Sementara itu sebelum pertemuan."Jadi semua jawaban yang sudah kuberikan padamu itu apa sudah membuatmu cukup yakin untuk membuka rahasiamu padaku Reza?"Hampir sejam mereka berdiskusi dan Vladimir juga sudah menjawab semua pertanyaan yang diberikan Reza padanya tanpa dia memberikan pertanyaan balik.Kakek Reza tahu bagaimana dia berbisnis dan berdiskusi dengan seseorang. Dia sangat menghargai sekali Reza yang sedang bicara dan memang tidak menyelaknya.Sampai pria itu diam barulah Vladimir bertanya.Dia hanya ingin meyakinkan apakah Reza masih punya pertanyaan atau tidak."Kakek, apa kau benar menginginkan seorang cicit?""Aku tidak menginginkan seorang cicit Reza."Vladimir malah bercanda begini dengan senyum di bibirnya yang membuat Reza berpikir ulang."Jadi kau ingin lebih dari seorang cicit?""Iya kau tahu, Reza. Aku hanya punya dirimu saja dan ini menyusahkan. Aku tidak bisa memilih cucu mana lagi yang bisa jadi penerusku. Hanya kau. Padahal aku punya dua anak tapi aku cuma pun
"Iya Kakek. Rania keturunan keluarga Rahardja seperti yang Kakek katakan."Belum ada jawaban dari kakeknya saat menatap mata Reza yang sangat yakin sekali dengan jawabannya. Tapi di sini Rania mulai khawatir sesuatu.Ada apa dengan keluargaku?"Sejak kapan kau tahu dia anak keluarga Rahardja?"Dan sebetulnya Rania juga ingin tahu ada apa dengan keluarganya dan hubungan dengan keluarga Reza sampai wajah kakeknya Reza terlihat begitu mengerikan.Pria sepuh itu tadinya terlihat baik-baik saja dan tersenyum ramah. Tapi semuanya berubah saat dia membaca nama belakang Rania."Tapi tidak perlu dibahas dulu sekarang. Bukan sesuatu yang penting."Cuma sayang keingintahuan Rania terpotong dengan ucapan Vladimir yang makin membingungkannya."Terima kasih sudah melahirkan Marsha dan mewariskan kecantikanmu padanya," sesaat kemudian, Vladimir menatap Rania dan kembali mimik wajahnya berubah.Sangat cepat dan membingungkan untuk Rania."Nah, Reza. Apa mainan favorit Marsha? Aku ingin bermain dengann
"Kenapa kau senyum-senyum padaku, David?"Di ruang kerjanya setelah Reza menghempaskan tubuhnya duduk di kursi kerja, David yang senyum-senyum memang mengganggunya."Iya, aku memang senyum-senyum. Selamat untukmu, Reza."Dan sambil berjalan mendekat pada Reza, lalu duduk di kursi di seberang meja kerja Reza, David mengucapkan kata-kata itu tanpa menghilangkan senyum penuh makna di bibirnya."Tidak percuma apa yang kau lakukan pada kakekmu beberapa bulan terakhir ini. Menemaninya naik gunung, main golf, mancing, apalagi ya? Banyak sekali. Sampai aku pun pusing dengan semua kegiatan kalian. Tapi ini membuahkan hasil. Begitukah caramu membujuk kakekmu?"Reza belum menjawab. Dia masih membuka lembaran berkas di mejanya dan mencocokkan dengan data di laptopnya."Hei, aku bicara padamu sebagai seorang teman bukan sebagai asistenmu!""Aku tidak menerima teman di ruang kerjaku."David kembali mencebik."Kau menunjukkan pada kakekmu kalau kau mencintai wanita itu. Kau mengatakan padanya kau men
"Hei Reza, Apa yang sedang kau pikirkan sampai kau serius sekali begitu?"Reza kepikiran tentang obrolannya di boat bersama dengan kakeknya yang membuatnya sejenak tidak fokus pada David."Bagaimana tebakanku? Jadi benar itu caramu untuk meluluhkan kakekmu demi menerima Rania dalam keluarga kalian?""Tidak adakah pertanyaan lain yang bisa kau berikan padaku?" "Eish, tak ada lah. Jawab dulu pertanyaanku yang tadi itu. Benar tidak?""Kau memaksa bosmu untuk bicara sesuatu yang tidak penting?""Tak peduli aku, jawab dulu saja yang tadi itu."Cuma kalau mereka sedang berdua begini, David tahu Reza tidak akan serius padanya. Karena itulah dia berusaha untuk membuat Reza mau jujur padanya."Dan kakekmu benar. Cincin pernikahan dari nenekmu dengan kakekmu kan sudah diserahkan pada ayahmu dan diserahkan pada ibumu. Lalu mendiang ibumu pasti menyimpan cincin nikah itu kan? Kau pasti yang menyimpannya. Kenapa kau belum memberikan itu pada Rania? Apa benar yang kau bilang kalau kau menunggu res
Yes! Ini memang yang kutunggu-tunggu.Hampir setiap malam Rania tidak bisa tidur karena dia ingin menunggu Reza. Kapan pria itu kembali dan dia bisa mempertanyakan semua yang membebani pikirannya.Termasuk masalah hadiah yang diberikan oleh kakek Reza.Panggilan yang tadi diberikan Reza di pintu seperti panggilan dari surga untuknya.Perlahan dia bangun dari tempat tidur tak mengganggu tidur Marsha dan dia menghampiri Reza di pintu masuk."Kau tahu sudah berapa lama aku menunggumu, Za?"Rania diangkat oleh kedua tangan Reza sehingga saat ini dia tidak perlu berjalan, tapi sudah berada di gendongan pria itu.Reza membawa Rania ala bridal style menuruni tangga dari kamar putrinya menuju ke kamar Rania di lantai dasar.Tapi saat Rania bertanya begitu memang Reza tak mau mengutarakan apapun."Kau sengaja bukan tidak mau menjawabku, Reza? Dan masalah kalung ini--""Sweet J, diam. Kita akan bicara di kamar nanti."Bisa apa Rania kalau Reza sudah memutuskan begitu?Ada senyum di bibirnya dan
"Za. Kenapa tidak mau menjawabnya?"Tapi sayangnya memang Reza tidak mau menggubris Rania dan dia malah melanjutkan lagi membersihkan tubuh wanita itu."Jawab aku, Za!"Cuma kali ini Rania sedikit memaksa.Dia ingin tahu apa yang ada dalam benak Reza dan juga pikiran Vladimir saat menyebut nama keluarganya.Dua setengah bulan bukan waktu yang singkat untuk Rania menahan diri dari pertanyaan yang membuat pikirannya hampir meledak."Jangan buat janinku stress, Sweet J."Cuma lagi-lagi bukan menjawab, Reza justru menaruh tangannya di atas perut Rania dan bicara begitu.Inginnya Rania mengangguk saja dan setuju dengan rencana Reza.Tapi sayang pikirannya sudah meledak-ledak."Bagaimana aku nggak stres, Za. Aku sudah dua setengah bulan ini khawatir sekali kakekmu membenciku. Lagian tidak ada pembicaraan diantara kita dan aku takut sekali. Malah sudah kupikirkan kalau kita tidak mungkin bisa bersama.""Anakku adalah anak laki-laki. Kalau dia kenapa-napa di dalam sana dan dipenuhi dengan piki
"Kenapa kamu melihatku begitu, Za?"Lagi-lagi Reza belum menjawab. Sebetulnya ini membuat Rania semakin frustasi karena dia tidak bisa menebak semua yang ada dalam benak Reza."Za--""Sini!"Dan bukan menjawab lagi-lagi Reza malah menarik Rania mendekat saat dirinya sudah dalam posisi terlentang kembali."Kalau kau menyayangi bayi dalam kandunganmu, tidur Sweet J!"Rania tahu kalau dia tidak mungkin mendapatkan jawaban apapun.Rania juga tahu kalau dipaksakan, dia malah akan mendapatkan hukuman dari Reza.Lagian dia juga sudah kelelahan, jadi Rania berusaha untuk tak bicara lagi dan memejamkan matanya meski seseorang di sampingnya saat tahu tubuh Rania sudah lemas dan napasnya teratur menandakan Rania telah terlelap, dia malah membuka matanya.Dia tidak bangun dan menyingkirkan tubuh Rania menjauh darinya tapi memang matanya terbuka dan menatap ke langit-langit kamar itu.Tak ada yang dilakukannya kecuali hanya diam seperti patung dengan semua pikiran yang mengganggu di dalam benaknya.
"Mama!"Tapi pikiran Rania teralihkan dengan suara panggilan itu."Eh Marsha. Kamu cantik banget sayang!""Papa yang pakein baju Marsha.""Ow, benarkah? Sekarang papanya mana?"Rania tersenyum dan mendekat pada buah hatinya lalu mengecup kening putrinya.Dia menggunakan waterproof lipstick jadi tidak menempel."Silakan, Nyonya. Tuan sudah duluan ke lokasi dinner."Dan pelayan yang sudah mendekat baru saja memberikan arahan pada Rania.Sesuatu yang membuat hatinya merasa lega. Dipikirnya dia sudah membuat kesalahan tapi ternyata tidak. Acara makan malam itu belum dilaksanakan dan justru Rania melihat sesuatu yang membuat senyum di bibirnya terurai.Cantiknya! Reza mempersiapkan ini untukku dan Marsha? Hatinya tertegun sampai wanita itu tak sadar kalau senyumnya sedang diperhatikan oleh seseorang."Wah wajar sekali kalau cucuku sangat tertarik padamu dan menyukaimu. Kau sangat cantik sekali. Apalagi dengan make up yang seperti ini. Aku sangat beruntung karena cucuku memilih wanita yang t