Jeff berdiri di luar ruangan bayi dan menarik napas dalam-dalam. Dalam keheningan, ia menatap anaknya yang tengah tidur lelap dengan kedua tangan mungilnya di samping wajah malaikatnya. "Apakah benar, dia bukan anakku? Apakah mungkin Meliza mengkhianatiku?" gumam Jeff dengan suara parau. Kepalanya berkecamuk, mencoba mencari tahu kebenaran di balik ucapan Wilson yang begitu menyakitkan."Tidak, aku harus melakukan tes DNA," batin Jeff, berusaha menenangkan diri dan mencari cara terbaik untuk menyelesaikan persoalan ini. Sementara Meliza terbangun dan menyadari keadaan bayinya yang tidak normal. Air matanya menetes tanpa henti, menyesali keputusannya untuk melahirkan anak yang tidak sempurna. "Bagaimana aku bisa menerima seorang anak yang tidak normal. Sungguh memalukan," ucapnya sambil menangis histeris. Meliza merasa tidak sanggup untuk menghadapi kenyataan ini karena malu, "Lebih baik aku kabur saja, biar Jeff yang merasakan semua beban ini," pikirnya sambil meraih tasnya dan ing
Malam itu, karena permintaan si kembar, Wilson dan Viyone kembali ke rumah mereka. Mereka berdua terlihat begitu cemas dan juga bahagia ketika tiba di rumah. Di tangan mereka, ada Chris dan Vic yang telah tertidur pulas dalam gendongan Wilson dan Viyone. Perlahan, mereka membuka pintu kamar dan menghampiri ranjang putra mereka. Dengan hati-hati, Wilson menidurkan Chris di sebelah kiri ranjang, sedangkan Viyone meletakkan Vic di sebelah kanan. Wajah mereka penuh dengan rasa sayang dan kelembutan saat melihat anak-anak mereka tidur dengan tenang. "Mimpi yang indah," bisik Wilson lembut sambil mencium pipi Chris yang mungil. Sementara itu, Viyone tak mau ketinggalan mencium dahi Vic yang tertutup rambut lembutnya, lalu ia juga mencium dahi Chris. Setelah itu, Wilson menatap Viyone dan berkata, "Aku akan menemui Nick dan yang lain. Tolong temani anak-anak di sini ya." Viyone mengangguk dan tersenyum, "Tentu saja, Aku akan menjaga anak-anak dengan baik di sini." Wilson tersenyum kemb
Keesokan harinya, Chris dan Vic terbangun dari tidur panjang mereka. Mereka telah menghabiskan malam dengan terlelap dalam dekapan kedua orangtua mereka yang penuh kasih sayang. "Chris, Vic, bagaimana dengan kalian? Apakah masih merasa tidak nyaman?" tanya Viyone, yang sangat perhatian. "Papa akan meminta dokter datang periksa kondisi kalian lagi," ujar Wilson, yang duduk di tepi kasur, menatap kedua anaknya dengan penuh kekhawatiran. Chris segera menjawab dengan tenang, "Papa, tidak perlu. Aku sudah merasa lebih baik sekarang." Sementara itu, Vic, mengeluh dengan ekspresi wajah yang tidak suka, "Demamku sudah turun, aku tidak mau minum obat lagi." Kemudian, Vic beralih pada ibunya dan dengan sikap manja meminta, "Mama, aku ingin makan makanan buatanmu." Viyone tersenyum lembut dan mengelus kepala Vic, "Baiklah, mama akan membuatkan makanan kesukaan kalian." Sesaat kemudian Viyone meninggalkan kamar si-kembar dan menuju ke dapur. Sementara Wilson menemani kedua putranya itu."Pa
Jeff yang kesal dengan hinaan Meliza, langsung melayangkan tangannya menampar wajah wanita itu dengan keras. "Plak!"Tamparan keras itu membuat wajah Meliza kesakitan. "Aahh!" jeritnya.Jeff menatap Meliza dengan penuh amarah. "Aku salah besar karena tertarik padamu dan memilihmu. Pernikahanku hancur karena aku dibutakan oleh jalang sepertimu. Anakku meninggal karena kebodohanku dan termakan hasutanmu sehingga aku menyalahkan Viyone. Dibandingkan dengan dirinya, kau sama sekali tidak layak. Bahkan kau tidak sebanding dengan ujung kaki jarinya," ketus Jeff dengan kesal.Meliza tertawa sinis mendengar ucapan Jeff. "Sekarang kau membandingkan aku setelah kau mendapati anak itu cacat dan bukan anakmu. Apakah kau sudah lupa saat kau merayuku dan sering meniduriku sehingga tidak peduli dengan istrimu yang sedang menderita saat hamil darah dagingmu? Semua ini adalah karmamu, Jeff!" jawab Meliza sambil tertawa.Wajah Jeff memerah, menahan amarah yang memuncak. "Mulai hari ini aku tidak ingin m
Mendengar suara Vic yang berjalan menuruni anak tangga, Ramos tersenyum sambil menggendong Chris. "Hei, Bocah, apa kabarmu, ha?" tanya Ramos dengan nada ramah. Vic mendekat dengan wajah yang tidak begitu ramah, "Aku sehat-sehat saja! Paman, cepat turunkan kakakku. Jangan sentuh kakakku sembarangan!" ujarnya sambil melirik tajam pada Ramos. Ramos tertawa kecil, "Kamu memang tidak pernah berubah. Dari dulu sampai sekarang tetap sombong," ejeknya sambil meletakkan Chris di lantai dengan lembut. Tepat saat itu, Wilson muncul dari koridor lantai dasar dan berjalan menuju ke ruang tamu. Ia tampak terkejut melihat Ramos di rumahnya, "Kenapa kamu bisa datang?" tanyanya dengan raut wajah penuh keheranan. Ramos mengangkat bahu, "Ah, aku hanya ingin melihat keadaan keluargamu. Tidak ada salahnya kan, Wilson?" balasnya dengan senyum sinis. Vic berdiri di samping Wilson, masih dengan tatapan dinginnya yang terarah pada Ramos. "Paman datang pasti ada sesuatu."Ramos tertawa mendengar ucapan Vi
Vic melirik tajam ke arah kakaknya, yang menyembur minuman ke wajahnya sehingga basah kuyup. Vic mengelap wajah mungilnya hingga kering."Uhuk...uhuk...," suara batuk Chris yang tersedak minuman terdengar akibat mendengar pertanyaan adiknya itu."Chris, kamu tidak apa-apa?" tanya Viyone yang menepuk punggung putranya dengan perlahan."Aku tidak apa-apa, Ma," jawab Chris sambil berusaha mengatur napasnya."Mama belum menjawab pertanyaanku," ujar Vic yang masih penasaran dan menatap ibunya dengan mata penuh harap.Viyone menatap kedua anaknya sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Vic, pertanyaanmu sangat sulit dijawab," kata Viyone dengan nada lembut namun tegas. "Ada hal-hal yang lebih baik diketahui saat kamu lebih dewasa.""Tapi, Ma..." protes Vic, merasa kecewa karena rasa ingin tahunya belum terpuaskan."Vic, mama hanya ingin melindungimu," ujar Viyone sambil merangkul bahu anaknya. "Suatu hari nanti, kamu akan mengerti."Chris, yang sudah lebih tenang, memandang adiknya
Tanpa ragu, Wilson mencium bibir Viyone dengan lembut, membuat wanita itu terkesiap sejenak. Pelukannya semakin erat seakan tidak ingin melepaskan istrinya di malam itu. Selama menikah, ia belum pernah menyentuh istrinya dengan penuh kelembutan dan cinta. Kini, ia merasa saatnya untuk menunjukkan betapa ia mencintai Viyone. Malam itu, Wilson ingin segera memiliki istrinya dengan seutuhnya. Ciumannya semakin dalam, membuat Viyone merasa nyaman dan meresapi setiap sentuhan dari suaminya. Keduanya larut dalam kehangatan cinta yang murni, saling memahami dan saling melengkapi satu sama lain. Di malam itu, mereka merasakan betapa berharganya momen tersebut, sebuah awal yang baru dalam perjalananViyone terkejut saat tiba-tiba tersadar dari lamunannya. Dalam hitungan detik, wajahnya berubah merah padam seiring dengan kesadaran bahwa bibir suaminya sedang menyatu dengan bibirnya. Wilson, suaminya, tengah menikmati ciuman itu dengan penuh gairah. Viyone mencoba melepaskan diri dari pelukan
Dalam kehangatan malam itu, Wilson mencium bibir Viyone dengan penuh hasrat, sambil bergerak maju mundur di atas tubuh mungil itu. Tangannya meremas lembut gundukan kenyal dan bulat pada dada Viyone, membuat gairah Wilson semakin memuncak. Begitu juga dengan Viyone, yang menikmati setiap gerakan dan sentuhan suaminya, mengerang kecil karena kenikmatan yang dirasakannya. Sementara itu, di kamar lain, Vic terbangun dengan perasaan cemas. Ia menyadari bahwa Viyone tidak berada di sampingnya. Dalam kebingungan, ia bangun dan mulai mencari ibunya. "Sudah malam, Mama kemana?" gumam Vic, kecil hati. Ia menelusuri setiap lorong di rumah mereka, mencoba menemukan Viyone yang mungkin saja sedang berada di luar kamar. "Kenapa papa dan mama tidak ada, Kemana mereka?" ucap Vic sambil berpikir." Kamar belakang, aku belum cari!" Vic kemudian menuju ke lorong belakang. Ia ingin membuka pintu itu dan terkunci dari dalam.Di saat Wilson mencapai puncak kenikmatan, ia merasa sangat puas dengan kemamp