Aku mengerjap, merasakan tenggorokan yang tiba-tiba meringkai. Mataku mencalang ke setiap sudut kamar. Aroma bunga mawar yang sengaja dihias untuk memperindah kamar pengantin ini, mengisi rongga-rongga indera penciuman.
Kulirik sebelah tempat tidur. Tak ada Kevan di sana. Pelan, napasku terembus. Kemana lelaki itu? Kusibak selimut yang menutupi sebagian tubuh. Hawa dingin menyambut ketika kaki ini menyentuh permukaan lantai untuk pertama kali.
Kutarik gagang pintu kamar hingga terbuka setengah, netraku terpaku pada sosok yang sedang duduk di balkon apartemen. Dia mengisap rokoknya dan membuat kepulan asap di udara. Posisi Kevan agak menyamping sehingga dapat terlihat ekspresi wajahnya. Dia menerawang, rambutnya berantakan. Aku tahu dia kecewa pada dirinya sendiri saat ini.
Kuuru
Lelaki itu sedang membersihkan dirinya di kamar mandi ketika aku masih bergelung di balik selimut. Suara shower air yang beradu dengan lantai-lah yang membuatku terjaga dari tidur. Perlahan, tanganku mulai menggapai nakas dan menemukan benda persegi panjang di sana. Pukul lima pagi, waktu yang tertera pada layarnya. Aku mendesah. Ini masih terlalu pagi untuk mandi, bukan?Baru dua hari menikah, sudah banyak sekali perbedaan yang ditemukan. Sahabatku itu sosok yang rajin, penggila kebersihan dan sangat memperhatikan penampilan. Dalam satu hari, dia bisa mandi sebanyak tiga kali. Rajin membersihkan wajah dan meletakkan segala sesuatunya tepat di tempatnya.Sedangkan aku? Ah, jangan ditanya. Mandi dua kali sehari saja itu sudah termasuk hal yang keren. Bukannya malas, tapi karena kebiasaan seringkali pulang malam dari kantor. Apalagi kata orang, mandi malam itu
Dua hari setelah Ayahnya dimakamkan, Kevan mulai sibuk mengurus bisnisnya lagi. Dia seperti sengaja menyibukkan diri sendiri supaya tak terlalu lama larut dalam kesedihan. Aku justru khawatir. Kevan menjadi sosok yang lebih banyak diam sekarang. Setiap kali ditanya apakah ia baik-baik saja. Ia akan selalu menjawab hal yang sama. Selalu baik-baik saja dan berusaha memberikan senyum terbaik. Walaupun kenyataannya aku tahu, dia menyimpan sesuatu.Aku lebih suka Kevan yang cerewet dan ceplas ceplos daripada Kevan yang seperti ini. Jauh di dalam lubuk hati, aku mulai merindukan sosoknya yang dulu, jail dan sering kali membuat kesal.Mungkin karena status di antara kami yang berubah, akhir-akhir ini aku menjadi lebih peduli terhadap Kevan. Seringkali khawatir jika ia pulang larut malam. Bukan karena cemburu atau takut dia tergoda laki-laki lain. Tapi khawatir jika dia sampai jatuh sakit akibat terlalu memaksakan diri dalam bekerja.Karena alasan ters
"Wah Vis, gue seneng banget! Akhirnya lo nyusul juga! Gue pasti dateng sama Kevan!" teriakku histeris ketika tiba-tiba Avisa mendatangiku di Vitamin Sea Resto dan memberikan kartu undangan dengan dua nama calon mempelai yang tercetak jelas di sana. Dua kebahagiaan dalam waktu bersamaan. Pertama, aku sudah sangat merindukannya. Sudah dua tahun sejak acara pernikahanku, akami tak lagi bertemu, dan pertemuan ini untuk yang pertama kali. Kedua, karena dia datang bukan tanpa tujuan, melainkan karena ingin memberikan undangan. Dia akan menikah. Kesibukan di antara kami membuat hal yang dulu mudah dilakukan sewaktu lajang, menjadi sulit ketika sudah menikah. Sulit karena dia sedang sibuk mempersiapkan pernikahan, sedangkan aku sibuk mengurus rumah tangga sekaligus usaha yang sedang kujalankan bersama Kevan. Kevan sedang memberikan pengarahan pada para karyawan ketika Avisa datang. Dia duduk tak jauh dari tempatku. Sesekali lel
Menikah adalah proses melebur segala ego. Melebur segala keinginan hati yang sekiranya tak ada manfaatnya untuk kepentingan bersama. Jika dulu ketika masih lajang aku selalu menggunakan akhir pekan untuk bermalas-malasan dan mencari hiburan dengan berjalan-jalan, kini ketika sudah menikah semua itu harus aku tinggalkan.Aku dan Kevan belajar lebih fokus sekarang. Kevan lebih fokus dalam mencari uang karena dia sadar posisinya saat ini. Sedangkan aku, lebih fokus menjadi istri yang baik, mengurus segala keperluannya. Walaupun sedari dulu ia sudah mandiri. Tapi tetap saja itu tugasku sekaranf. Jadi aku usahakan untuk membantu sebelum ia meminta.Aku dan Kevan juga belajar menjadi anak yang lebih baik bagi orang tua kami. Walaupun status sudah berganti, namun aku dan Kevan memutuskan untuk tidak meninggalkan begitu saja tugas anak terhadap orang tua.
Hari ini, aku ikut kembali membantu di Vitamin Sea, seperti biasanya. Semenjak menikah, hari-hariku dibagi antara mengurus rumah tangga dan mengurus bisnis yang aku rintis bersama Kevan. Jika Kevan sedang sibuk mengurus bisnisnya yang lain, biasanya aku akan datang ke Vitamin Sea Resto seorang diri, mengendarai mobil sendiri, itu pun setelah pekerjaan rumah tangga sudah selesai aku kerjakan.Di resto aku tak memfokuskan mengerjakan satu bidang saja. Semua bisa kulakukan, mulai urusan dapur hingga keuangan. Supaya jika salah satu bagian mendapatkan kesulitan, maka aku bisa cepat tanggap memberikan jalan keluar. Bisnis yang baik memang harus seperti itu bukan?"Itu siapa, Kev?" tanyaku ketika baru keluar dari pantry Vitamin Sea Resto.Tadi sempat kulihat Kevan sedang mengobrol dengan seorang wanita muda. Pakaiannya terlihat seksi. Roknya mini dan kemeja yang dikenakannya terlalu ketat di badan. Aku risih melihatnya.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Kevan masih belum pulang. Kemana lelaki itu? Ponselnya pun mati, aku sulit menghubungi.Aku mondar mandir di ruang keluarga, merasa tak tenang sendiri. Dia juga tak berusaha menghubungi.Tadi aku menghubungi Resto, katanya setelah maghrib Kevan berpamitan pulang. Lantas kenapa sampai sekarang dia masih belum sampai rumah juga?Ada apa dengan Kevan? Mobilnya kenapa? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi padanya?Lima belas menit kemudian, suara deru mobil masuk ke halaman rumah. Aku berjalan keluar dan menemukan mobil Kevan terparkir di sana. Setelah mesin mobil mati, lelaki yang sejak tadi kutunggu kepulangannya itu pun turun dari mobil.Dia nampak sehat-sehat saja. Tak ada sesuatu yang terjadi. Syukurlah, aku lega ...."Dari mana kamu kok jam segini baru pulang, Kev?" tanyaku khawatir.Kevan merangkul lenganku
Kevan tak bisa diharapkan. Dia sulit diajak bicara dan bekerja sama. Kalau begitu, aku harus melakukan sesuatu. Aku harus menghalangi Sandra mendekati Kevan. Entah bagaimana caranya, aku harus menghentikan niat buruknya.Maka, pagi ini sengaja aku bangun lebih pagi. Kuselesaikan semua pekerjaan rumah lebih dulu supaya bisa berangkat bersama-sama dengan Kevan. Hari ini aku akan mengikuti kemana pun Kevan pergi. Supaya si Penggoda itu tak memiliki celah sama sekali dalam mendekati suamiku.Terserahlah jika aku dianggap posesif. Jika bukan aku yang menjaga rumah tangga sendiri, lantas siapa?"Kamu mau kemana, Ay? Pagi-pagi udah rapi," tanya Kevan bingung.Lelaki ini memandangiku dari ujung kepala hingga kaki. Aku memang sudah rapi sejak lima menit yang lalu. Hari ini aku mengenakan kaos yang bagian dadanya agak rendah sehingga memperlihatkan bagian dadaku yang tak seberapa ini. Kupadukan dengan blazer dan juga celana jeans. Kali ini aku memakai high heels de
Dari dalam ruangan Kevan yang berdinding kaca, aku dapat melihat Sandra berkali-kali mondar mandir, berpura-pura menuju kamar mandi yang ada di lorong ujung. Memang kalau mau ke kamar mandi pasti melewati ruanganku dan Kevan terlebih dahulu.Namun aku tahu, pasti bukan kamar mandi tujuan utama gadis itu. Melainkan Kevan yang ingin dia lihat. Logika saja, mana mungkin dia ke kamar mandi setiap lima menit sekali. Memangnya dia sedang diare? Ini sudah kuperhatikan sejak tadi, kurang lebih sudah sepuluh kali ia lewat.Dan setiap kali dia lewat, pandangannya terus tertuju ke tempat aku dan Kevan kini sedang berada.Gadis itu seperti ingin memastikan aku sudah pulang atau belum. Entahlah, perasaanku yang mengatakan demikian. Maafkan aku Tuhan, jika akhir-akhir ini hatiku selalu diliputi perasaan negatif. Namun, perempuan kan selalu identik dengan perasaannya yang sensitif dan teramat peka. Jadi, kupikir apa yang kulakukan ini ta