengan wanita itu."Ibu harus pergi, Anisa tidak mau ketemu ibu!" satpam di rumah ini mengusir ibuku. "Anisa, ibu minta maaf...!" ibu tak pantang menyerah. Dia terus berteriak memanggil namaku.Aku mengelap air mataku yang menetes, biar bagaimanapun dia ibuku. Rasa benci, kecewa dan kasihan bercampur menjadi satu.Beberapa saat kemudian, tak ku dengar lagi suara ibuku. Mungkin satpam di rumah ini berhasil mengusirnya."Ngapain kamu berdiri seperti orang bodoh disitu?"Suara Nyonya Anita membuyarkan lamunanku."Saya cape, Nyonya. Saya mau istirahat sebentar!" ucapk
Pov Author"Tuan, tadi ada beberapa lelaki datang mencari wanita semalam yang kita tolong. Mereka bilang wanita itu buronan polisi. Tolong, berhati-hatilah pada wanita itu!"David memang sempat terkejut mendapat laporan tentang Anisa dari karyawanannya. Namun dia sudah terlanjur memasukan Anisa ke dalam rumahnya. Dia takut istri yang sangat dicintainya akan mengamuk kalau dia mengambil keluar kembali mainan baru istrinya."Apa kamu cerita pada lelaki itu kalau wanita itu aku yang bawa?" tanya David pada karyawannya."Iya, Tuan. Bahkan saya memberi alamat Tuan pada mereka!" "Bodoh, kita tak tahu apa yang mereka bilang benar atau tidak. Kenapa kamu ceroboh seperti itu!"David naik pitam, sebenarnya dia tak meragukan ucapan orang-orang yang mencari Anisa. Itu dia jadikan alasan kemarahannya saja karena takut tujuan membawa Anisa ke rumahnya sebenarnya akan terbongkar."Maaf, Tuan. Tapi saya sangat yakin mereka tidak jahat. Mereka bahkan memberikan bukti bahwa wanita yang bernama Anisa i
Pov Author"Dok, gimana kabar Anisa?" tanya Ola dengan raut wajah khawatir karena melihat baju bos lelakinya dikotori darah."Keadaannya sekarang kritis! Doain yang terbaik buat dia. Dia satu-satunya saksi untuk mengungkap dalang di balik penculikan kamu!"Ola menutup mulutnya karena terkejut."Bagaimana bisa tiba-tiba keadaan dia seperti itu. Siapa yang melakukannya?""Maaf, La. Sebaiknya kamu enggak usah tahu tentang ini. Aku enggak tega mau ceritain detailnya ke kamu."Ola berhenti bertanya, ia paham maksud Eric. Eric tak mau melihatnya syok karena kejadian tragis ini."Udah ya, kamu tidur. Ini sudah hampir jam satu malam. Besok kamu harus bangun pagi, aku takut kamu bangun kesiangan!""Baik, Dok!""Soal Anisa jangan pernah kamu salahkan diri kamu karena kejadian buruk yang menimpanya. Kamu sudah berusaha menjadi kakak yang baik untuk selalu melindunginya, tapi dia sendiri yang lebih memilih mengkhianatimu!"Ola mengangguk mengerti, dia awalnya ingin pergi menuju kamarnya namun dia
Pov AuthorOla melangkah lemah menuju pemakaman mantan suaminya. Disampingnya ada Elsa yang terus menunduk tanpa mengucapkan satu patah katapun. Terlihat sekali kesedihan di wajah anak berusia 8 tahun itu."Kalian untuk apa datang kesini?" tanya Nayla dengan ketusnya. Wajah wanita itu penuh luka, namun Ola tak berani menanyakan kenapa Nayla dan ibunya bisa terluka seperti itu."Kalian berdua adalah penyebab kematian kakak lelakiku tragis seperti ini. Beraninya kalian menunjukan wajah kalian dihadapan kami lagi!"Bukan tak malu, Ola memeluk anaknya yang mendapat tatapan sinis dan makian dari keluarga mantan suaminya. Namun biar bagaimanapun Elsa berhak datang di pemakaman Ayahnya, Ola mengabaikan perlakuan tak baik keluarga Dani terhadapnya."Mas Dani sudah berubah, dia melakukan apapun demi bisa mendapatkan maaf kamu, Mbak. Tapi apa yang Mbak lakukan pada dia? Kamu membuatnya berdendam pada Anisa yang menjadi perusak rumah tangga kalian. Mas Dani tidak akan balas dendam pada Anisa kal
Eric sudah sampai di ruangan Anisa. Wanita itu menatap tak suka melihat kedatangan Eric. Anisa menganggap semua nasib sialnya berawal dari Eric yang sudah mengusirnya dari rumah lelaki itu."Gimana keadaanmu Anisa?" tanya Eric dengan nada rendah. Wanita yang sedang berbaring lemah di atas ranjang itu sama sekali tak mau menjawab pertanyaan Eric."Apa polisi tidak memberitahumu kalau sudah dua kali ini aku berhasil menyelamatkan hidup kamu?"Eric bertanya dengan sedikit ketus karena merasa kesal mendapat tatapan kebencian dari Anisa. Wanita itu jelas terlihat seperti orang yang tak punya rasa terimakasih. Dua kali dia diselamatkan Eric tapi dia malah memperlakukan Eric seperti itu."Kau mendengar ucapanku kan, Anisa?"Anisa masih belum berniat merespon ucapan Eric. Bahkan memandang wajah Eric pun dia tak mau. Ini membuat Eric makin jengkel."Dani bunuh diri setelah gagal bunuh kamu. Aku sangat yakin dia terpaksa melakukannya karena ancaman seseorang. Kalau kamu ingin hidup tenang, tolo
Pov Author"Ini sih kabar baik, kalau kamu beneran mau terima anak saya, mulai sekarang berhenti memanggil saya Nyonya. Kamu boleh panggil saya 'Ibu' atau apapun yang kamu mau!" ucap Hani penuh antusias."Nyonya, ini terlalu awal. Bisa tidak kita bahas ini nanti saja!"Ola sedikit canggung mendapat perlakuan sangat baik Nyonyanya. Dia tetap berusaha menjaga jarak meski sudah diperingatkan oleh Hani dan Eric bahwa mereka sudah menganggap Ola keluarga mereka sendiri."Ya udah, karena kamu belum resmi jadian sama anak saya jadi kamu saya izinkan sementara waktu panggil saya 'Nyonya'. Sekarang saya mau tidur. Saya pasti mimpi indah malam ini karena denger kabar bahagia ini!"Ola hanya tersenyum dan menggelengkan kepala mendengar ucapan Nyonyanya. Dia kemudian kembali fokus mencuci piring."La, hentikan dulu pekerjaanmu. Tolong temani aku makan malam!"Hampir saja piring di tangan Ola lepas mendengar ucapan Eric yang tiba-tiba."Dokter belum tidur?" tanya gagap Ola."Aku enggak bisa tidur.