"Apa yang terjadi padaku?"
Sementara itu di sebuah kamar, pagi itu seseorang baru saja membuka matanya dan mencoba mengembalikan semua ingatan ke dalam benaknya.
"Arthur, kau tahu apa yang sudah kau lakukan padaku? Dan sekarang kau mengobatiku, kah?"
Dia bisa mengambil kesimpulan seperti itu karena melihat infusan yang masih menggantung dan jarum infusan yang masih menempel di tangannya. Bibirnya tersenyum kecut setelah mengingat apa yang terjadi tadi malam. Sesuatu yang mengerikan. Dia tidak pernah menyangka kalau Arthur akan melakukan hal seperti itu padanya.
"Mungkin selama ini aku salah menilaimu. Atau mungkin aku datang di waktu yang tidak tepat, karena mungkin kau memang tidak menginginkanku. Kau tidak mencintaiku."
Sejujurnya, Alila sudah pupus harapan dan dia seper
Apa dia sudah tidak marah lagi padaku?Rich bingung, tapi dia tetap mengikuti gandengan tangan Alila masuk lagi ke dalam lift. Meski sebetulnya Rich masih bertanya-tanya apakah betul adiknya sudah tidak lagi marah padanya."Hmm ... Alila, ada yang ingin kau bicarakan padaku?"Makanya di dalam lift, saat mereka hanya tinggal berdua, Rich ingin tahu apa sebetulnya yang ingin dikatakan oleh Alila."Oh, tadi kau ingin bertemu dengan Arthur, kah?""Ya, tapi sebenarnya aku juga ingin bertemu denganmu. Aku tidak bisa tidur karena masalah kemarin. Hmm, aku minta maaf, Alila. Aku sudah kelewatan. Tidak seharusnya aku memukulmu seperti itu dan tidak seharusnya juga aku memakimu di depan umum. Aku tidak bisa menjaga adikku.""Ah!" Alila h
"Terima kasih, Arthur. Kau benar-benar menjagaku dan aku jadi tidak enak padamu. Bukan hanya kata-kata, tapi aku benar-benar tidak enak padamu. Mungkin aku pulang saja?""Ssst!"Setelah Arthur memberikannya obat, Caca merasa sangat bahagia sekali dengan keberadaan Arthur di sisinya dan kini Arthur pun menaruh jari telunjuknya di bibir Caca untuk membuat wanita itu tidak terlalu banyak bicara yang tak diinginkannya."Tidak perlu merasa tidak enak padaku. Dan kau sudah terlalu banyak membahas masalah ini.""Aku benar-benar merasa tidak enak dan aku kepikiran sesuatu. Entahlah. Apa mungkin keluargaku tidak baik-baik saja atau kenapa juga tidak tahu. Hatiku serasa tak enak saja. Mungkin aku harus pulang dulu?"Caca memang merasa ada yang salah. Seperti ada sesuatu yang hilang dalam dirinya dan dia kepikiran sekali. Cuma memang dia tidak tahu apa permasalahannya yang membuat dirinya tidak nyaman, padahal Arthur adalah pria yang diidamkannya selama ini.Cuma, kenapa aku seperti merasa koson
"Kamu berantem lagi sama kakakmu?"Di mobil, Shaun memberanikan diri bertanya pada Alila yang wajahnya terlihat pucat dan lemas. Dia sekedar ingin tahu saja apa yang terjadi karena Alila tampak tidak bersemangat."Enggak. Tapi aku kasihan banget sama kakakku itu. Wanita yang disukainya sangat mempengaruhi kakakku. Sulit kayaknya ngelepasin diri kalau udah terikat kayak gitu, ya?"Alila sebetulnya tidak ingin menceritakan apa pun tentang keluarganya pada Shaun. Apalagi ini menyangkut aib kakaknya. Cuma, dia tidak punya teman bicara dan dia juga tidak bisa cerita pada orang tuanya makanya terpaksalah dia mencoba mencari jawaban dari orang lain."Ya mau bagaimana? Dia baru bisa akan terbuka jika sudah melihat kenyataan seperti apa wanita itu. Tapi biasanya susah, sih. Pasti akan terus kepikiran dengannya."
"Kau sama seperti ayahmu. Ikut campur saja dengan hidupku! Dan gara-gara kau, istriku jadi pergi dari rumahku tanpa izin!"Entahlah apa yang salah dengan pikiran Arthur. Apakah dia masih mabuk? Tapi sepertinya dia sudah tidak lagi hangover. Kesadarannya sudah pulih, tapi entah kenapa pikirannya jadi tak jelas."Caca masih tidur?"Arthur sudah menuju kamarnya lagi dengan suaranya yang pelan dia menanyakan sesuatu pada perawat yang mengangguk."Jika Caca mencariku, katakan aku ada beberapa urusan di luar. Tolong bantu Caca jika membutuhkan sesuatu. Panggil dokter jika memang penting! Apa kalian mengerti?""Baik, Tuan, kami paham."Mereka tentu tidak tahu ke mana Arthur akan pergi. Tapi dia sudah menghubungi seseorang lagi di tele
"Ayo!"Arthur tadi sudah mengajak Alila untuk pergi. Tapi wanita itu malah mengajaknya bicara, sehingga dia tak sabaran dan sudah menarik tangan Alilah di lobi sekolahnya."Alila—""Shaun, sebaiknya kau jaga sikapmu dengan Alila, karena dia adalah istriku dan sebaiknya kalian tidak terlalu dekat!"Tak suka nama Alila dipanggil, saat itu juga Arthur melirik si pemanggil dengan tatapan marah. Kemudian dia menarik lagi tangan Alila, pergi dari lobi yang membuat Alila juga tak bisa berkata apa-apa pada Shaun."Arthur, ada apa denganmu? Kenapa kau membicarakan masalah hubungan kita di lobi tadi? Anak-anak banyak yang memperhatikanku."Dan di dalam mobil, Alila tentu saja protes. Alila yakin sekali kalau mereka semuanya pasti akan menjadikannya bahan pembicara
"Memang kau pikir aku akan memberikanmu yang enak-enak?"Arthur tahu kalau yang dia lakukan pada wanita yang kini berada di bawah tubuhnya sangat menyakitkan, apalagi tangannya juga mencengkram tubuh wanita itu bukan dengan kasih sayang, tapi sesuatu yang menunjukkan kemarahannya. Makanya dia tidak peduli dengan teriakan Alila yang mengeluh kesakitan.Arthur tetap saja melakukan niatannya dan kini dia juga sudah merobek pakaian bawah Alila. Rasanya malas menurunkan kain segitiga itu dari kaki Alila. Dia merobek sekenanya sebelum menurunkan sleting celananya sendiri."Ssssh … sakit, Arthur."Seandainya gerakan Arthur tidak menyakiti tubuh Alila, harusnya semua yang dia lakukan saat menyentuh tubuh wanita itu bisa membuat Alila basah dan dia tidak akan kesakitan saat Arthur memasukan sesuatu yang tumpul
Arthur, kau bisa lihat sendiri bajuku robek. Bagaimana aku bisa menutupi tubuhku?Sebenarnya kata-kata itu ingin dilontarkan dari bibir Alila. Cuma karena rasa sesak di dalam hatinya akibat perbuatan Arthur yang ada dia hanya menatap Arthur dengan air mata yang mulai tumpah."Dasar gadis manja! Yang bisa kau lakukan hanya menangis setelah berbuat salah, hm?"Lagi-lagi kata-kata yang lumayan menyakiti hati Alila keluar lagi dari bibir Arthur."Aku tidak suka kau memakai pakaian yang seperti itu. Kancing baju di depan. Rok pendek. Buang semua pakaianmu yang seperti itu. Kecuali kau mau menjadi wanita murahan!"Itu yang dikatakan Arthur sambil dia membuka kancing baju kemejanya sendiri.Dia membiarkan aku memakai kemejanya?
"Kenapa kau tidak mau membuka mulutmu, Al? Kau takut aku memasukkan sesuatu ke dalam sini dan kau mati setelah memakannya?"Sebetulnya Alila tidak mau jujur pada Arthur, tapi dia tidak bisa berbohong kalau memang dia takut akan mati setelah memakan makanan yang disiapkan oleh Arthur, sehingga Alila mengangguk dan lagi-lagi pria itu terlihat gemas. Cuma, dia tidak bicara apa pun, justru menyuap makanan ke dalam mulutnya sendiri."Jika makanan ini kuracun, maka aku yang mati duluan. Kau mengerti tidak?"Alila sebetulnya ingin mengangguk tapi tangannya malah melakukan sesuatu yang lain."Kau berpikir ini mimpi?"Dan lagi-lagi Alila pun mengangguk mendapati pertanyaan itu. Arthur melihat tangan Alila mencubit pipinya sendiri. Seakan-akan wanita itu tidak percaya, tapi memang d