Gunther menahan tawanya mendengar penjelasan Lisette yang membawa nama Warren. Warren tidak ambil pusing. Dia malah senang sahabat Karleen berpikir seperti itu mengenai dirinya dan Karleen. Berbanding terbalik, Karleen tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Dia pikir hubungan mereka tidak sejauh yang Lisette pikirkan. “Bisakah kami bergabung di sini?” tanya Gunther setelah dirinya tidak ada sugesti ingin tertawa. “Boleh Komandan,” jawab Lisette. Gunther berinisiatif duduk di sebelah Lisette. Warren melempar senyum kepada Gunther karena sudah tahu keadaan bahwa dirinya ingin duduk di sebelah Karleen. “Kalian belum mengambil makanan?” Gunther bertanya setelah melihat meja di depan Lisette dan Karleen kosong. “Ah, kami baru saja ingin mengambil sekarang.” Lisette menjawab pertanyaan Gunther. Karleen langsung berdiri dan memberi kode kepada Lisette untuk segera mengambil makanan mereka dengan cepat. “Kami permisi mengambil makanan dulu, Kapten dan Komandan!” kata Karleen yang kemu
Conrad yang menunggang Apsel sudah sampai di desa Kaufungen. Dia menuruni Apsel dan menuntun Apsel untuk berjalan bersebelahan dengannya. Kepalanya berpendar memerhatikan desa tersebut. Seingat dirinya, Panti Asuhan Hoffnungen berada di sudut desa.Benar saja, setelah berjalan kurang lebih dua kilo meter dari tempatnya menuruni Apsel, Conrad menemukan sebuah panti asuhan yang terlihat sangat baik. Panti asuhan itu berupa gedung bertingkat yang dari jauh terlihat megah. Conrad mengikat Apsel di sebuah pohon di seberang panti asuhan. Karena berada di sudut desa, panti asuhan ini tidak berada di pemukiman penduduk.Conrad mendekati seorang ibu paruh baya yang sedang menyapu di halaman. “Selamat pagi bu, saya Conrad Buhler ingin bertemu dengan Bibi Eva.”Seketika itu, ibu paruh baya yang sedang menyapu menghentikan aktivitasnya. “Kebetulan saya sendiri Bibi Eva. Apa yang membawa Nak Conrad kemari?”“Saya walinya Karleen, ingin mengambil sebuah surat,” ucap Conrad. Bibi Eva terlihat sediki
Bibi Eva menuangkan teh ke dalam cangkir untuk Conrad dan dirinya. Conrad tersenyum setelah dipersilakan untuk minum. Matanya mengerjap-ngerjap, merasakan lezatnya teh buatan Bibi Eva.“Tehnya sangat lezat, Bi,” puji Conrad. Bibi Eva tersenyum.“Terima kasih, Bibi takut tehnya tidak sesuai dengan seleramu.” Conrad menyesap perlahan, tanpa disadari dia sudah menghabiskan setengah cangkir. Bibi Eva tersenyum melihat Conrad yang terlihat sangat menyukai teh buatan dirinya.“Nak Conrad, Bibi tahu tujuanmu ke sini apa.” Conrad tersenyum menatap Bibi Eva.“Bagaimana bisa Bibi masih mengingat hal itu meskipun sudah hampir 19 tahun lamanya?” tanya Conrad.“Itu karena ibu Bibi yang memberi amanah kepada Bibi. Tidak mungkin Bibi melupakannya karena itu sudah menjadi tugas Bibi di sini. Tunggu sebentar ya Nak Conrad, Bibi akan mengambil surat itu di kamar Bibi.”Conrad mengiyakan. Dia menghela napas. Keheningan membuatnya kembali berpikir, hal apa yang ditulis oleh Nyonya Freiberg di surat itu.
Karleen dan Lisette sudah berkumpul di auditorium. Upacara pembukaan yang awalnya direncanakan dilaksanakan di lapangan tidak jadi. Cuaca tiba-tiba menjadi tidak bersahabat. Karleen mencoba melafalkan pidato yang sudah dipersiapkannya malam tadi. Mulutnya komat-kamit mengulang hal-hal yang sudah dia tuliskan.Tidak lama setelah itu, beberapa senior yang tergabung dalam kumpulan para komandan menginstruksikan para calon prajurit untuk berbaris sesuai regunya. Karleen berpisah dari Lisette. Meskipun begitu, mereka berdua berbaris bersebelahan. Dari barisannya, Karleen melempar senyum kepada Gunther yang sedang berdiri rapi di sebelah kanan barisan terdepan.Mata Karleen berkeliling mencari Edwyn yang berada di regu sebelah. Edwyn berdiri di barisan tiga dari belakang. Karleen melambaikan tangannya saat pandangan Edwyn terkunci padanya. Edwyn hanya tersenyum tipis, kemudian mengalihkan pandangannya dari Karleen. Karleen teringat dengan percakap
Mayor Jenderal berdiskusi dengan Letnan mengenai berita yang didapatkannya tadi. Beberapa demon terlihat muncul di hutan bagian selatan Kassel. Beberapa utusan prajurit divisi kavalier sudah bersiap untuk menghabisi para demon.“Aku tidak memiliki prediksi bahwa demon akan muncul dalam jumlah yang lumayan banyak di hutan.” Perkataan Mayor Jenderal hanya direspon dengan anggukan oleh Letnan.Dua kapten dari dua divisi yang berbeda yaitu kavalier dan datang menghadap kepada Mayor Jenderal.“Kapten Bauer, apakah ini termasuk dalam prediksimu?” tanya Mayor Jenderal setelah dia memberi hormat kepada Mayor Jenderal.“Tidak Mayor, bahkan saya dan subordinat saya memprediksi bahwa mereka tidak akan muncul dalam beberapa bulan ke depan. Meskipun begitu, sepertinya kemunculan mereka dari sumber yang sama meskipun tidak di lokasi yang tepat. Asumsi saya bahwa hanya beberapa celah l
Letnan permisi meninggalkan kantor Mayor Jenderal. Dia menuju kantornya yang terletak di sudut gedung. Tidak ada siapa pun yang melihat pergerakannya bersama bawahannya. Di dalam ruangan, terdapat tujuh orang berpakaian hitam.“Di mana kalian menemukan aura merah itu?” tanya Luigi sesampainya di ruangan. Mereka tidak perlu khawatir ada yang menguping karena ruangan itu sudah kedap suara.“Danau di Niestetal, Kapten.” Salah satu dari orang yang mengenakan pakaian hitam bersuara.“Tidak jauh dari sini rupanya.” Letnan Kolonel itu tersenyum sinis. Jika dia berhasil menangkap aura merah itu, tidak lama lagi rencananya akan terwujud.“Kau! Keluarkan bola hitam yang kupinta seminggu yang lalu!” Luigi menunjuk laki-laki yang berambut pirang. Dengan tunduknya, laki-laki itu mengeluarkan bola hitam dari jubahnya sesuai dengan perintah Luigi.
Kenan menghembuskan napasnya lega ketika sihir proteksinya bekerja dengan baik. Dia tidak menyangka waktu santainya di pinggir danau diinterupsi oleh segerombolan orang aneh berbaju hitam. Untung saja saat Kenan merasakan pergerakan gerombolan itu kembali ke danau, Kenan sudah membuka portal menuju Ulm dan memaksa Jen untuk kembali ke kastil.Kenan bersembunyi di atas pohon yang tinggi agar bisa mengawasi tujuh orang berbaju hitam itu mencari dirinya. Dia juga mengawasi laki-laki paruh baya yang mengenakan seragam putih berteriak memberi mereka instruksi. Berkat kemampuan mendengarnya yang sangat bagus, dia bisa mendengar tujuan mereka mencari dirinya, aura merah. Mereka memanggil dirinya aura merah. Sebelum mereka berdelapan hilang ke dalam kabut, Kenan bisa mendengar instruksi terakhir dari laki-laki berbaju putih.“Sialan!” Kenan mengacak rambutnya frustasi. Jika saja pelukis itu bisa menggambarkan ciri-ciri Kenan dengan
Protokoler sempat memberitahu bahwasannya calon prajurit memiliki waktu bebas untuk hari ini dan hari esok. Jika mereka ingin berjalan-jalan di kota harus meminta izin Kapten Administrasi. Karleen mengajak Lisette untuk menggunakan kesempatan yang mereka miliki pada hari ini. Tentu saja mereka akan mengajak Edwyn. Jika memungkinkan Karleen akan mengajak Warren dan Gunther untuk berjalan-jalan bersama.“Lisette! Dimana Edwyn?” tanya Karleen setelah berusaha mencari keberadaan Edwyn.“Dia sedang bersama teman-teman barunya,” jawab Lisette yang terdengar tidak bersemangat.“Apa kau ingin jalan-jalan ke pusat kota, Lisette? Jika kau ingin kita bisa pergi bersama Edwyn. Hmm, mungkin saja kita juga bisa mengajak Kapten Warren dan Komandan Gunther,” kata Karleen diakhir dengan kekehannya.“Boleh sekali Karleen! Tapi bagaimana kita bisa mengajak Edwyn pergi ber