"Enggak ada gunanya menangis, ayo kita bawa Elsa ke rumah sakit sekarang juga!" ucap suamiku sambil mengambil alih Elsa dari pangkuanku. Tak ku pedulikan darah Elsa yang ikut mengotori bajuku. Kami harus sampai ke rumah sakit secepatnya agar putri kecilku segera mendapatkan pertolongan."Mas, aku ikut!"Anisa merengek ikut layaknya anak kecil yang tak mau ditinggal Ayahnya pergi tanpa peduli keadaan sedang sangat genting seperti ini. Benar-benar tak tahu malu."Kamu jaga rumah saja, Mas buru-buru!" ucap suamiku sambil meletakan Elsa dalam pangkuanku di jok mobil belakang."Mas, aku enggak mau di tinggal sendiri di rumah. Aku maunya selalu sama kamu! Pleace, aku ikut ya!" rengeknya sekali lagi sembari menahan tubuh suamiku agar tidak masuk dalam mobil.Rasanya ingin sekali mencakar wajah adik tiriku sekali lagi. Elsa sedang bertaruh nyawa di pangkaunku tapi wanita itu seolah sengaja mengulur waktu agar kami terlambat ke rumah sakit."Kamu enggak mikir ya kalau sekarang keadaan Elsa lag
Pov Anisa"Nis, layar ponsel kamu sudah retak gitu. Enggak mau ganti ponsel?" tanya temanku yang bernama Bening."Iya, Nis. Masa dari kelas satu aku lihat ponsel kamu enggak pernah ganti. Enggak bosen apa pakai ponsel buruk kamu itu terus!" temanku Intan menimpali. Aku sangat malu mendengar ejekan mereka, akhirnya aku jawab sekenanya saja."Minggu depan aku ganti kok ponselnya. Kata kakakku, minggu depan suaminya baru gajian jadi harus sabar dulu sementara ini!""Kakakmu orang kaya, masa mau belikan ponsel kamu saja nunggu suaminya gajian sih!" Aku menunduk malu mendengar ucapan Intan."Mbak Ola kan dari dulu orangnya pelit. Aku tahu juga dari kakakku yang kebetulan dulu satu sekolah sama dia!" Dalam hatiku membenarkan ucapan Bening barusan, Mbak Ola memang sangat pelit, jangankan ponsel. Uang sakuku saja selalu dia kasih pas saja. Aku harus selalu gigit jari melihat temen-temenku yang selalu shoping sepulang sekolah karena uang saku mereka yang banyak."Kakakmu kaya tapi pelit, masa
Pov AnisaPlak!Sekali lagi Ibu Mas Dani menamparku dengan sangat kuat, rasanya sama perihnya dengan tamparan yang pertama."Dasar wanita enggak tahu terima kasih. Di kasih tumpangan di sini malah godain suami kakak sendiri!"Sial, jadi aku gagal mencuci otak ibu mertua Mbak Ola. Malah sekarang jadi senjata makan tuan buatku."Maaf, ya, jeng. Jangan salahin anak saya saja, anak situ kalau enggak kegatelan sama anak saya, semua ini enggak mungkin terjadi!"Tatapan ibu Mas Dani beralih ke ibuku, dia maju beberapa langkah sembari mencekeram kerah baju ibuku."Aku yakin kamu dalang di balik semua perbuatan bej*d mereka berdua kan?"Sebenarnya ucapan Ibu Mas Dani benar, ibuku yang awalnya menyuruhku untuk memakai baju seksi sehingga Mas Dani tergoda dengan kemolekan tubuhku. Tapi kenapa ya, meski ucapannya benar aku tetep enggak terima dengan tuduhannya."Ya ampun, jeng. Jangan fitnah sembarangan, ya. Saya saja terkejut mendengar kabar ini. Seharusnya yang marah itu saya. Saya pihak dari p
Pov Anisa"Mas, kamu jadi suami kok bod*h banget. Katanya enggak cinta sama Mbak Ola, nyatanya semua uang tabunganmu kamu percayakan sama wanita itu. Gimana, sih!"Jujur, aku sangat kecewa pada Mas Dani. Setahuku Mbak Ola cuma di kasih setengah gajinya saja, tapi di luar dugaan lelaki itu juga mempercayakan uang tabungannya pada Mbak Ola. Kalau ceritanya begini, aku tidak akan sudi mau tidur dengannya. Rugi dong, kalau aku tak sampai dapat apa-apa.Memang sih beberapa hari ini sudah tumbuh benih-benih cinta untuk lelaki itu, tapi makan cinta saja aku enggak mungkin bisa kenyang. Aku butuh uang dan kemewahan agar teman-temanku tidak pernah lagi memandangku sebelah mata."Ola orangnya hemat, makanya Mas percayakan uang Mas pada dia. Lagian dia enggak pernah banyak bertanya kalau Mas sewaktu-waktu mau ambil uang buat kebutuhan mendesak ataupun buat kebutuhan Nayla.""Terus tiap bulan Mas cuma dapet capenya saja kalau semua uang Mas percayakan pada Mbak Ola?" tanyaku semakin geram."Ya en
Pov Dani"Mas, kok sampai gebrak meja gitu. Memangnya enggak takut apa kalau sakit jantung ibuku kumat?" bentak Anisa sambil melotot marah kearahku. Menurutku lebih baik ibu Anisa terkena serangan jantung dan mati saja dari pada hidup pun percuma tiap hari kerjaannya cuma mempengaruhi Anisa untuk memeras uangku.Belum seminggu aku dan Anisa menjalin hubungan, uang tabungan pribadiku hampir habis. Untung di rekening Ola uangku masih banyak, jadi aku enggak terlalu down.Terus terang, aku banyak mengarang cerita demi mendapatkan hati Anisa. Aku memang sempat berbohong padanya kalau aku tidak mencintai Ola. Nyatanya selama pernikahanku, hatiku tidak pernah berpaling ke wanita lain sebelum Anisa muncul dalam rumah tanggaku dan Ola.Antara cinta dan nafsu, aku tak tahu yang mana yang lebih mendominasi perasaanku untuk Anisa. Setiap kali aku berhubungan badan dengannya, aku selalu merasa dipuaskan."Gimana Mas enggak marah, kamu ambil uang Mas tanpa izin. Itu uang baru Mas ambil dari ATM bu
Pov Ola"La, ibu pulang, ya. Ibu mau masakin sarapan buat kamu dulu. Setelah selesai, nanti ibu baru kesini lagi." pamit Ibu mertuaku pagi ini. Dalam hatiku yang paling dalam, jujur aku tak tega meninggalkan dia. Tapi jika aku terus berada disini, aku dan Elsa akan makin tersakiti karena secara terang-terangan melihat perselingkuhan Mas Dani dan Anisa.Meninggalkan Mas Dani adalah pilihan tersulit yang mau tak mau aku ambil. Delapan tahun ini dia sangat baik, hingga pada akhirnya dia berubah setelah menjalin hubungan dengan adikku Anisa.Memang tak ikhlas melepaskan Mas Dani begitu saja untuk Anisa. Tapi setelah kupikir lagi, buat apa mempertahankan si pengkhianat, bukankah aku malah akan makin tersakiti jika pada akhirnya lelaki yang aku pertahankan justru lebih memilih si pelakor daripada aku istri sahnya.Setelah kepergian ibu mertua, aku menemui Dokter Eric. Dia adalah Dokter yang menangani Elsa untuk sekarang ini.Aku mengetuk pintu ruangannya, setelah di izinkan masuk baru aku b
Pov Dani"Dan, kamu enggak mau cari kerja apa? Sampai kapan kamu nganggur gini terus, bosan ibu di kasih makan sayur kangkung sama sayur ubi terus sama kamu." tanya ibu Anisa saat aku asik-asiknya main game online. Dulu sebelum aku di pecat kerja, dia selalu menyebutku dengan sebutan 'Nak'. Namun setelah aku tidak bisa menghasilkan uang banyak lagi, dia langsung memanggil namaku seperti tadi."Nanti kalau aku kerja, ibu masukan lelaki ke dalam rumah ini lagi. Aku sudah kehilangan semuanya demi Anisa, jadi aku tak mau ibu menjual Anisa gara-gara aku sudah jatuh miskin." Aku pernah memergoki ada seorang lelaki keluar dari rumah ini ketika aku baru pulang kerja. Ibu dan Anisa bilang dia datang cuma untuk memperbaiki keran di kamar mandi yang rusak. Tapi melihat penampilan lelaki itu begitu rapih, aku sama sekali tak percaya ucapan mereka. Terlebih saat itu aku melihat Anisa dan ibunya mulai belanja gila-gilaan padahal aku tak memberi mereka uang banyak."Kamu ini orangnya curigaan terus
Pov Dani"Dasar wanita mura*an, pamit pergi sekolah tapi ternyata janjian sama lelaki lain!"Mendengar makianku, sepasang kekasih yang tengah kasmaran itu menoleh kearahku. Alangkah terkejutnya mereka berdua setelah melihat ada aku di depan mereka sekarang. Cepat-cepat mereka berdua saling melepaskan tangan mereka yang tadinya bergandengan mesra."Mas Dani, bukannya tadi kamu pamit interview, tapi kenapa malah disini?" tanya Anisa terlihat sangat ketakutan."Jadi ini kelakuan kamu di belakang aku, Anisa? Sumpah demi apapun aku sangat jijik dengan kamu. Jangan-jangan anak dalam kandunganmu itu bukan anak aku melainkan anak lelaki baji*gan ini!"Memaki Anisa lebih ku utamakan daripada menjawab pertanyaan wanita mura*an itu. Biarlah semua orang tahu tentang kehamilan Anisa. Biar wanita itu malu dan menjadi gunjingan banyak orang. Syukur-syukur ada yang memviralkan kejadian ini biar sekalian dia di keluarkan dari sekolahnya.Anisa menoleh kesekitar, betapa malunya dia menjadi pusat perhat