Di sofa yang menghadap ke tv, dengan semangkuk popcorn di pangkuan. Aletta tersenyum lebar saat Javier muncul dengan wajah lelahnya. Lelaki itu ikut memasang senyun, kemudian duduk di sampingnya. Untuk beberapa saat, Aletta menikmati pemandangan wajah Javier dari jarak mereka yang cukup dekat. Sedangkan milik sang empu tertuju pada tv, sama sekali tidak terusik akan acara memandang Aletta yang begitu intens. Atau mungkin, Javier sengaja terlihat biasa saja? “Seru?” tanya Javier berbasa-basi, sama sekali tidak menoleh. Aletta menyerit karena itu. “Seru,” balasnya singkat. “Kakak ada masalah ya di kantor?” Javier kini berhasil di buat menoleh. Dia menggeleng cepat, menjawab pertanyaan Aletta. Tangannya terangkat untuk mengelus kepala Aletta dengan lembut. Seakan menyiratkan bahwa tidak ada hal yang perlu gadis itu khawatirkan. Akan tetapi, feelings seorang perempuan tidak pernah bisa di bohongi. Hanya dengan
Aletta tidak bisa tidur. Jam sudah menunjuk pada angka lima dan tidak semenit pun darinya, mata Aletta terpejam. Memberikan rasa pening yang tak tertahankan juga sakit di bagian perutnya. Kala di rumah sakit, dokter mengatakan begadang adalah hal yang harus Aletta hindari. Namun, apa daya? Suara Javier tidak mau hilang dari kepalanya. Setelah bertanya, Javier ikut berdiri. Menghampiri Aletta yang mematung di posisinya, mengelus surai panjang gadis itu, mengecup kening kemudian masuk ke kamarnya begitu saja. Padahal, Javier seharusnya tertawa setelah bertanya. Harusnya lelaki itu, mengatakan bahwa ia hanya bercanda dan menitah Aletta untuk tidak menganggap itu serius. Javier hanya mengerjainya, Javier hanya sedang lelah dan mencoba menghibur diri. Akan tetapi lelaki itu melakukan hal sebaliknya. Gerak-geriknya seakan menyiratkan bahwa dia serius. Pertanyaan itulah alasan dari gurat aneh yang sempat Aletta lihat sebelumnya. Hingga gadis it
Setelah bekerja seharian, untuk pertama kalinya sejak menikah Javier memutuskan untuk tidak langsung pulang. Dia memaksa Jordy yang sebenarnya kelelahan untuk mampir kesalah satu bar terdekat yang belum pernah mereka datangi. Masih dengan pakaian kantor dan wajah lelah, Javier menjadikan alasan untuk ajakannya. Padahal, Jordy sering sekali menekankan pada Javier, bahwa lelaki itu tidak bisa membohonginya. Javier hanya akan tampak bodoh dan membuat Jordy kesal karena melakukannya. Walaupun begitu, Jordy tetap mengiyakan ajakan Javier. Sebagai bentuk menghargai sikap Javier yang mendadak serius hingga menyelesaikan banyak pekerjaan hari ini. Bahkan yang seharusnya bisa mereka tunda seminggu lamanya, Javier sampai melewatkan jam makan siang. Jordy menggeleng-gelengkan kepala, menyaksikan Javier yang kini meneguk satu gelas besar dalam sekali tarikan nafas. Lelaki itu jelas sedang tidak baik-baik saja. “Woah, dude. Slow down… .” Jordy menar
Aletta berkacak pinggang menyaksikan Javier yang kini tengah terlelap di kamarnya. Jordy mengantarnya tadi hingga lobby, sisanya Aletta menggeretnya sendirian. Bukan karea sahabat suaminya itu tega, tapi keadaan Jordy juga sama menghawartikan. Mau tak mau Aletta menopang Javier. Saat mereka hendak masuk ke kamar milik Javier, lelaki itu merengek. Katanya, dia tidak mau tidur sendiri. Javier ingin terbangun dengan Aletta sebagai pemandangan yang pertama ia lihat. Tentu Aletta tidak langsung setuju, dia memaksa Javier untuk masuk yang lalu berakhir dengan drama. Javier menangis. Dorongan alcohol yang lelaki itu teguk membuat Javier mengeluarkan emosinya. Tanpa mengatakan apapun selain Javier ingin tidur dengan Aletta, isaknya tak kunjung terhenti. Karena itu Aletta akhirnya pasrah membawa Javier ke dalam kamarnya. “Aletta,” gumam Javier dengan mata terpejam. Aletta mendengus, menoyor kepala Javier hingga lelaki itu mengaduh.
“Yaelah gua kata jua apa, beli jadi aja anjing.” Abin memutar kedua bola matanya malas mendengar perdebatan Hanan dan Fatan yang tak kunjung selesai. Mereka sedang membuat popcorn namun gagal entah karena apa. Kini, mereka bertiga sedang berada di apart Aletta untuk mengajak gadis itu menonton film bersama. Ini ide Hanan, katanyanya lelaki itu merasa bersalah mengenai kejaddian dimana Aletta masuk rumah sakit. Ujian nasional juga sudah terlewat, Abin dan kedua sahabat Janu itu mengatakan mereka akan sering mengunjungi Aletta sebagai bentuk kasih sayang mereka terhadap bayi di dalam kandungan Aletta. Abin sendiri mendecih mendengar alasan yang dikatakan Fatan tersebut. Baginya kedatangan mereka berdua tidak lain adalah untuk menghabiskan persediaan makanan yang ada di rumah Aletta. Sang pemilik rumah sendiri tidak keberatan, karena Aletta memang jarang makan sedangkan Javier tidak berhenti berbelanja. Kadang, Javier tidak mengatakan pada
Janu membuka matanya secara perlahan. Kepalanya terasa berat. Ia baru saja berlibur ke pantai yang berada di dekat kotanya berada dan pulang dengan keadaan mabuk. Setelah beberapa saat menyusaikan pencahayaan yang masuk ke kornea matanya, Janu baru sadar bahwa ia terbangun tidak di kamarnya. Nafas Janu tercekat saat merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Dia melirik ke arah kanan, menemukan Gea yang masih terpejam. Pikiran Janu langsung melayang jauh, namun untungnya saat ia melihat ke dalam selimut pakaian mereka berdua masih lengkap. Tidak ada satupun yang terlepas atau hilang. Tak nyaman dengan posisi ini, Janu buru-buru bangkit yang kemudian tertahan karena Gea merengkuhnya begitu erat. “Lima menit,” kata Gea dengan suara serak khas bangun tidur. Pemandangan itu justru membuat Janu bergidik karena wajah Aletta yang mendadak teringat. Dengan sedikit kasar, Janu menghentakan tangan Gea agar terlapas hingga ga
Javier baru saja terbangun dari tidurnya. Biasanya, Javier menghabiskan hari minggu seperti ini untuk tertidur lelap seharian. Atau, melakukan kegiatan seperti gym, golf, serta kegiatan lain yang mengurang tenaga. Namun, karena Aletta masih mendiamkannya Javier jadi malam kemana-kemana. Bahkan untuk tertidur lelap, melupakan semua masalah sesaat dengan bermimpi. Javier tak sanggup melakukannya. Seakan kepalanya menolak untuk mencerna apapun, sebelum masalahnya dengan Aletta selesai. Hanya saja, Javier bingung harus memulainya dari mana. Apakah ia harus menjelaskan terlebih dahulu pada Aletta mengenai perasaan yang belakangan ini terasa menggebu-gebu. Akan tetapi, Javier takut hal itu hanya akan memperparah suasana diantara keduanya. Javier takut Aletta merasa diberatkan, karena ini bertentangan dengan perjanjian semula mereka. Rasanya hal itu terlalu egois untuk Javier lakukan. Mungkin melakukannya akan membuat Javier lega. Dengan begitu Javier bisa me
Aletta tidak berbohong, alasannya menggunting tirai di kamarnya itu memang karena ia ingin melihat pemandangan kota tanpa harus membuka tirai. Jendela kamarnya terlalu besar, Aletta kadang merasa takut. Akan tetapi lama mengurung diri seperti itu, membuatnya terasa sesak. Dia seperti seperti di sangkar burung yang di kunci dengan sengaja oleh pemiliknya. Oleh karena itu, dengan merobeh bagian bawahnya saja Aletta bisa memandang keluar seraya tertidur di kasurnya. Dia merasa sanggup berlama-lama di kamar jika matanya dapat melihat keluar sepanjang malam tanpa harus merasa takut. Karena perdebatan tadi, Javier pergi keluar rumah dengan pakain gymnya. Aletta tidak mengatakan apapun, dengan acuh ia menyantap rotinya di meja makan seraya menyaksikan Javier berjalan keluar. Aletta bahkan tidak peduli, jika itu adalah kesempatan terakhirnya melihat lelaki yanng menyandang status sebagai suami sekaligus ayah dari anaknya secara hukum. Aletta tidak peduli lagi j