Akhirnya Tessa ditempatkan satu kamar dengan Tamara. Meskipun Listy yakin jika Tessa hanya pura-pura pingsan saja untuk menghindari masalah anaknya. Tapi jika dilihat dari kondisi Tessa saat diangkat oleh suaminya tadi. Terlihat kalau tangannya Tessa terkulai lemas seperti orang yang benar-benar pingsan. Jadi, feeling dan kenyataan yang terlihat di depan mata Listy seolah tengah berperang saat ini. "Mama yakin deh, jika mamanya Tamara itu cuma pura-pura pingsan saja pa" ucapnya pada sang suami setelah meletakkan Tessa di ranjang sebelah ranjang Tamara. "Hush, jangan berpikiran negatif seperti itu sama orang lain ma". "Tapi kayaknya, dia memang beneran pingsan deh" Rudi memberikan pendapatnya tentang keadaan Tessa. Dia tidak melihat adanya kebohongan pada tubuh Tessa saat diangkat olehnya tadi. Bukan membelanya, hanya memberikan pendapat sesuai yang dia lihat dan rasakan saja. "Jangan-jangan papa naksir ya sama si manusia arogan itu" Listy terlihat begitu kesal karena mendengar pemb
"Bagaimana keadaan Bella sekarang?" tanya Rudi bernada khawatir. "Dia baik-baik saja pa. Hanya kelelahan dan terlalu banyak pikiran saja kata dokter tadi. Jadi, Bella sengaja dibiarkan oleh dokter untuk tidur lebih lama. Agar dia bisa beristirahat dengan baik. Sehingga dia bisa cepat pulih dari sakitnya" jawab Andi singkat. Sengaja Andi tidak memberitahukan bahwa Bella tengah menderita penyakit tipes kepada Rudi serta asam lambungnya juga naik. Bisa-bisa dia akan kena jurus seribu bahasa dari papanya. Ketika papanya mulai membuka mulut, maka bawelnya akan melebihi Listy sang mama. Andi lebih takut mendengar ceramah dari papanya, sebab akan membutuhkan waktu lebih lama ketimbang sang mama. Andi hanya perlu mengecup pipi sang mama untuk menyudahi ceramahnya. Tapi kalau ke papanya, dia tidak memiliki cara yang ampuh untuk meminta sang papa untuk berhenti menceramahinya. Jadi, Andi hanya bisa mendengar ocehan sang papa hingga selesai. "Syukurlah". "Siapa yang tengah terbaring di sofa s
"Sudah beres semuanya" Tamara berbicara kepada seseorang di sebuah panggilan. "Bagus, bantu aku keluar dan mamaku dari rumah sakit ini". "Ingat, jika aku sampai ditangkap oleh polisi. Kamu juga akan aku seret untuk ikut masuk ke dalam penjara. Kamu paham" Tamara memerintah kepada lawan bicaranya untuk mengikuti apa yang diucapkan. "Baguslah. Aku tunggu". Tamara menyunggingkan sebuah senyuman. Seolah-olah dia telah menang saat ini. Api kemarahan, kini begitu sangat membara dalam hatinya. Sekarang tujuan hidupnya adalah ingin menghancurkan hidup Bella dan membalaskan sakit hatinya kepada Andi. Sebab, Andi tidak pernah sedikitpun membalas perasaan yang dia miliki terhadapnya. Sikap dingin Andi kepadanya masih teringat jelas dalam memorinya. "Andi, tunggu saja pembalasan dariku". "Aku akan membiarkan dirimu untuk merasakan kebahagiaan bersama Bella untuk sementara waktu. Tunggu saja hadiah yang akan aku kirimkan kepada kalian berdua" "Akan aku buat kalian menyesal telah menyakitiku"
"Ma...." kata Tamara. Wajahnya memucat saat melihat kondisi Wulan yang tidak bergerak sama sekali. Tubuhnya lemas terkulai, padahal sebelumnya ia telah mengutuk Wulan agar secepatnya mati. Namun, setelah melihat tubuh kaku Wulan yang tak bergerak. Membuat tubuh Tamara gemetar ketakutan. "Apakah dia sudah mati ma?" tanya Tamara gagap. "Aku tidak tahu, mama juga tidak tahu". "Kamu itu bodoh sekali, kenapa kamu harus menekan bantalnya begitu kuat? Seharusnya kamu itu hanya menakutinya saja". "Kalau dia beneran mati. Kita bakalan akan masuk penjara. Kita ini sudah hampir masuk penjara. Tapi sekarang kamu hanya menambah dan memperburuk situasi saat ini" gumam Tessa dengan nada marah kepada Tamara. "Sebaiknya kita pergi dari sini saja ma. Kalau ada yang melihat perbuatan kita, kita tidak bisa kabur lagi" usul Tamara yang memucat karena takut. "Aku tidak mau masuk penjara ma. Aku tidak mau" Tamara terlihat sangat ketakut
"Eh Ruby, kamu bisakan menggugurkan kandungan?" tanya Tessa kepada Ruby, dia tidak setuju jika Tamara ingin mempertahankan kandungannya tersebut. Cukup sekali dia membiarkan Tamara mempertahankan kandungannya, hingga akhirnya hanya menyusahkan kehidupan mereka saja. Dan Tessa tidak hal itu terulang lagi. "Tergantung usia kandungannya juga tan, kalau masih muda bisa digugurin dengan obat sih tan. Biasanya digunakan oleh oknum tertentu secara ilegal" jawab Ruby. Secara dialah seorang perawat yang jelas tahu tentang masalah aborsi yang biasa dilakukan teman- teman sejawatnya. "Baguslah kalau begitu, sebaiknya kamu gugurin kandunganmu itu secepatnya Tamara. Mama tidak mau direpotkan dengan masalah kehamilan kamu ini" perintah Tessa kepada Tamara. Dengan raut wajah yang kesal karena telah mengalami hari yang buruk hari ini. "Mah, bisa nggak sih mulut mama itu diam nggak ngoceh terus. Kepalaku rasanya mau meledak tau mah"."Coba kebawelan mama itu dikurangi, stress aku kalau begini terus
Rudi menatap sedih melihat kondisi Nilam yang memprihatinkan saat ini. Ada rasa penyesalan didirinya karena membiarkan Nilam waktu itu pergi bersama Rafly. Rudi lah orang yang membantu Nilam untuk kabur dengan Rafly karena hubungan mereka tidak direstui oleh ayah Nilam. Ayah Nilam berniat ingin menjodohkan Nilam dengan dirinya. Namun Nilam menolak perjodohan tersebut, apalagi perjodohan tersebut dilakukan karena menguntungkan untuk bisnis kedua keluarga. Nilam tidak ingin dianggap sebagai barang yang dijadikan ajang untuk kepentingan dua keluarga yakni keluarga Dewantara dan keluarga Wardana. Rudi pun tidak menginginkan hal tersebut, karena kini dia sedang jatuh cinta dengan wanita misterius yang baru ditemuinya. Rudi juga tengah mencari-cari keberadaan si gadis misterius yang sudah memikat hatinya pada pertemuan pertamanya. Jadi dia juga menolak perjodohan dirinya dengan Nilam. Karena dirinya menganggap Nilam seperti adiknya sendiri. ***𝘍𝘭𝘢𝘴𝘩𝘣𝘢𝘤𝘬***Rudi tengah menunggu ked
"Nilam, besok malam kamu dan Rudi akan melangsungkan pertunangan" ucap Bima tiba-tiba saat mereka sedang makan malam. Anjas dan Marina hanya terdiam mendengar ayah dan ayah mertuanya memberitahukan berita baik tersebut. Namun itu justru merupakan berita petaka bagi Nilam."Maksud papa apa?" jawab Nilam lembut. Dia tidak berani menatap mata Bima, karena dia tahu betapa kerasnya watak sang papa. "Apa telingamu sudah tuli Nilam?" kalimat yang terdengar begitu singkat diucapkan oleh Bima tapi terasa bergidik bagi siapapun setelah mendengarnya."Tapi pa aku sama Rudi cuma..." belum sempat Nilam menyelesaikan kalimatnya. Bima meletakkan garpu dan sendoknya ke meja dengan begitu nyaringnya. Seperti dia tengah menggebrak meja makan pada saat itu. Suasana pun seketika menjadi hening, tak ada aktivitas tengah makan lagi diantara semuanya. Baik Nilam, Anjas maupun Marina."Tidak ada kata penolakan atau alasan apapun. Pokoknya besok malam kamu dan Rudi akan melangsungkan pertunangan" Bima menata
Nilam bertemu dengan Rafly ditaman tempat mereka biasanya ketemuan. Pertemuan mereka dibantu oleh pengasuh Nilam sejak kecil. Bi Fatimah lah orang yang selalu membantu Nilam untuk bisa keluar dari rumahnya."Mas, aku mau mohon sama kamu bawa aku pergi dari sini. Kita kabur saja mas, aku tidak mau dijodohkan sama papa mas" Nilam menangis dalam pelukan Rafly. "Tapi sayang, aku tidak ingin dianggap lelaki pengecut sama papamu karena membawamu pergi dan kabur dari sini" Rafly mencoba untuk menenangkan Nilam dan memberikan pengertian kepadanya bahwa yang dia katakan itu salah. "Tapi aku tidak mau dijodohkan dengan Rudi mas, aku menganggap dia seperti kakakku. Dia pun juga begitu, dia hanya menganggap aku seperti adiknya. Rasanya sulit bagi kami untuk menerima perjodohan ini mas" Nilam menjelaskan. Sebab, dia tau Rafly kadang merasa cemburu dengan Rudi. Dia pun yakin jika Rudi juga tidak menginginkan perjodohan ini. Apalagi dia tahu Rudi sedang mencari perempuan yang sudah membuat dirinya