Share

chapter 3

"Apa Maksudnya ini?" tanya Arman, dengan tatapan tak sukanya pada Indra.

"Mas..! Kamu kenapa kembali?" tanya Nisa tak nyaman, sambil berdiri disisi suaminya.

"Oh...! Jadi kamu nggak suka, jika aku mengganggu acara lamaran kalian?" tanya Arman ketus.

"Kamu ngomong apa sih, Mas?" tanya Nisa tak nyaman pada suaminya.

"Jadi begini kelakuan kamu di belakangku, Nisa?" tanya Arman lagi.

"Ini tidak seperti yang kamu bayangkan, Mas!" jelas Nisa serba salah.

"Lalu, seperti apa yang tidak aku bayangkan, Nisa?" tanya Arman kasar.

Indra yang merasa tak rela Nisa disudutkan, akhirnya tak mampu lagi menahan "Oh...! Jadi seperti ini kelakuan suami, yang kamu pertahankan, Nisa! Berkata kasar tanpa bertanya terlebih dahulu!"

"Apa maksud kamu, hah!" sambar Arman tak terima.

"Udah dong, Jangan ribut!" pinta Nisa sambil berusaha memisahkan.

"Orang kasar seperti ini, gak bisa dipertahankan, Nisa! Lebih baik ceraikan dia dan menikahlah denganku!" ucap Indra tanpa peduli dengan Arman.

"Indra....!" Nisa tak menyangka, jika indra senekat itu, melamar dirinya di depan Arman yang masih sah sebagai suaminya.

"Kamu gila ya? Nisa adalah istriku!" sambar Arman sambil menyembunyikan tubuh Nisa dibelakangnya.

"Hahaha....! Apa kamu pikir kamu pantas berada disisi wanita sebaik dan selembut Nisa, hah!" ucap Indra sambil memandang rendah Arman.

Nisa yang dari tadi hanya melihat perdebatan itu tak mampu berbuat apa-apa.

"Lalu, siapa yang pantas mendampingi Nisa! Kamu?" tantang Arman tak mau kalah.

"Ya..! Aku dan Nisa adalah sepasang kekasih, dan kami..! Akan melanjutkan kisah asmara kami pada sebuah pernikahan!" jawab Indra dengan jelas.

"Cukup...! Kalian berdua apa-apaan sih?" teriak Nisa dari samping Arman.

"Nisa..!"

"Nisa..!"

Serempak dua orang laki-laki dewasa itu menoleh ke arah Nisa.

"Sayang, kamu harus mendengar saran aku, dan kita akan membangun rumahtangga seperti impian kita dulu, ya!" ungkap Indra dengan tatapan memohon.

"Nggak.. nggak, Nisa! Kamu jangan dengerin ucapan laki-laki ini, Nisa!" ujar Arman seketika panik melihat kesungguhan Indra.

"Kamu gak punya hak meminta Nisa, untuk menjadi istri kamu, brengsek!" lanjut Arman emosi.

"Hei, broo! Aku tau bagaimana menderitanya Nisa selama jadi istri kamu!" ungkap Indra mencemooh.

"Nisa, aku mohon Nisa! Ceraikan laki-laki ini, dan aku akan menikahi kamu!"

"Bugh...!" Arman tak mampu lagi menahan kekesalannya.

Seketika Indra mendapatkan pukulan di wajahnya, dan menyebabkan ia terjatuh ke lantai.

"Indra...!" reflek Nisa memanggil nama Indra, dan bergegas menghampirinya.

"Kamu nggak kenapa-kenapa 'kan?" tanya Nisa khawatir, tanpa sadar jika saat ini ia bukanlah siapa-siapa indra.

Arman, yang melihat bagaimana reaksi istrinya pada laki-laki lain, merasa cemburu, dan dia pun kembali melayangkan pukulan kepada Indra.

"Bugh..!"

"Akh...!"

"Hentikan....!!" bentak Nisa sambil menatap Arman tajam.

"Kamu apa-apaan sih Mas, kenapa harus sampai memukul Indra seperti itu?" tutur Nisa yang merasa kesal dengan kelakuan Arman yang kasar.

"Kamu yang apa-apaan, Nisa? Kenapa kamu membela orang, yang udah berniat menghancurkan rumahtangga kita?" tanya balik Arman tak kalah kesal.

Sejenak suasana menjadi hening. Ketiga orang dewasa itu hanya saling pandang dan mulai menyadari posisi masingmasing.

"Maaf...! Aku hanya tidak ingin terjadi kekerasan!" ungkap Nisa sambil beranjak masuk ke dalam rumah.

"Tunggu, Nisa!" panggil Indra seraya bangkit dari lantai.

Arman yang melihat gelagat indra, langsung bergegas menghampiri.

"Stop...! Jangan pernah kamu masuk ke dalam rumah ini!" tegur Arman.

"Oke..! Aku tidak akan masuk ke dalam rumahmu, asal ijinkan Nisa untuk ikut bersamaku!" ungkap Indra tak kalah tegas.

"Apa maksud kamu! Dan jangan pernah berpikir untuk merusak rumahtangga kami!" Arman pun berlalu dan masuk terlebih dahulu ke dalam rumah.

"Mas..!" panggil Nisa.

Mendengar panggilan istrinya, Arman berhenti dan tanpa menoleh ia berkata "Aku tidak akan melepaskan dirimu untuk dia!" Arman pun melanjutkan langkahnya, meninggalkan dua orang yang hanya saling pandang.

"Nisa..! Kumohon Nisa, jangan bertahan dengan pernikahan yang toxcik seperti ini!" ujar Indra kekeh dengan rencananya.

"Cukup Indra! Kamu tidak berhak untuk menilai rumahtangga kami!" tegas Nisa.

"Nisa...! Aku tau bagaimana situasi rumahtangga yang kamu banggakan ini!"

"Cukup Indra, cukup! Sekalipun rumahtangga kami hancur, bukan hak kamu untuk memberi penilaian buruk, dan berpikir aku mau menikah lagi denganmu!" Bentak Nisa.

"Dengar Nisa! Aku tidak akan menyerah, aku akan buktikan jika aku mencintaimu, dan akan aku perjuangkan sesuatu yang berharga dalam hidupku! Camkan itu!"ungkap Indra sambil berniat pergi.

Nisa yang mendengar kata-kata Indra merasa gelisah "Tunggu Indra!"

Indra yang telah berniat pergi pun menghentikan langkahnya dan tersenyum, ia merasa yakin jika Nisa masih mencintainya.

"Kenapa lagi, Nisa? Apa kamu berubah pikiran, hmm..?" tanya Indra dengan tatapan lembut.

"Aku...!" Nisa tak sempat melanjutkan kata-katanya, saat ia melihat kemunculan suaminya.

,"Mas..!" Hanya itu kata yang terucap dari bibir Nisa.

"Kamu..! Masih betah juga kamu bertahan di rumahku!" ujar Arman sambil memandang tajam Indra.

"Ho..ho..! Ternyata ada orang yang sedang cemburu?" sindir Indra sambil tersenyum mengejek.

"Apa belum cukup aku menghajarmu! Cepat pergi, dan jangan pernah kamu berpikir, untuk merampas Nisa dariku!" sarkas Arman.

"Hei.. broo! Nisa bukan barang, yang bisa kamu pertahankan, meskipun kamu tidak lagi membutuhkannya!" jawab Indra tak kalah tegas.

"Apa urusanmu, meskipun aku menyakitinya, memangnya apa yang bisa kamu lakukan, hm..!" sambil berkata, Arman menarik paksa Nisa ke sisinya.

Melihat perlakuan kasar Arman, indra langsung menarik kerah baju Arman "Jangan pernah menyakiti wanita yang aku cintai, meskipun saat ini statusnya adalah istrimu!"

"Kita lihat saja, apa yang akan kamu lakukan, dan apa yang akan terjadi jika kamu masih mencampuri urusan rumah tanggaku!" jawab Arman santai, sambil melepaskan tangan indra dari bajunya.

Nisa yang melihat bagaimana pedulinya Indra terhadap dirinya.

Dan melihat bagaimana angkuhnya Arman, seakan tak terima jika dirinya dianggap tak penting dan lemah.

"Cukup..! Aku tidak ingin ada perdebatan lagi. Indra, pulanglah dan biarkan aku dengan kehidupanku!"

"Dan Mas Arman, jika memang ingin kembali ke kantor, pergilah!" Tanpa berkata lagi, Nisa langsung masuk ke dalam rumah.

Melihat Nisa pergi begitu saja, Arman langsung tersenyum "Lihatlah, bukankah itu tandanya, jika dia masih memilihku! Dan kamu, silahkan tinggalkan rumah ini, dan jangan pernah kembali ke rumah ini lagi!" ucap Arman sambil berlalu meninggalkan indra yang masih mematung.

"Hei...! Jangan pernah kamu berpikir aku akan mundur untuk mendapatkan wanita yang aku cintai. Dan asal kamu tau, diantara aku dan Nisa, telah lahir buah cinta kami!" teriak Indra.

Mendengar apa yang dikatakan Indra, Arman seketika baru menyadari, jika sosok yang berdebat dengannya, adalah mantan suami dari istrinya.

Arman berhenti dan berbalik arah memandang Indra.

"Jangan pernah kamu berniat, untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan! Dan aku tidak akan tinggal diam!" Arman pun melanjutkan langkahnya ke arah mobil, dan langsung pergi.

Indra memandang pintu yang tertutup rapat di depannya. Ia bertekad untuk tetap memperjuangkan Nisa dan putranya.

Sementara Nisa, yang sejak tadi hanya duduk diam di kursi makan, masih memikirkan pertemuannya dengan Indra.

Sejujurnya, Nisa masih menyimpan rasa pada ayah dari putranya itu. Namun, jika mengingat, bagaimana mantan mertuanya yang begitu tidak menginginkan kehadirannya, membuat Nisa kembali bersedih.

Berbeda dengan Nisa, Arman saat ini masih merasa kesal, dan ada sedikit ketakutan dalam hatinya. Ia seolah takut jika istrinya berpaling pada cinta masa lalunya, dan pergi meninggalkannya.

Lama Arman berkecamuk dengan pikiran dan hatinya. Ingin melepaskan Nisa, tapi ia masih sayang. Namun saat ini, ia juga mempunyai wanita lain, yang juga ia cintai.

"Huft.....! Mengapa aku seakan tak rela melepaskan Nisa? Tapi...! Bagaimana dengan Sherly? Belum lagi laki-laki bajingan itu begitu menginginkan Nisa."

Arman masih berpacu dan berdebat dengan pikirannya.

Tak terasa waktu seminggu berlalu begitu saja, dan masalah yang sempat hadir di dalam rumah tangganya pun seakan dilupakan.

Tak ada yang membahas masalah kedatangan Indra. Baik Nisa yang memang tak ingin berdebat dengan suaminya, dan Arman pun seolah hanya mendiamkan prihal itu.

Disaat Nisa sedang duduk sendiri di taman belakang sendiri, ia kembali teringat dengan setiap kata yang diucapkan mertua dan adik iparnya yang selalu menganggap dirinya adalah benalu di kehidupan Arman.

"Apa yang harus aku lakukan untuk mempunyai penghasilan."

Jika ingin kerja, pasti tidak akan diijinkan! Jika kerja dari rumah? Tapi kerja apa?" ujar Nisa meracau sendiri.

Dalam kebingungannya, Nisa teringat dengan teman akrabnya satu desa yang juga tinggal di kota ini, dan rumahnya juga tidak terlalu jauh dari sini.

"Hm....bukankah? Yes, aku punya jalan keluarnya. Aku akan punya kerja, dan punya penghasilan sendiri. Aku akan keluar dari keadaan yang menyesakkan ini secepatnya!" gumam Nisa dengan segala rencana yang melintas di pikirannya.

"Kita lihat saja Ibu mertua, akan aku buat kalian tak berkutik lagi di depanku." Nisa tersenyum smirk dengan rencananya, untuk membungkam mulut kedua wanita, yang selalu menghinanya selama ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status